+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
14 Mei 2010 | 12:22:54 WIB


MAHASISWA, PERGURUAN TINGGI DAN REFORMASI


Ditulis Oleh : Admin

Tanggal 12 Mei 2010 ini genap sudah 12 tahun peringatan tragedi trisakti, yaitu peristiwa penembakan mahasiswa saat melakukan demonstrasi menuntut lengsernya Soeharto dari jabatannya sebagai presiden yang sudah diembannya selama 32 tahun. Pada peristiwa yang telah menewaskan 4 orang mahasiswa Universitas Trisakti yaitu Elang Mulya Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie, yang kemudian dikenal sebagai Pahlawan reformasi, merupakan babak baru sejarah perjalanan kehidupan negara Indonesia yang dikenal dengan Era Reformasi. Era yang diharapkan dapat memberikan harapan baru, semangat baru, era yang diharapkan akan terjadinya pemerintahan yang bersih, yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, era yang diharapkan dapat memberikan kedamaian, memberikan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh anak negeri.

Saat ini, era Reformasi sudah berlangsung lebih dari satu dasawarsa, selama kurun waktu tersebut perjalanan menuju kearah sebagaimana yang menjadi tujuan awal reformasi seakan-alan kehilangan arah, kedamaian semakin menjauh, hal ini dapat terlihat dengan kerap terjadinya berbagai bentuk benturan baik fisik maupun non fisik di Indonesia yang katanya dikenal dengan penduduknya yang sopan dan ramah. Perang antar suku, perang antar desa, bahkan pertikaian antar daerahpun masih sering terjadi diberbagai daerah di Indonesia yang tidak jarang berakhir dengan kerusuhan berdarah. Degradasi moral yang ditandai dengan semakin mewabahnya penyakit KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) melanda hampir disetiap lembaga khususnya lembaga pemerintah seperti kasus Bank Century, kasus makelar pajak yang telah menyeret banyak pejabat diberbagai institusi termasuk di Direktorat jenderal pajak, kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain menjadi bukti nyata yang dapat dilihat dengan mata telanjang betapa bobroknya pengelolaan negeri ini.

Saat ini kehidupan masyarakat semakin materialistis serta lebih mengutamakan perjuangan untuk kepentingan individu dan kelompok yang semakin menempatkan rakyat dan bangsa Indonesia pada suatu status kehidupan yang sangat rendah. Secara obyektif kita sedang menjadi bangsa yang inferior jika dibandingkan dengan tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura atau negara-negara lain di dunia. Rasa bangga sebagai anak negeri dari sebuah negara yang dulunya cukup disegani didunia telah terkikis oleh krisis multidimensional dan kebobrokan kehidupan mental dan moral yang menyeruak dihampir setiap sendi kehidupan. Rasa nasionalisme sebagai bangsa dan jiwa patriotisme seakan sudah semakin memudar sehingga status quo Orde Baru terkesan tidak berubah, bahkan terlihat semakin bertahan atau bisa jadi semakin parah yang disebabkan oleh keserakahan dan gaya kehidupan yang hanya ingat diri, ingat keluarga dan ingat kelompok.

Reformasi seakan berjalan semakin menjauh dari tujuan yang telah didengungkan sekitar 12 tahun lalu, ego kedaerahan semakin muncul kepermukaan dengan membonceng suatu kereta yang bernama otonomi daerah. Raja-raja kecil muncul di segenap wilayah Indonesia. Kekuasaan dan kepemimpinan di berbagai daerah seakan-akan menjadi milik dinasti keluarga yang ditandai dengan banyaknya istri atau anak para Gubernur, Bupati ataupun Walikota yang dengan berbagai upaya berusaha merebut jabatan sebagai kepala daerah untuk menggantikan suami atau ayahnya. Partai-partai politik sibuk mengurus kekuasaan dan telah melupakan tujuan utamanya untuk mensejahterakan masyarakat. Barangkali ada baiknya kita menentukan atau merumuskan kembali jati diri kita sebagai bangsa, sumpah Pemuda yang dicetuskan 82 tahun yang lalu ada baiknya dikaji kembali, apakah masih relevankah saat ini.

Reformasi yang awalnya memang milik mahasiswa, yang lahir sebagai salah satu hasil pembelajaran diperguruan tinggi sekarang telah dikudeta oleh Elit Politik. Namun itu semua tidak sepenuhnya kesalahan elit. Tetapi justru mahasiswa dan institusinya yaitu perguruan tinggi juga mempunyai andil terhadap kesalahan tersebut, karena belum sepenuhnya berhasil menciptakan insan-insan kampus, kader-kader intelektual yang mampu mengejahwantakan apa yang sebenarnya diperlukan oleh negeri ini.

Perguruan tinggi sebagai wadah pembelajaran, sebagai tempat penggodokan para intelektual, bukan hanya dituntut untuk mampu mengelolah input atau mahasiswa yang ada menjadi lulusan yang hanya tangguh secara akademik, tetapi yang lebih penting dari itu adalah menghasilkan lulusan sebagai insan yang berpotensi tinggi, inisiatif dan kreatif serta penuh dedikasi atau sumber daya manusia yang unggul, profesional, beriman dan berwibawa, mampu memimpin serta berwawasan kedepan. Perguruan tinggi harus mampu membimbing mahasiswanya menjadi insan yang peka terhadap persoalan-persoalan yang membelit bangsanya.

Kematangan sebuah Perguruan Tinggi bukanlah dilihat dari usianya, tetapi harus dilihat dari kesanggupan untuk bisa memenuhi dan mewujudkan secara nyata tanggung jawab kelembagaan kepada masyarakat. Akreditasi yang baik bukan hanya ditentukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, tetapi juga ditentukan oleh publik atau yang lebih dikenal dengan Akuntability Publik. Perguruan tinggi harus mampu menjadi lembaga penyelenggaraan pendidikan tinggi yang sanggup mengantarkan lulusannya memiliki kemampuan untuk dapat diterima dan berkiprah ditengah masyarakat.

Dalam penyelenggaraan pendidikan atau pembelajaran dalam suatu perguruan tinggi diperlukan pengelolah yang mampu mengelolah input yang ada menjadi output yang memang bisa diandalkan. Menurut Freire, para akademisi yang bekerja di lembaga pendidikan tinggi tidak bisa melepaskan diri dari 3 hal: (1) memahami relasi antara pendidikan tinggi, kekuasaan dan politik, (2) mengaitkan kurikulum dengan realitas sosial, ini penting karena tanpa mengaitkan kurikulum dengan realitas sosial, dunia pendidikan tinggi akan tetap menjadi suatu komunitas yang terlepas dari persoalan masyarakat yang semestinya harus menjadi keprihatinannya, (3) menyadari kemampuan kelas dominan mempopulerkan kata-kata yang sering menjadi slogan kelompok revolusioner.

Sejarah pergantian pemerintahan dari orde lama ke orde baru, dari orde baru ke era reformasi menunjukkan peran sentral mahasiswa sebagai agen perubahan. Oleh karena itu mahasiswa dan perguruan tinggi dengan idealismenya harus terus berusaha untuk mengawal reformasi. Supaya apa yang menjadi tujuan semula dari reformasi ini dapat kembali berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan, sehingga pengorbanan para mahasiswa yang tewas dalam tragedi trisakti tidak menjadi sia-sia.




Written By : Nizwan Zukhri
Dosen Fakultas Ekonomi UBB




UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota