+62 (0717) 422145 Senin-Jumat: 07.30 - 16.00 WIB
Link Penting UBB

Artikel UBB

Universitas Bangka Belitung's Article
02 September 2010 | 12:18:03 WIB


Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan


Ditulis Oleh : Rio Armanda Agustian, S.H., M.H.

Di Indonesia, Menurut Mulyana W. Kusumah pada umumnya kejahatan yang menduduki kuantitasnya adalah pencurian biasa, dan pencurian dengan pemberatan, kemudian menyusul pencurian dengan kekerasan, termasuk penodongan dan perampokan, dan disusul oleh kejahatan-kejahatan kesusilaan. Khusus di Kota Pangkalpinang, Tindak pidana pencurian dengan pemberatan adalah merupakan tindak pidana yang cukup tinggi kualitas dan kuantitasnya bila dibandingkan dengan tindak pidana yang lainnya.

Pencurian dengan pemberatan ini disebut juga pencurian dengan kualifikasi (gequalificeerde deifstal) atau pencurian khusus dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu sehingga bersifat lebih berat dan maka dari itu diancam dengan hukuman yang maksimumnya lebih tinggi yaitu lebih dari hukuman penjara lima tahun dari Pasal 362 KUHP dan hal ini diatur didalam buku II KUHP pada bab XXII dan perumusannya sebagaimana disebut dalam Pasal 363. Menurut P.A.F. Lamintang, bahwa (gequalificeerde deifstal) adalah pencurian yang mempunyai unsur-unsur dari perbuatan pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan lain-lain unsur, sehingga ancaman hukumannya menjadi diperberat.

Sedangkan M. Sudradjat Bassar mengatakan, bahwa pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP termasuk pencurian istimewa maksudnya suatu pencurian dengan cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan diancam dengan hukuman yang maksimumnya lebih tinggi, yaitu lebih dari hukuman penjara 5 tahun. Pencurian dengan pemberatan secara kualitatif dapat menimbulkan kerugian yang diderita oleh masyarakat, yaitu kerugian secara ekonomis (materi) dan kerugian secara psikologis (keadaan kejiwaan dari masyarakat yang dilakui perasaan susilanya dengan kejahatan itu). Oleh karena itu pencurian jenis ini harus ditanggulangi secara serius.

Pencurian dengan pemberatan atau disingkat Curat. Merupakan suatu kejahatan yang sekarang ini lagi trend atau terbanyak Jumlah Tindak Pidana (JTP) nya dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan lainnya di Pangkalpinang dari tahun ketahun. Apalagi kejahatan ini dilakukan tidak lagi memperhatikan siapa korban dan kapan waktunya. Tingginya tingkat kejahatan pencurian dengan pemberatan di Pangkalpinang yang terjadi merupakan ancaman dan tantangan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat, yang pada gilirannnya menghambat usaha-usaha pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Dahulu Pangkalpinang dikenal sebagai daerah yang relatif sangat aman dan tenteram, dikarenakan masih sangat minimnya angka kriminalitas yang terjadi. Banyak anggapan masyarakat, Pulau Bangka khususnya di Pangkalpinang mencari nafkah penghidupan yang layak sangat mudah. Kondisi inilah yang membuat Kota Pangkalpinang semakin padat akan ramainya penduduk yang ingin merubah hidupnya di Ibukota Provinsi ini. Seiring perkembangan zaman, Pangkalpinang mengalami pula berbagai macam permasalahan sosial dan politik akibat krisis ekonomi serta menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan, baik aparatur pemerintah maupun pelaku dunia usaha, dan permasalahan kemiskinan sampai tindakan kriminal yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan.

Perlu menjadi catatan penting bahwa pada tahun 2004 terdapat 105 kasus, tahun 2005 terdapat 116 kasus, tahun 2006 terdapat 185 kasus, tahun 2007 terdapat 184 kasus, tahun 2008 sebanyak 183 kasus dan tahun 2009 sebanyak 123 kasus dan pertengahan tahun 2010 bulan Januari sampai dengan Juni 2010 yakni 142 kasus dan kemungkinan besar antar bulan Juli sampai Desember 2010 akan terjadi kenaikan signifikan besar. Dari hal tersebut diatas dapat kita lihat bahwa kejahatan pencurian dengan pemberatan ini jelas sekali mengalami kenaikan dari tahun ketahun dan butuh solusi segera agar kejahatan jenis ini dapat diatasi atau setidaknya diminimalisir.

Kejahatan merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang. Kondisi pelaku kejahatan sering kali dapat dipengaruhi oleh tingkat perekonomian, pendidikan serta iman yang lemah sehingga dengan mudah melakukan tindak kejahatan. Kondisi nyata yang ada sekarang ini, para pelaku kejahatan sepertinya semakin merajalela, Dalam hal ini dapat dikatakan sebagai apa yang dinamakan labeling approach yaitu gejala kejahatan sebagai akibat dari proses-proses sosial yang terjadi dalam masyarakat, kejahatan merupakan suatu perikelakuan manusia yang diciptakan oleh sebagian warga-warga masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang. Ini berarti bahwa kejahatan merupakan suatu cap yang diberikan terhadap perikelakuan-perikelakuan tertentu dari manusia.

Dalam kriminologi dikenal dengan konsep "crime prevention" yang objeknya adalah kejahatan dan para pelaku kejahatan (the crime and the criminal) agar tidak melakukan kejahatan (menanggulangi kejahatan) dan agar orang lain tidak menjadi korban dari pada kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan). Dan sasaran utama preventif ini adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan, sehingga dengan demikian pencurian dengan pemberatan dapat ditanggulangi dan akibat-akibat yang ditimbulkannya seperti kerugian ekonomi, kerugian secara psikologis dan keresahan masyarakat dapat dihindari. Maraknya tindak kejahatan pencurian dengan pemberatan merupakan suatu fenomena sosial yang harus dihadapi dan ditanggulangi bersama.

Penanggulangan pencurian dengan pemberatan pada khususnya dan kejahatan pada umumnya berkaitan erat dengan kebijakan kriminal (Criminal Policy), yaitu suatu usaha yang rasional dari masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Tujuan akhir dari kebijakan kriminal adalah "perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat" Kebijakan kriminal (criminal policy) yang merupakan usaha dalam penanggulangan kejahatan dapat dilakukan melalui upaya penal (pidana) maupun upaya non penal.

Menurut Bonger ada beberapa mazhab atau aliran dalam kriminologi yaitu mazhab Italia atau mazhab antropologi yang dipelopori oleh C. Lombroso (1835-1909) bahwa, sebab kejahatan melihat pada pribadi-pribadi. Menurut mazhab lingkungan (Perancis) oleh A. Lacas-sagne, seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang ada disekitarnya dan keadaan sosial menimbulkan terjadinya embrio kejahatan. Sedangkan mazhab bio sosiologis yang dikemukakan oleh Ferry, yaitu setiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat didalam individu, masyarakat dan keadaan fisik. Kemudian mazhab spiritualis mengajarkan bahwa kejahatan itu timbul karena sebab-sebab dari spiritualis yaitu agama. Menurut G.P. Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan penerapan hukum pidana (criminal law application), pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment), mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment/mass media). Sedangkan proses penegakan hukum (enforcement of law) dikatakan efektif menurut Soerjono Soekanto adalah Hukum atau peraturan sistematis dan sinkron, Penegak hukum/pegawai berwibawa dan handal, Fasilitas pendukung penegakan hukum memadai, Derajat kepatuhan warga masyarakat tinggi. Sehubungan dengan itu, Helen Silving, merumuskan seperangkat tujuan hukuman yaitu, tujuan primer dan tujuan sekunder. Tujuan primer melihat aspek pembalasan (retribution) dan pencegahan (prevention), sedangkan tujuan sekunder adalah perbaikan (rehabilitation) dan penjeraan (deterence). Berdasarkan perumusan tujuan pemidanaan/hukuman yang telah dikemukakan oleh Helen Silving diatas, menurut hemat penulis sangat tepat, sebab disamping memberikan aspek pembalasan dan pencegahan kepada si pelaku kejahatan juga melakukan perbaikan dan penjeraan, sebab fungsi nyata dari penghukuman atau pemidanaan memang ditujukan untuk memperbaiki pelanggar hukum, dan melindungi masyarakat serta menumbuhkan rasa keadilan pada masyarakat.

Faktor Penyebab Pencurian dengan Pemberatan di Kota Pangkalpinang


Setiap perbuatan manusia mempunyai sebab yang merupakan faktor pendorong di lakukannya kejahatan tersebut. Pengkajian terhadap sebab timbulnya kejahatan merupakan salah satu bagian yang sangat mendapat perhatian bagi penegak hukum, khususnya Polri dalam melaksanakan tugasnya. Terdapat banyaknya faktor sebagai penyebab terjadinya peningkatan kejahatan yang dilakukan oleh manusia. Pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi juga mewujudkan dampak negatif berupa urbanisasi, kesenjangan sosial ekonomi, kepadatan penduduk, keterasingan masyarakat kota, disharmonis dalam rumah tangga, dan sebagainya. Akibat negatif ini berpengaruh pula terhadap peningkatan kejahatan yang dilakukan oleh manusia terutama di perkotaan.

Berdasarkan hal di atas dapat di katakan bahwa, faktor penyebab utama pencurian dengan pemberatan di Kota Pangkalpinang adalah di sebabkan oleh faktor dorongan ekonomi. Kekurangan ekonomi mengakibatkan warga masyarakat tidak mempunyai kesempatan mencapai tujuan sosial, dan menjadi pendorong potensial melakukan pelanggaran hukum. Hal tersebut adalah fakta, bahwa kejahatan konvensional dapat di pandang sebagai pernyataan kekurangan-kekurangan pemenuhan kebutuhan hidup disebabkan dan dipertahankan oleh struktur sosial ekonomi yang bersangkutan.

Selain faktor ekonomi sebagai penyebab seseorang melakukan pencurian dengan pemberatan, juga disebabkan oleh faktor pengaruh teman dalam pergaulan, serta hukumannya terlalu ringan, Kurangnya kesadaran hukum yang dimiliki masyarakat tentang kejahatan, adanya kesempatan atau kelengahan dari korban, arus globalisasi dan pertambahan jumlah penduduk. Dengan demikian pengaruh lingkungan dalam pergaulan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya kejahatan, khususnya pencurian dalam pemberatan, sebab lingkungan pergaulan lebih menentukan jadinya mental, karakter seseorang dari pada orang itu sendiri. Dari uraian diatas, bahwa faktor penyebab seseorang melakukan pencurian dengan pemberatan di daerah Kota Pangkalpinang tidak hanya di pengaruhi oleh beberapa faktor tapi kesemuanya faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya.

Upaya Penanggulangan Pencurian dengan Pemberatan di Pangkalpinang


Mengingat pencurian dengan pemberatan di Kota Pangkalpinang pada terakhir ini (2004- Juni 2010) mengalami peningkatan, sehingga perlu operasional penanggulangannya terus di tingkatkan dengan mengikuti pengalaman-pengalaman upaya penanggulangannya yang pernah dilakukan dan tingkat keberhasilannya, bahkan melibatkan instansi penegak hukum lainnya seperti Pihak Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan bila perlu melibatkan dunia akademisi untuk mengatasi kejahatan jenis ini. Dalam kaitannya dengan upaya penanggulangan tindak pidana kejahatan pada umumnya, dan khusunya kejahatan pencurian dengan pemberatan di Kota Pangkalpinang telah di upayakan tindakan penanggulangannya, baik yang bersifat pre-emtif, preventif, represif, maupun treatment dan rehabilitasi yang dilakukan oleh Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Rumah Tahanan Negara (Rutan).

Tindakan preventif yakni penanggulangan terhadap suatu keadaan/ kejahatan agar dapat dihindari atau dicegah sebelum terjadi, kemudian barulah di lakukan tindakan penegak hukum (represif). Polri dapat berupa social enginering, dengan melakukan kegiatan mengawasi, mengarahkan, membentuk dan mendorong masyarakat agar menjadi law abiding citizen dan mampu menangkal kejahatan dengan jalan melakukan penyuluhan hukum. Upaya preventif yaitu kegiatan-kegiatan yang di tujukan untuk mencegah secara langsung terjadinya kasus-kasus kejahatan dengan mengedepankan fungsi teknis samapta dengan melaksanakan kegiatan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli, Operasi - operasi di lokasi yang di duga mengandung Police Hazard (PH), juga termasuk kegiatan pembinaan masyarakat yang di tujukan untuk memberikan dorongan segenap lapisan masyarakat supaya dapat ikut serta dalam upaya penanggulangan kejahatan. Sedangkan usaha penanggulangan kejahatan pencurian dengan pemberatan secara represif adalah dengan segera mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP), guna menolong si korban dan melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka, dan kemudian diproses dan selanjutnya berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan untuk disidangkan.

Kejaksaan hendaknya berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat dengan melakukan pendekatan penyuluhan/penerangan hukum (lahpenkum) yang dilakukan dalam program pembinaan masyarakat taat hukum (binmatkum), dengan cara pendekatan melalui tanya jawab persoalan hukum tujuannya untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, dalam arti mengetahui hukum, memahani hukum serta mengamalkannya dalam kehidupan sebagai masyarakat dan warga negara yang baik. Sedangkan Hakim dalam memutus perkara harus berdasarkan hukum serta sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat dalam memberikan hukuman dirasa membuat orang yang bersangkutan takut dan menjadi sadar dan tidak mengulangi lagi. Dengan demikian pidana yang dikenakan itu adalah untuk melindungi masyarakat, karena pidana mempunyai pengaruh terhadap yang dikenai dan disamping itu juga mempunyai pengaruh terhadap masyarakat pada umumnya dan petugas Rumah Tahanan Negara (Rutan) ikut berpartisipasi aktif dalam upaya penanggulangan pencurian dengan pemberatan dalam melakukan beberapa tindakan seperti Upaya treatment dan rehabilitasi adalah berupa kegiatan meliputi pemulihan harga diri sebagai pribadi maupun sebagai warga negara. Oleh karena itu mereka di didik untuk menguasai keterampilan tertentu guna dapat hidup mandiri dan berguna bagi masyarakat. serta memberikan pelatihan keterampilan, dan pembinaan agama.

Sedangkan Akademisi membuat konsep/solusi yang disertai riset (penelitian) yang kontinu dan komprehensif untuk membantu penegak hukum menyelesaikan kejahatan ini. Yang tidak penting juga bagi masyarakat untuk menaati hukum yang berlaku agar tercipta suasana yang aman dan damai, tidak memberikan kesempatan dan niat pada pelaku kejahatan untuk melakukan tindakan kriminalitas, serta meningkatkan sistem keamanan dilingkungan sekitar diharapkan masyarakat bisa menjadi polisi bagi dirinya sendiri .

Dari uraian diatas, pada hakekatnya upaya-upaya yang dilakukan aparat penegak hukum sudah berjalan dengan baik, dan telah terkoordinir dengan baik pula. Beberapa saran bagi masyarakat hendaknya lebih memahami mengenai kepatuhan terhadap hukum dan tidak bersifat acuh tak acuh terhadap kejahatan yang terjadi di sekitarnya dan aparat penegak hukum hendaknya lebih meningkatkan upaya penanggulangan dengan lebih tegas sehingga masyarakat akan menyadari hak dan kewajibannya, serta penyidikan terhadap pelaku pencurian dengan pemberatan agar lebih ditingkatkan, perlunya penambahan personil terutama khusus menangani Pencurian dengan pemberatan, peningkatan kualitas disertai fasilitas pendukung sarana/prasarananya dalam rangka penegakan hukum dan terhadap pelaku pencurian dengan pemberatan pemidanaannya lebih diperberat, sehingga tujuan pemidanaan dan pemasyarakatan dapat tercapai dan mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat. ***



Oleh : Rio Armanda Agustian, S.H., M.H.
Dosen, Kriminolog, Peneliti
Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Bangka Belitung



UBB Perspectives

Juga Untuk Periode Berikut

Untuk Periode Berikut

Stereotipe Pendidikan Feminis

Urgensi Perlindungan Hukum Dan Peran Pemerintah Dalam Menangani Pekerja Anak Di Sektor Pertambangan Timah

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Asal Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) yang Berpotensi Sebagai Probiotik

Pemanfaatan Biomikri dalam Perlindungan Lingkungan: Mengambil Inspirasi dari Alam Untuk Solusi Berkelanjutan

FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK

MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung

Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban

Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa

Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung

Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial

Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas

Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana

Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?

Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE

UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?

Membangun Kepercayaan dan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Pajak Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Serta Transparansi Alokasi Pajak

Peran Generasi Z di Pemilu 2024

Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi

Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung

Peran Pemerintah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Protein Hewani Melalui Pemanfaatan Probiotik dalam Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (Siska)

TIMAH “BERPERI”

Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?

Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong

Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental

Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia

Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK

HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?

Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?

Jalan Ketiga bagi Sarjana

Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum

SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM

Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi

Merebut Hati Gen Z

Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru

Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi

PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)

Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan

PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA

Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi

Xerosere* Bangka dan UBB

Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?

RELASI MAHA ESA DAN MAHASISWA (Refleksi terhadap Pengantar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum)

KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA

Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus

Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai

Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi

Hybrid Learning dan Skenario Terbaik

NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN

Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu

PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN

Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi

Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital

Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB

TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA

TATAP MUKA

Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai

MENJAGA(L) LINGKUNGAN HIDUP

STOP KORUPSI !

ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)

KARAKTER SEPERADIK

SELAMAT BEKERJA !!!

ILLEGAL MINING

Pers dan Pesta Demokrasi

PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

GENERASI (ANTI) KORUPSI

KUDETA HUKUM

Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit

NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU

Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???

Memproduksi Kejahatan

Potret Ekonomi Babel

Dorong Kriminogen

Prinsip Pengelolaan SDA

Prostitusi Online

Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers

JUAL BELI BERITA

POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN

Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka

Budidaya Ikan Hias Laut

Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu

KEPUASAN HUKUM

JANGAN SETOR KE APARAT

JAKSA TIPIKOR SEMANGAT TINGGI

Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka

GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)

Berebut Kursi Walikota