UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
15 Juli 2010 | 14:56:11 WIB
Tuntaskan Traffiking
di Babel
Traffikingdi Babel
Ditulis Oleh : Admin
Traffiking merupakan salah satu masalah yang perlu penanganan mendesak seluruh komponen bangsa. Hal tersebut perlu, karena terkait dengan citra bangsa Indonesia di mata internasional. Memang disadari bahwa penanganan traffiking tidaklah mudah, karena kasus trafficking ini sudah terjadi sejak bertahun-tahun lamanya tanpa adanya suatu perubahan perbaikan. Traffiking merupakan salah satu jalur terjadinya perdagangan orang yang korbannya rata-rata berada di bawah garis kemiskinan, khususnya perempuan dan anak. Apalagi, hingga saat ini posisi perempuan masih termarjinalisasi, tersubordinasi yang secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kondisi perempuan. Situasi semacam ini merupakan santapan sindikat perdagangan perempuan dan anak yang sudah terorganisir untuk melakukan perekrutan. Salah satu isu penting yang belum mendapat perhatian serius dari pemerintah adalah masalah perlindungan hukum bagi korban trafficking. Walaupun sejumlah instrument internasional telah di adopsi, diratifikasi atau ditandatangani, namun sampai saat ini isu child trafficking masih belum memperoleh intervensi yang signifikan. Selama ini, perdagangan anak dan perempuan dianggap sebatas bentuk prostitusi,namunkenyataannya banyak hal dan bentuk bentuk lain diantaranya kerja paksa, perdagangan obat terlarang, perdagangan organ tubuh, buruh migrant, anak jalanan dan pekerja anak baik untuk konsumsi dalam negeri bahkan mencakup lintas transnasional.
Faktor Penyebab dan unsur Traffiking
Traffiking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda sehingga dipengaruhi banyak penyebabnya. Adapun faktor- faktor penyebab perdagangan anak tersebut di Indonesia adalah: Kemiskinan, terbatasnya akses dan kesempatan kerja, kekerasan dalam rumah tangga, kepatuhan anak terhadap orangtua ( yang terdesak secara ekonomi), konflik sosial dan peperangan serta lemahnya penegakan hukum. Resolusi Majelis Umum PBB mendefinisikan istilah traffiking : Perdagangan adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi). Adapun unsur-unsur dari
Traffiking antara lain adanya perbuatan perlintasan terhadap orang, yakni perekrutan (recruitmen), pengangkutan transportation), pemindahan (transfer), melabuhkan (harbouring), menerima (receipt), adanya modus perbuatan yang dilarang, yakni penggunaan ancaman(use of force), penggunaan bentuk tekanan lain (other formsof coercion), penculikan, kecurangan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, kedudukan beresiko (a position of vulnerability), adanya tujuan atau akibat dari perbuatan yakni eksploitasi manusia, seperti eksploitasi protitusi, eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan, praktek serupa perbudakan, perhambahan, peralihan organ tubuh dan lainnya. Berdasarkan hal diatas, penyebab trafficking di Bangka Belitung lebih dikarenakan kepada faktor ekonomi, karena banyaknya para korban trafficking ini dijanjikan kerja dengan gaji yang besar seperti bekerja di kafe-kafe atau warung di Bangka Belitung dan biaya selama korban di Bangka Belitung ditanggung oleh pelaku. Tetapi setelah sampai di Bangka Belitung, korban dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK) dan sering kali mendapatkan penganiayaan dari pelaku.
Traffiking menurut Hukum di Indonesia
Secara yuridis, rumusan delik trafficking in person ke dalam undang undang mutlak di perlukan untuk kriminalisasi perbuatan. Rumusan delik ini belum ada dalam hukum nasional sehingga bagi para penegak hukum yang menganut paham legalistic dan formalistic sulit menemukan hukum (rechvinding) dan membentuk hukum (rechvorming) yang baru terhadap peristiwa yang konkrit melalui mekanisme pengadilan. Padahal hakim berwenang untuk menggali nilai nilai sosiologi yang aktul dalam masyarakat. Walaupun UU No.23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak sudah mengkriminalisasi kejahatan perdagangan anak, namun progresivitas norma UU ini masih setengah hati, yang melahirkan multi interpretasi yang menyisakan kekosongan hukum (recht vacuum). Hal ini dikarenakan secara legalitasnya belum mengatur rumus delik, ruang lingkup perlindungan, serta bentuk bentuk rehabilitasi, pemulihan ,dan repatriasi saksi dan korban. Mengingat kompleksnya masalah kejahatan trafficking ini, maka diperlukan adanya peraturan perundang undangan yang mengatur secara khusus tentang kejahatan ini. Pada saat ini, belum ada definisi hukum yang baku tentang perdagangan anak di Indonesia baik dalam KUHP maupun Peraturan perundang undangan lainnya. Perdagangan manusia telah dinyatakan secara eksplisit dalam KUHP dan UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM.
Menurut KUHP diatur dalam Pasal 296,297,298 dan Pasal 65 UU No.39 Tahun 1999. Dalam praktek yang ditemukan pihak aparat penegak hukum juga tetap memperlakukan KUHP pasal 296 s/d 298. Pasal tersebut seringkali tidak mampu menyerat para pelakunya karena unsur-unsur dari KUHP mengenai perdagangan anak dan perempuan yang digunakan dalam penanganannya tidak begitu jelas, sehingga banyak unsur dari kasus perdagangan anak dan perempuan tidak terjerat oleh pasal tersebut.
Ketiga pasal tersebut diatas ( Pasal 296,297,298) hanya dapat menjerat perdagangan anak dan perempuan untuk tujuan seksual saja, karena ke 3 pasal tersebut masuk dalam kelompok kejahatan terhadap kesusilaan. Disisi lain, dalam banyak hal KUHP sendiri masih bias gender sehingga kurang dapat memberikan perlindungan dan keadilan hukum bagi anak dan perempuan. Lemahnya perangkat hukum untuk menjerat aktor kejahatan trafficking banyak disebabkan oleh sanksi hukum yang diterapkan oleh hakim berdasarkan KUHP dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum semata, selain minimnya pasal pasal yang ada, KUHP menganut sistem pengancaman maksimal tanpa batasan ancaman minimal.
Upaya mengatasi Trafficking di Bangka Belitung
Masalah Traffikingbersifat multidimensional, dalam arti berkolerasi dengan aspek yuridis, sosiologis, psikologis, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Traffiking sekarang ini bukan lagi masalah nasional saja, tetapi sudah menjadi masalah global. Pada intinya Traffiking ini, apapun bentuknya haruslah ditidak tegas dan selesaikan segera. Melalui aspek kebijakan hukum pidana, peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mengatur tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (trafficking) ini. Akan tetapi, dalam penerapannya masih mengalami hambatan, untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan lembaga khusus yang mempunyai kewenangan luas dalam menangani perkara-perkara trafficking, yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional, serta berkesinambungan. Seperti halnya mendirikan lembaga-lembaga sosial baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun lembaga-lembaga di luar pemerintah seperti lembaga swadaya masyarakat, maupun organisasi sosial lain yang memang bertjuan memberantas tindak pidana trafficking in persons ini secara bersama-sama, Namun secara konseptual, penanganan traffiking harus merupakan upaya bersama dari pemda, polisi, disnaker, pemdes, lsm, sampai pada keluarga serta perlu adanya Pusat Kajian dan Perlindungan Anak di daerah yang bukan sebagai simbolitas saja akan tetapi lebih berperan aktif lagi dan perlunya perda tentang pencegahan dan pemberantasan perdagangan orang (trafficking in persons), perempuan dan anak oleh Pemerintah Daerah. Semoga Bangka Belitung bebas dari Traffiking.
Written By : Rio Armanda Agustian, S.H.,M.H.
Dosen, Kriminolog, Peneliti
Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Bangka Belitung
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka