UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
30 Mei 2012 | 12:10:05 WIB
Kebablasan Otonomi Daerah : Obral Izin Pertambangan
Ditulis Oleh : Indra Ambalika
Setelah berpisah dari Sumatera Selatan dan terbentuk Provinsi Kepulauan bangka Belitung, semangat otonomi daerah merupakan puncak dari perubahan agar kursi-kursi strategis di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diduduki oleh putra daerah. Hampir tiga periode kepemimpinan selama masa otonomi daerah di provinsi ini, putra daerah telah menduduki kursi-kursi strategis itu. Pertanyaannya, bagaimana dengan kesejahteraan yang diharapkan dan diimpikan itu? apakah kondisi kehidupan masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung jauh lebih sejahtera dengan pemimpin dan kepala-kepala SKPD yang juga sebagian besar adalah putra daerah? Satu hal yang pasti, sejak masa otonomi daerah di provinsi ini telah terjadi eksploitasi besar-besaran potensi sumberdaya alam dengan dampak yang jelas-jelas di depan mata kita adalah kerusakan lingkungan yang massif. Salahsatu faktor utama yang menyebabkan semua ini adalah kebijakan pemerintah daerah dalam mengeluarkan izin pertambangan.
Obral Izin Pertambangan di Masa Otonomi Daerah
Obral izin pertambangan di masa otonomi daerah tak hanya terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung namun merupakan fenomena di skala nasional. Menjelang tutup tahun 2011, tercatat sedikitnya ada 8.000 izin usaha pertambangan (IUP) yang telah dikeluarkan. Dari total izin sebanyak itu, 6.000 IUP berpotensi terjadi tumpang tindih satu sama lain. Munculnya kondisi itu tidak terlepas dari kewenangan izin yang berada di daerah sesuai dengan amanat UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Pemberian kewenangan itu juga sebagai wujud merespon semangat UU No. 34/2004 mengenai Otonomi Daerah. Padahal, dari 398 kabupaten di Indonesia, hanya sekitar 30 kabupaten yang sebenarnya memiliki potensi tambang. Artinya, setiap kabupaten yang memiliki potensi tambang ada sekitar 267 IUP.
Contoh kasus tumpah tindih izin pertambangan yang pernah kita dengar seperti kasus perusahaan BUMN PT Bukit Asam (PTBA) dengan PT Adaro Energy Tbk yang menambang batubara di Lahat Sumatera Selatan. Padahal, PTBA telah menghabiskan dana sekitar Rp203 miliar semenjak 1990 untuk meneliti nilai kandungan batubara di lokasi tersebut. Data eksplorasi perusahaan BUMN ini bocor ke perusahaan swasta diduga dari pensiunan karyawan PTBA yang bekerja di PT Adaro Energy Tbk. Contoh kasus lain tumpang tindih IUP antara BUMN dan swasta seperti yang terjadi antara PT ANTAM dengan PT Duta Inti Perkasa Mineral (PT DIPM) dan PT Sriwijaya Raya di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara untuk pertambangan nikel. Hal ini terjadi karena Bupati mengeluarkan Surat keputusan untuk IUP perusahaan swasta di atas lahan konsesi milik BUMN PT ANTAM (KOMPAS, 1 Desember 2011). Di Pulau Bangka sendiri, kita pernah mendengar kasus tumpang tindih antara izin pertambangan milik PT Timah Tbk dengan salahsatu perusahaan perkebunan sawit di daerah Tempilang Kabupaten Bangka Barat beberapa tahun yang lalu sebelum terjadinya pemekaran kabupaten.
Bagaimana kasus tumpang tindih izin pertambangan timah di laut dengan menggunakan kapal isap? Kita mungkin memang belum pernah mendengar kasus antar perusahaan penambang timah di laut meskipun sebenarnya ketika melihat peta sebaran spasial izin pertambangan timah di laut Pulau Bangka khususnya dan tidak terkecuali juga Pulau Belitung cukup mencengangkan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten maupun provinsi oleh kepala daerahnya masing-masing (kecuali Kabupaten Bangka Tengah). Izin yang telah dikeluarkan di laut telah sangat banyak dan massif. Kasus yang pernah terjadi malah adanya pengusiran kapal isap oleh masyarakat karena masyarakat merasa jelas-jelas menolak operasi kapal isap namun kapal isap masuk di daerah mereka seperti yang terjadi di Desa Teluk Limau Kabupaten Bangka Barat dan Desa Bedukang Kabupaten Bangka. Anehnya ketika terjadi kasus, pemerintah daerah di kabupaten dan provinsi saling lempar wewenang. Ada solusi agar masyarakat diminta ikut membantu pengawasan operasi kapal isap, tapi anehnya lagi tak pernah ada pembekalan ataupun perlengkapan untuk memudahkan pengawasan di perairan mereka sendiri. Masyarakat tak pernah tahu dengan jelas dimana batas izin pertambangan dan berapa unit kapal isap yang beroperasi di daerahnya. Tak ada GPS ataupun petanda batas IUP di laut, bahkan untuk sekedar papan pengumuman seperti reklame untuk memberikan informasi peta IUP dan jumlah kapal isap yang beroperasi pun tak pernah ada inisiatif untuk membuat aturannya. Padahal perkiraan biaya pembuatannya tak sampai satu jam dari hasil beroperasinya satu unit kapal isap.
Kembali Kepada Komitmen Kepala Daerah
Dalam kebijakan otonomi daerah, izin-izin pertambangan yang telah dikeluarkan oleh daerah semuanya kembali kepada kebijaksanaan kepala daerah. Sebelum izin pertambangan dikeluarkan, seharusnya pemda memiliki kemampuan perangkat untuk memverifikasi kemampuan investor, kemampuan SDM dalam konteks pertambangan, data soal kekayaan SDA, dan kemampuan analisa perusahaan. Ironisnya, itu semua tidak dimiliki oleh pemda secara baik. Akibatnya, pemda yang didikte oleh investor. Dari kasus ini akhirnya akan mucul beberapa pertanyaan, apakah izin yang dikeluarkan itu sudah memenuhi persyaratan, yakni mendorong pertumbuhan ekonomi bagi daerah yang bersangkutan atau tidak? Pada tataran itu, kita bisa mengetahuinya dari perusahaan yang mengajukan izin itu masuk katagori perusahaan besar, menengah atau kecil? Pertanyaan berikutnya, bagaimana perusahaan melakukan eksplorasi dan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan UU seperti kewajiban reklamasi atau CSR?
Apakah perusahaan yang memiliki IUP saat ini memiliki kemampuan sesuai dengan ketentuan-ketentuan itu? yang pasti perusahaan memiliki motif ekonomi, ambil untung cepat sehingga dampaknya, kerusakan lingkungan terjadi secara massif baik di darat maupun di laut daerah ini. Hebatnya, pemerintah daerah tidak menyiapkan regulasi untuk mengatur semerawut pertambangan di Bumi Serumpun Sebalai ini. Tak ada jaminan reklamasi laut yang nilainya dikaji dengan memperhatikan keberlanjutan ekologi. Tak ada kawasan pertambangan laut yang benar-benar diatur dalam tata ruang wilayah laut daerah sehingga tidak menghancurkan potensi perikanan dan wisata bahari yang selalu didengung-dengungkan menjadi sektor ekonomi masa depan daerah ini. Hebatnya, izin pertambangan dalam bentuk surat keputusan bupati atau gubernur terus diobral.
Akhirnya, semua kembali kepada kebijaksanaan kepala daerah yang akan menandatangani izin pertambangan. Kepala Daerah seharus bicara terus terang kepada pengusaha. Katakan kepada mereka untuk tidak menganiaya rakyatnya, jangan sebaliknya. Kepada Daerah harus sadar bahwa tugas dia adalah menjadikan rakyatnya sejahtera. Bukan sebaliknya, hanya mensejahterakan segelintir orang, para bandar dan pejabat dilingkungannya sehingga terkesan membangun dinasti baru di daerah. Semoga dalam kepala daerah yang terpilih adalah pemimpin yang bijaksana dalam mengelola karunia sumberdaya daerah sehingga segenap masyarakat Bangka Belitung lebih sejahtera dan tidak terjadi kasus seperti di Bima dan Mesuji di daerah ini. Amin

Kapal isap yang beroperasi hanya beberapa meter-dari tepi pulau Pemuja, Penganak, Kabupaten Bangka Barat

wajah pulau bangka dari pesawat
Penulis : Indra Ambalika
Dosen Perikanan & Ketua Tim Eksplorasi Terumbu Karang Univ. Bangka Belitung
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka
GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)