UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
08 Februari 2013 | 16:29:39 WIB
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
Ditulis Oleh : Dwi Haryadi
Kembali insan pers memperingati Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada tanggal 9 Februari 2013, yang puncaknya diperingati di Manado. Meskipun sudah diperingati setiap tahun, namun asal muasal HPN yang didasarkan pada hari lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) 9 Februari 1946 masih memunculkan pro kontra sampai dengan sekarang.
Apakah betul 9 Februari memperingati Hari Pers Nasional atau hari lahirnya PWI. Beberapa insan pers yang meminta hari pers dikaji ulang berargumentasi bahwa penetapan PHN pada tanggal tersebut justru ahistori, karena jauh sebelum PWI berdiri, embrio pers sudah lahir di tanah air.
Asvi Warman Adam, Ahli Peneliti Utama LIPI mengatakan bahwa terdapat beberapa surat kabar yang terbit sebelum merdeka, baik sesudah tahun 1900 atau sebelumnya yang dapat dipertimbangkan sebagai embrio atau perintis pers nasional. Hal senada disampaikan pula oleh Aufik Rahzen yang meneliti sejarah pers nasional. Hasil risetnya mengusulkan agar tanggal penerbitan pertama Medan Prijaji, koran pribumi pertama yang dinahkodai oleh Tirto Adhi Suryo, sebagai tonggak sejarah HPN 1 Januari 1907. Namun hasil riset lain yang dilakukan oleh Suryadi, dosen di Universiteit Leiden, Belanda. Menurutnya jauh sebelum Medan Prijaji sudah banyak surat kabar, seperti Soerat Kabar Bahasa Melaijoe (Surabaya, 1856), Soerat Chabar Betawi (Betawi, 1858), atau Insulinde (Padang, 1901). Sepertinya para insan pers penting untuk duduk bersama guna mengkaji ulang HPN untuk meluruskan dan menyatukan masa lalu, masa kini dan masa depan pers nasional yang lebih baik, berkualitas dan berkontribusi bagi pembangunan. Pengakajian ini penting agar dapat ditelusuri lebih dalam apa filosofi lahirnya pers nasional di awal-awal perjuangan kemerdekaan. Dengan demikian didapat paradigm ayang sama bagaimana memajukan pers kedepan.
Ketidakbebasan Pers
Era orde baru dianggap sebagai masa kegelapan bagi dunia pers, karena pers begitu dibungkam dan banyak sekali perusahaan pers yang dibredel ketika coba-coba menguak dan mengkritisi kinerja pemerintah. Berita-berita yang lolos beredar ke publik saat itu harus disensor dulu apakah sesuai dengan selera penguasa atau justru berpotensi mengganggunya. Jika pun ada yang nekad mempublis, maka bersiaplah untuk ditutup. Ketidakbebasan pers menjadi hantu yang membayangi setiap tugas insan pers masa ini.
Pasca reformasi, pers seakan keluar dari penjara dan menghirup udara kebebasan pers. Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999 pun lahir dengan semangat menjamin kebebasan pers yang bertanggungjawab dan melindungi wartawan dalam menjalankan profesinya. Berbagai organisasi jurnalis pun mulai lahir, tidak hanya dipusat tetapi juga menjamur didaerah. Ditingkat pusat juga ada Dewan Pers yang dibentuk untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional. Keberadaan perusahaan pers, organisasi dan dewan pers kiranya tidak hanya sebagai wadah profesi, tetapi juga berperan aktif untuk terus melakukan pembinaan, pengawasan dan advokasi jurnalistik.
Keran demokrasi yang dibuka diera reformasi menjadikan pers sebagai pilar demokrasi keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Peran pers yang begitu besar untuk melakukan kontrol sosial dan pengawasan pembangunan menuntut pers tetap berada digaris lurus kebebasan pers yang bertanggungjawab. Artinya, pers juga tidak boleh kebablasan. Ada norma, etika, dan tanggung jawab yang harus tetap dijaga insan pers dalam menjalankan tugasnya. Kode etik jurnalistik dan undang-undang pers harus dipahami dan dipatuhi sehingga karya jurnalistiknya tetap berada diruang kebebasan pers yang bertanggungjawab dan bukan sekedar fitnah, gossip atau bahkan pesanan yang ditujukan untuk menjatuhkan orang. Cek and ricek, klarifikasi dan kejujuran berita menjadi wajib hukumnya dilakukan agar pers tetap dipercaya publik.
Pembungkaman pers saat ini mungkin sulit dilakukan. Bahkan kebebasan pers kini oleh sebagian pihak dinilai kebablasan. SBY pun sempat berapa kali gerah dengan pemberitaan pers. Saat ini pers sulit dibungkam dengan kebijakan pemerintah seperti masa lalu. Namun kini insan pers menghadapi tantangan berupa persaingan ketat antar perusahaan pers sampai dengan mempertahankan idealisme. Kepentingan idealisme kini harus berbenturan dengan profit perusahaan. Pemberitaan miring sebuah produk misalnya bisa mengancam langganan iklan produk tersebut ditarik. Ini jelas dapat mengurangi pendapatan. Kita tentu masih ingat ketika Dipo Alam menyatakan agar Pemerintah tidak memasang iklan di media tertentu. Disatu sisi ini menunjukkan sikap alergi pemerintah terhadap pers, disisi lain terlihat bahwa cara untuk mengendalikan pers adalah dengan merongrong pendapatannya dengan mencabut iklan.
Media massa, media elektronik maupun media online ditengah persaingan ketat saat ini, tidak sekedar butuh idealisme untuk menyampaikan fakta kepada publik, tetapi juga harus mampu mandiri dan lepas dari ketergantungan dengan pihak manapun, apalagi penguasa yang ingin membelokkan fakta yang seharusnya. Perusahaan pers harus terus berkembangan melalui unit-unit usaha lain yang dapat menopang perusahaan secara mandiri, sehingga tidak mudah tergoyah dengan membarter idealisme dengan profit. Tidak hanya perusahaan pers, pelaku jurnalisme juga harus dijamin kesejahteraannya agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak terpengaruh dengan amplop panas yang diberikan oleh siapapun yang ingin membelokkan fakta.
Akhirnya, kita berharap pers dapat mandiri dan bekerja secara professional serta berpegang pada idealismenya. Kemudian eksekutif, legislatif dan yudikatif juga dapat bersinergi dan bukan justru alergi dengan pers, sehingga kesemua pilar demokrasi dapat seiring sejalan guna mencapai tujuan pembangunan nasional yang dicita-citakan. Semoga...
Opini bangkapos 8 februari 2013

Penulis : Dwi Haryadi
Dosen FH UBB dan Aktif di Ilalang Institute
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka
GRAND DESIGN KEPENDUDUKAN (Refleksi Hari Penduduk Dunia)
Kenalkan Bangka Belitung dengan Foto !