UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
22 Desember 2021 | 14:31:39 WIB
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Ditulis Oleh : Rodian Akbar (Mahasiswa Program Studi Sosiologi)
Kepemimpinan merupakan suatu hal penting yang harus dimiliki oleh setiap individu sebagai modal dalam hidup berkelompok. Kepemimpinan juga dimaknai sebagai proses mempengaruhi tidak hanya dari pemimpin kepada pengikut atau satu arah melainkan timbal balik atau dua arah (Solikin dkk, 2017). Setiap manusia, suatu saat pasti akan menjadi pemimpin, baik itu memimpin dirinya sendiri atau juga memimpin orang lain. Oleh karena itu, kepemimpinan juga teramat penting dimiliki oleh kaum muda yang biasanya dikenal dengan sebutan Milenial atau Generasi Z.
Milenial berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia berkaitan dengan generasi yang lahir pada tahun di antara tahun 1980 hingga 2000. Itu berarti milenial merupakan generasi yang saat ini terdiri dari kaum muda. Kaum muda merupakan penerus kehidupan bangsa yang diharapkan mampu membawa perubahan ke arah yang jauh lebih baik.
Milenial dan kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dieratkan juga dipersatukan, karena penerus dari negara ini adalah para milenial. Kepemimpinan sangat perlu ditumbuhkan pada generasi milenial agar ketika suatu saat nanti mereka menjadi pemimpin, mereka dapat menghormati pendapat orang lain, menghargai perbedaan yang ada, serta mengedepankan persatuan atau integrasi. Mengutamakan kepentingan bersama seluruh anggota masyarakat dibandingkan keinginan pribadi, dimana sering kali dapat merugikan oranglain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi memiliki arti pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Lawan kata dari integrasi adalah disintegrasi yang memiliki arti perpecahan. Tidak ada satu pun negara yang menginginkan adanya perpecahan pada negaranya. Maka dari itu, untuk melawan disintegrasi, diperlukan kepemimpinan yang kuat pada diri penerus kehidupan suatu negara.
Disintegrasi dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti tidak meratanya pendidikan, kurangnya kesejahteraan sosial, atau kurang meratanya pembangunan. Pemimpin yang kurang memperhatikan keinginan dan masukan dari rakyatnya juga berpotensi mengakibatkan terjadinya perpecahan. Selain itu, disintegrasi juga dapat disebabkan oleh kebiasaan yang buruk di media sosial seperti perundungan (bullying).
Mengutip sumber dari Sindonews.com, berdasarkan Penilaian Siswa Internasional atau OECD Programme for International Student Assessment (PISA), sebanyak 41 persen siswa Indonesia dilaporkan pernah mengalami perundungan, setidaknya beberapa kali dalam sebulan. Persentase angka perundungan siswa di Indonesia ini berada di atas angka rata-rata negara OECD sebesar 23 persen. Hal ini menjadi sangat miris sekali, karena kasus ini terjadi pada anak-anak usia sekolah yang harapannya di hari kemudian akan menjadi pemimpin di negara ini.
Banyaknya kasus bullying yang terjadi di kalangan para pelajar sebagai generasi milineal terutama generasi Z, mengindikasikan kurangnya edukasi tentang kepemimpinan terhadap mereka. Belum lagi dengan perundungan yang dilakukan melalui media sosial atau cyberbullying mengingat beberapa waktu belakangan kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara daring. Hal ini menimbulkan spekulasi serta kekhawatiran, bahwa sebelum memimpin negara saja generasi milenial sudah berpotensi untuk terpecah belah, bagaimana jika nantinya generasi ini memimpin negara yang memiliki ragam budaya dengan beragam perbedaan-perbedaan yang ada.
Indonesia merupakan negara dengan 34 provinsi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Pada setiap provinsi ini, terdapat ragam suku, budaya, bahasa, dan agama. Dengan saling memahami satu sama lain, maka terciptalah integrasi nasional dalam Indonesia serta berpegang teguh pada Bhinneka Tunggal Ika, maka sirna lah semua perbedaan, melebur dalam satu nama, Indonesia.
Hal inilah yang seharusnya dapat dipahami oleh generasi milenial, bahwa dengan adanya ragam perbedaan, akan memberikan kekuatan bagi bangsa.
Edukasi kepemimpinan tidak saja memberikan pengetahuan tentang menghormati perbedaan, namun juga membentuk karakter yang dapat mendorong generasi muda sekarang menjadi seorang pemimpin yang paham bagaimana memberikan pengaruh yang baik pada orang yang dipimpinnya. Edukasi kepemimpinan juga dapat mengarahkan seseorang untuk berpikir tentang metode peletakan ragam perbedaan pada satu wadah, agar tidak ada bagian wadah yang kosong sehingga memperlihatkan kesenjangan karena perbedaan lalu menimbulkan perpecahan atau disintegrasi.
Kepemimpinan tidak akan baik jika seorang pemimpin tidak mampu melihat suatu perbedaan sebagai kekuatan. Kekuatan yang dimaksud adalah seperti saling melengkapi kekurangan dengan perbedaan yang ada. Dengan saling melengkapi kekurangan, maka akan timbul suatu integrasi atau persatuan yang kuat, dan persatuan karena perbedaan seperti inilah yang dibutuhkan oleh Indonesia.
Milenial sejatinya sangat perlu untuk dibimbing secara intensif tentang kepemimpinan. Karena generasi milenial inilah yang akan menjadi pemimpin bangsa dikemudian hari. Oleh sebab itulah, sangat diperlukan upaya untuk menumbuhkan kepemimpinan pada generasi milenial agar nantinya ketika memimpin bangsa, generasi ini tidak terjebak pada perpecahan yang disebabkan oleh adanya perbedaan.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, harus secepatnya menerapkan kebijakan tentang edukasi kepemimpinan pada generasi milenial, karena sangat penting bagi negara dikemudian hari memiliki pemimpin yang paham perbedaan dan menghargai setiap perbedaan yang ada. Edukasi kepemimpinan haruslah diberikan sejak kecil, tidak hanya bergantung pada pemerintah melalui sekolah. Orang tua sebagai pendidik utama bagi anak, sangat perlu untuk menanamkan pemahaman bahwa perbedaan harus dihargai, dihormati, dan dijunjung tinggi. Hal ini supaya nantinya ketika anak berada dilingkungan masyarakat yang lebih luas, yang banyak ragam perbedaan, dirinya dapat menghormati orang yang berbeda dengannya dan mencegah perilaku bullying.
Pada akhirnya, kepemimpinan akan baik jika edukasinya dilakukan dengan baik. Sebaliknya, kepemimpinan akan sangat tidak baik, jika edukasinya tidak dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, semua pihak diperlukan perannya untuk memberikan edukasi kepemimpinan kepada generasi milenial agar mampu menghargai perbedaan, menghindari perpecahan, dan Indonesia dapat menjadi negara dengan penuh toleransi.
UBB Perspectives
Meski Ilegal, Mengapa Bisnis Thrifting Terus Menjamur?
Tantangan Pemimpin Baru dan Ekonomi Bangka Belitung
Sastra, Kreativitas Intelektual, dan Manfaatnya Secara Ekonomi
Lindungi Anak Kita, Lindungi Masa Depan Bangsa
Akankah Pilkada Kita Berkualitas?
Hulu Hilir Menekan Overcrowded
Penguatan Gakkumdu untuk Mengawal Pesta Demokrasi Berkualitas
Carbon Offset : Blue Ocean dan Carbon Credit
Hari Lingkungan Hidup: Akankah Lingkungan “Bisa” Hidup Kembali?
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka