UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
12 Januari 2022 | 15:45:17 WIB
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Ditulis Oleh : Muhammad Syaiful Anwar (Dosen Fakultas Hukum UBB)
Negara dalam pola memelihara dan menjaga lingkungannya berbasis pada UUD NRI Tahun 1945 pasca amandemen yang merujuk pada isi Pasal 28H ayat (1) yang menyebutkan bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Mendasarkan hal tersebut, secara prinsip Negara wajib hadir dalam memenuhi hak warga negara khususnya berkaitan dengan hidup sejahtera dan lingkungan yang baik serta pelayanan kesehatan. Hal ini juga menjadi alas dasar para pengambil kebijakan dalam menangangi masalah yang berkaitan dengan hak hidup, lingkungan dan kesehatan, khususnya berkaitan dengan permasalahan tambang di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya di Kepulauan Bangka Belitung.
Kegiatan pertambangan yang berlaku di Indonesia, sejak beberapa era pemerintahan berganti, secara nyata masih berbenturan antara kepentingan manusia dengan kepentingan pelestarian lingkungan itu sendiri. Negara menerbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam orientasi peraturan tersebut menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Dualisme Kepentingan
Kegiatan pertambangan yang didasarkan pada kebutuhan akan biaya pembangunan seringkali mengabaikan kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan pelestarian lingkungan hidup itu sendiri. Benturan kepentingan ekonomi dan lingkungan yang sering terjadi membuat pemerintah pusing dalam mengambil kebijakan yang populis dan win-win solution untuk masalah yang ada. Kebijakan penataan ruang yang berbasis lingkungan merupakan bagian dari tugas negara untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan. Salah satu tindakan yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga wilayah, khususnya wilayah pesisir dan pulau kecil yaitu dengan membuat Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-pulau Kecil.
Kenyataannya, aturan hukum sudah ada namun masih banyak pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dengan melakukan tindakan pelanggaran-pelanggaran terkait lingkungan di wilayah pesisir. Kerusakan pesisir pantai, dapat menimbulkan ekses kerusakan ekosistem pantai, permasalahan lingkungan pula, diantaranya terjadinya abrasi pantai, banjir, sedimentasi, serta menurunnya produktivitas perikanan dan sebagainya. Hal ini juga terjadi di beberapa wilayah pesisir di Kepulauan Bangka Belitung. Kegiatan pertambangan yang secara nyata dilakukan oleh masyarakat, telah berdampak pada rusaknya ekosistem laut.
Baru-baru ini, terjadi ketegangan antara penambang dengan salah satu warga yang terjadi di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, lebih tepatnya di wilayah Belitung. Dari media daring yang beredar, melansir bahwa ada anggota forum DAS Beltim di demo penambang hingga disuruh hengkang dari Belitung. Menurut Pengamat Lingkungan dan Akademisi UBB, terkait gesekan kepentingan pertambangan tersebut, Artur M. Farhaby berpendapat bahwa sengkarut timah rakyat ini terjadi sejak diperbolehkannya masyarakat untuk menambang, sekitar tahun 1998 setelah Pak Harto lengser. Hal ini dibiarkan menjadi sengkarut hingga sekarang, terlebih saat ini harga timah tembus di angka 200.000-250.000/kg. Urat timah di Bangka bisa ditemukan hampir di semua bagian mulai dari bukit hingga lautan. Saat ini karena kandungan timah di darat mulai menipis maka masyarakat pun mulai merambah daerah pesisir bahkan laut dengan membuat TI tungau ataupun ponton ponton untuk beroperasi di tengah laut antara 0-2 mil dari pantai bahkan lebih.
Hal terkait pertambangan semakin menarik dalam pembahasan peraturan terkait RZWP3K, menyepakati bahwa Pulau Belitung sendiri diorientasikan sebagai arah wisata dan zero tambang sebagai bentuk konsistensi perlindungan terhadap ekosistem lingkungan. Mendasarkan hal tersebut, secara eksplisit penambangan yang tidak terkendali mengakibatkan berbagai masalah yang bukan hanya timbul sekarang namun juga masalah di masa yang akan datang. Walaupun secara finansial pertambangan merupakan tumpuan ekonomi masyarakat atau sumber kehidupan masyarakat, namun hal tersebut hanya durasi pendek, sehingga perlu peran negara melalui stakeholder yang menaungi wilayah atau dengan kata lain pemerintah daerah baik provinsi maupun daerah. Diperlukan perencanaan jangka panjang seperti sebuah pola Standard Operational Procedure (SOP) yang baik dalam proses penambangan di wilayah-wilayah yang diizinkan untuk dilakukan penambangan sesuai dengan Master Plan pertambangan yang ada.
Tindakan Berkelanjutan
Pemerintah daerah secara prinsip bisa melakukan beberapa hal sebagai tindak lanjut atas maraknya penambangan yang terjadi di wilayah tertentu yang di secara alamiah memiliki sumber daya alam yang cukup banyak, salah satunya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pemangku kebijakan, diantaranya yaitu:
1. Monitoring dan Evaluasi Lingkungan Hidup
Pemerintah secara kewenangan yang diberikan kepadanya bisa melakukan tindakan monitoring terhadap kegiatan pertambangan, baik dari sisi prosedural sampai sisi reklamasi yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan eksplorasi pertambangan, baik di wilayah daratan maupun di wilayah pesisir pantai. Tahap selanjutnya ialah evaluasi terhadap pemberian izin pertambangan yang ada. Hal ini terkait dengan banyaknya izin yang dikeluarkan namun tidak melakukan aktivitas atau kegiatan pertambangan yang seharusnya. Hal ini penting dilakukan sebagai bentuk tindakan korektif terhadap pemberian izin tersebut.
2. Moratorium Perizinan Pertambangan
Pelaksanaan perizinan pertambangan yang ada di Indonesia, selama ini berfokus pada orientasi ekonomi, namun keberlanjutan ekologi dan ekosistem lingkungan sedikit diabaikan. Hal ini terbukti dengan semakin maraknya pemberian izin pertambangan namun tidak dikelola dan dilaksanakan seuai dengan SOP yang ada sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan dalam skala besar dan masif. Kerusakan ini berdampak sistemik pada hal-hal lainnya. Di satu sisi merupakan lumbung hidup atau hajat hidup orang banyak namun di sisi lain juga memiliki ekses atau dampak yang cukup signifikan terhadap keberlanjutan kehidupan ekosistem lingkungan, oleh karenanya diperlukan langkah berani dengan melalkukan moratorium terhadap perizinan pertambangan. Hal ini dimaksudkan sebagai langkah preventif terhadap izin tambang yang tidak seusai peruntukan ataupun izin tambang yang tidak produktif lagi. Diharapkan dengan adanya moratorium ini bisa dijadikan sebagai langkah awal pencegahan kerusakan lingkungan berbasis administratif.
3. Penegakan Hukum Lingkungan
Penegakan hukum lingkungan secara prinsip merupakan salah satu upaya dari berbagai sisi untuk mencapai ketaatan terhadap penerapan sebuah peraturan perundang-undangan dan merupakan sebuah persyaratan dalam ketentuan hukum lingkungan yang berlaku secara umum terhadap subyek hukum manapun dan bersifat individual berbasis pada jenis tindakan atau aktivitas yang bersinggungan dengan lingkungan hidup, melalui sebuah sistem pengawasan dan implementasi dalam sanksi administrasi, ataupun melalui gugatan perdata, dan tindak pidana lingkungan. Perihal penegakan hukum sendiri berlandaskan pada titik taut subtansi hukumnya dan sistem hukum itu sendiri. Pelanggaran hukum lingkungan, dampaknya tidak secara instan, namun secara pasti memiliki dampak. Hal ini yang perlu dicegah dan ditangani oleh negara agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang massive, sehingga diperlukan juga penegakan hukum lingkungan yang baik secara substansi, benar secara prosedural dan menyelesaikan masalah sampai ke titik akhirnya.
Kehadiran negara dalam menyelesaikan masalah di masyarakat merupakan bagian dari tugas negara sebagai bentuk konsekuensi logis atas tujuan Negara Kesejahteraan. Negara harus hadir dalam pelbagai masalah yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Negara sebagai harapan akhir dari kepentingan masyarakat diharuskan menyelesaikan masalah secara win-win solution agar semua pihak kepentingannya diakomodir oleh sebagai bentuk tanggungjawab negara terhadap warga negaranya.
Artikel ini dimuat juga di Bangka Pos, edisi 11 Januari 2022
UBB Perspectives
Meski Ilegal, Mengapa Bisnis Thrifting Terus Menjamur?
Tantangan Pemimpin Baru dan Ekonomi Bangka Belitung
Sastra, Kreativitas Intelektual, dan Manfaatnya Secara Ekonomi
Lindungi Anak Kita, Lindungi Masa Depan Bangsa
Akankah Pilkada Kita Berkualitas?
Hulu Hilir Menekan Overcrowded
Penguatan Gakkumdu untuk Mengawal Pesta Demokrasi Berkualitas
Carbon Offset : Blue Ocean dan Carbon Credit
Hari Lingkungan Hidup: Akankah Lingkungan “Bisa” Hidup Kembali?
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka