UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
21 Juli 2022 | 21:48:37 WIB
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Ditulis Oleh : Ariandi A Zulkarnain, S.IP, M.Si
(Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung)
Membicarakan terkait sumber daya alam tentu tidak dapat dihindari untuk membicarakan bagaimana sumber daya dikelola dengan governance yang adil dan beradab pada tujuan bersama bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Kalimat tentang keadilan sosial tentunya menjadi diskursus dalam upaya menjadikan sumberdaya sebagai bagian jalan untuk kesejahteraan masyarakat. Merujuk pada beberapa literatur terkait politik ekologi, Erick Wolf pada tahun 1972 menjelaskan bahwa “Politik Ekologi digunakan sebagai salah satu cara untuk mengungkap peran penting peraturan-peraturan hukum yang menentukan siapa memiliki apa dalam rangka mengatur akses sumber daya yang terbatas”. Dalam penjelasan tersebut dapat dimaknai persepektif politik ekologi digunakan melihat relasi antara manusia dan sumber daya alam dipengaruhi oleh proses politik dan kekuasaan.
Melihat pada carut marutnya kondisi tata kelola sumber daya alam dan lingkungan di Indonesia, Melalui social mapping atau dalam bahasa lain sebagai pemetaan sosial bisa menjadi salah satu opsi pilihan yang dibisa kita ambil dalam upaya menemukan obat yang tepat dari penyakit terhadap krisis ekosistem dan lingkungan (sumber daya alam) serta permasalah ekonomi masyarakat dalam upaya kuasa terhadap lahan dan kawasan. Pendekatan button up dianggap lebih aplikatif dalam meredam konflik dan permasalahan tata kelola maupun kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar kawasan. Pemetaan sosial merupakan langkah awal dan basis data dalam menentukan program dan pola hubungan yang sesuai antar pemangku kepentingan, sehingga terwujud sinergi dan kohesi sosial yang memadai.
Pambudi Handoyo dan Arief Sudrajat (2016) menyatakan pemetaan sosial merupakan kegiatan yang sangat penting untuk dilaksanakan guna memahami kondisi sosial masyarakat lokal, karena setiap masyarakat memiliki kondisi sosial yang berbeda yang dapat mengakibatkan masyarakat mempunyai masalah dan kebutuhan yang berbeda pula. Pemetaan sosial di samping dapat mengetahui kebutuhan dasar masyarakat, potensi sumberdaya dan modal sosial masyarakat, juga dilakukan untuk mengenal stakeholder dalam hubungannya dengan keberadaan dan aktivitas pelaku dalam permasalahan kawasan, mengidentifikasi permasalahan yang dirasakan komuniti dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan menganalisis potensi konflik yang ada pada masyarakat.
Bahrudin, 2013. menyatakan pemetaan sosial dapat memberikan gambaran menyeluruh dari lokasi yang dipetakan, yang meliputi aktor yang berperan dalam proses relasi sosial, jaringan sosial, kekuatan dan kepentingan masing-masing aktor dalam kehidupan masyarakat terutama dalam peningkatan kondisi kehidupan masyarakat, masalah sosial yang ada termasuk keberadaan kelompok rentan, serta potensi yang tersedia, baik alam, manusia, finansial, dan infrastruktur maupun modal sosial Hal tersebut berkaitan dengan strategi pengembangan pertanian yang harus mengakomodasi heterogenitas yang ada dalam aspek biofisik, ekonomi, sosial budaya, kelembagaan dan lingkungan (Notenbaert, et., al. 2013).
Melihat pada kondisi tipologi konflik di masyarakat hari ini dalam tata kuasa dan kelola lahan tentunya tidak ada satu solusi baku yang digunakan dalam menjawab permasalahan nya, namun social mapping dianggap mampu menjadi salah satu dari beberapa solusi dalam menjawab kondisi hari ini. Cara pandang persoalan hari ini selalu dikaitkan dengan persoalan hukum di dalam konflik yang terjadi, padahal jika ditelaah lebih jauh permasalahan yang terjadi justru terkait permasalahan sosial ekonomi masyarakat yang tidak relevan jika digunakan pendekatan hukum.
Social mapping bisa mencapai tujuan dalam upaya mengasesmen kebutuhan masyarakat (need assessment) untuk melahirkan opsi kebijakan yang adil bagi kesejahteraan dan kelestarian sumber daya alam. Selain itu tentu social mapping bisa dipotret dalam beberapa element kunci yakni melakukan penelusuran terhadap materialitas sumberdaya yang sejalan dengan pasar dan kebutuhan masyarakat, kemudian social mapping terhadap institusi yang berkepentingan terhadap kebijakan, assessment terhadap wacana dan pengetahuan kebijakan yang ada di wilayah aktor politik yang menentukan kebijakan dan ruang skala dalam konflik juga menjadi penentu siapa saja yang berkepentingan di dalam konflik, baik dalam lingkup agraria dan tata kelola sumber daya alam.
Fakta yang terjadi di lapangan terkadang berbeda dengan peta izin dan kebijakan yang sudah disusun oleh pemerintah. Kecenderungan konflik justru disebabkan dari memanipulasi peta izin sehingga terjadi konflik dan permasalahan lingkungan. Entah itu dalam upaya menjaga kawasan konservasi dan lindung yang tidak boleh dilakukan aktivitas industri, baik itu aktivitas kehutanan, perkebunan maupun pertambangan. Selain mendapatkan informasi yang lebih akurat, menelaah kebutuhan masyarakat (aspek ekonomi) pada akhirnya menentukan sejauhmana izin industri yang legal dalam administrasi kebijakan dapat benar benar tertib menjalankan aktivitas industri yang sesuai dengan perizinan yang diberikan.
Intervensi yang juga bisa dilakukan oleh pemerintah salah satunya adalah dengan menggunakan basis data social mapping sebagai identifikasi pokok terhadap kebutuhan pemeberian izin dan pengelolaan kawasan. Sehingga terjadi pertemuan dalam hilirisasi kebijakan yang akan bermuara pada peningkatan ekonomi, memastikan pasar yang ramah pada hasil produksi meterialitas atas sumber daya, serta mengintervensi teknologi dan masyarakat sipil dalam memperkuat gerakan sosial yang yang kuat dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
Upaya penyelesaian dan melihat konflik sumber daya alam sebaiknya tidak melulu melalui pendekatan administratif dan birokratis, pemerintah harus masuk lebih dalam menyelam pada realitas sosial dan ekonomi masyarakat dan menjamin bahwa siapa berbuat apa, dan siapa mendapatkan apa? Pertanyaan itu lebih mudah ditelusuri dengan melalukan assessment kebutuhan dan melakukan social mapping, dari data dan fakta terkini. Kata kunci dalam social mapping perlu ditekankan kepada memastikan 4 sektor kunci dalam kebijakan ekologi guna tata kelola sumberdaya yang berkeadilan yakni : pasar, governance, teknologi dan masyarakat / gerakan sosial yang kuat dalam pemeberdayaan.
(Artikel juga di Publish di Katakata.id, Edisi Kamis 07/06/2022)
UBB Perspectives
Meski Ilegal, Mengapa Bisnis Thrifting Terus Menjamur?
Tantangan Pemimpin Baru dan Ekonomi Bangka Belitung
Sastra, Kreativitas Intelektual, dan Manfaatnya Secara Ekonomi
Lindungi Anak Kita, Lindungi Masa Depan Bangsa
Akankah Pilkada Kita Berkualitas?
Hulu Hilir Menekan Overcrowded
Penguatan Gakkumdu untuk Mengawal Pesta Demokrasi Berkualitas
Carbon Offset : Blue Ocean dan Carbon Credit
Hari Lingkungan Hidup: Akankah Lingkungan “Bisa” Hidup Kembali?
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka