UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
11 Januari 2025 | 19:40:09 WIB
Meski Ilegal, Mengapa Bisnis Thrifting Terus Menjamur?
Ditulis Oleh : Herza

Dosen Sosiologi Universitas Bangka Belitung
SEJAK terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, perbincangan mengenai bisnis thrifting atau jual beli pakaian bekas impor menjadi ramai kembali di ruang publik. Banyak media massa yang memberitakannya, dan seperti biasa, perbincangan tersebut merembet dan bereskalasi cepat di ruang media sosial.
Bahkan, dalam beberapa bulan di tahun 2023, diskursus mengenai thrifting menjadi trending topik. Mengapa menjadi trending topik? Sebab, kebijakan pemerintah memperketat larangan thrifting ini sejak awal sudah kontroversial, mengundang pro-kontra dari pelbagai pihak. Tidak heran, karena kebijakan tersebut menyangkut nasib hidup para pelaku bisnis (termasuk pedagang) yang tidak sedikit jumlahnya.
Di satu sisi, kebijakan yang memperketat larangan thrifting menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas penjualan pakaian produksi lokal atau dalam negeri. Namun di sisi lain, kebijakan tersebut juga menjadi hulu masalah bagi pedagang serta karyawan yang selama ini telanjur menggantungkan hidupnya di sektor thrifting. Ditambah lagi, di Indonesia, konsumen pakaian bekas impor ini jumlahnya banyak, dan mencakup masyarakat dari berbagai kalangan. Mereka yang selama ini nyaman berbelanja di pasar thrifting tentu akan berkontribusi dalam menciptakan “kebisingan” di publik dengan berbagai bentuk protes atau kontradiksi terhadap apa yang dilakukan pemerintah.
Tujuan pemerintah kita untuk mengurangi (kalaupun tidak ingin menyebutnya upaya membasmi) masuk dan diperdagangkannya pakaian bekas dari luar negeri tampaknya belum berbuah maksimal hingga akhir tahun 2024. Hal itu dapat terlihat dari masih menjamurnya kios atau tempat dipasarkannya pakaian bekas impor. Belum lagi, marketplace online yang menyediakan pakaian bekas impor ini tidak kalah tumbuh suburnya dengan pasar offline.
Sudah Ada Tindakan Konkret Penanganan Bisnis Thrifting
Melansir berita dari media Kompas bulan Agustus 2024 lalu, pada Maret 2024, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pernah memimpin langsung aktivitas pemusnahan 824 bal pakaian yang ditaksir senilai Rp10 miliar di pergudangan Jaya Park, Sidoarjo, Jawa Timur. Selain itu, pada Juli 2024, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menyita 3.332 bal pakaian bekas impor. Barang tersebut disita dari beberapa wilayah, yakni Bandung, Tanjung Priok, dan Cikarang. Ini menunjukkan sebenarnya sudah ada upaya konkret yang dilakukan pemerintah sebagai keseriusan dalam menangani eksistensi bisnis thrifting.
Pemerintah tidak hanya sekadar membuat peraturan perundang-undangan pengetatan larangan. Namun menariknya, di akhir berita yang penulis kutip ini, disampaikan penulis/wartawan media Kompas bahwa “meski pemberantasan pakaian bekas impor terus dilakukan, peredarannya tetap saja marak.”
Mengapa Bisnis Thrifting Tetap Eksis?
Pertanyaan berikutnya, mengapa meski aktivitas jual beli pakaian bekas impor ini termasuk aktivitas ilegal dan bahkan sudah diinfokan pemerintah juga agak berbahaya secara kesehatan, namun tetap saja marak terjadi atau bahkan menjamur? Berdasarkan penelusuran terhadap artikel yang tersedia secara online, dan kajian lapangan di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung (tahun 2023), ada beberapa alasan utama, yakni:
-Minat Masyarakat Terhadap Baju Bekas Impor Masih Tinggi
Dari sisi peminat atau konsumen, ternyata pakaian bekas impor masih sangat digemari oleh warga kita. Seolah-olah warga yang menjadi konsumen tak memedulikan kalau ada peraturan yang melarang aktivitas thrifting ini. Berdasarkan laporan Litbang Kompas (2024), tingginya permintaan akan baju bekas impor cukup merata di semua lapisan masyarakat, termasuk golongan mampu sekalipun.
Menurut laporan Litbang Kompas tersebut, fenomena tingginya permintaan konsumen akan pakaian bekas impor teridentifikasi dari jejak digital di internet yang berkaitan erat dengan aktivitas jual beli baju bekas impor. Tingginya minat belanja thrifting masyarakat di Indonesia salah satunya terlihat dari jejak digital pencarian di Google. Data skor minat pengguna Google terdokumentasi dalam Google Trends.
Beberapa konsumen berkomentar terkait alasan mereka menggandrungi pakaian bekas impor, yakni utamanya karena dengan biaya yang lebih terjangkau mereka bisa menggunakan pakaian branded (tidak mempersoalkan meski pakaian bekas). Menurut Purwanti dan Kholifah (2021), serta hasil studi Diana (2019), beberapa faktor yang mendorong orang-orang untuk memilih membeli pakaian bekas impor adalah karena pakaian yang dijual cenderung mengikuti tren, banyak pakaian yang branded atau world brands, serta harganya yang lebih murah dengan kualitas pakaian yang masih bagus.
-Pendapatan yang Menggiurkan
Alasan utama lainnya mengapa bisnis thrifting tetap eksis dan bahkan terus menjamur hingga tahun 2024, yakni karena alasan jumlah pendapatan yang menjanjikan. Tahun 2023, penulis telah melakukan penelitian terhadap pedagang thrifting di Kota Pangkalpinang, yang salah satu hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas ini mendatangkan pendapatan yang menggiurkan.
Berdasarkan keterangan dari beberapa informan penelitian, rata-rata pendapatan pedagang thrifting di Kota Pangkalpinang di atas Rp3 juta per bulan. Bahkan ada yang sampai belasan dan puluhan juta rupiah omzet per bulan yang didapatkan.
-Belum Adanya Pemberian Sanksi Tegas bagi Keseluruhan Pelaku Bisnis
Berdasarkan penelusuran dan kajian lapangan terhadap pedagang thrifting di Pangkalpinang, menunjukkan bahwa para pedagang thrifting mayoritas sudah paham akan adanya peraturan perundang-undangan yang melarang aktivitas jual beli pakaian bekas impor. Namun demikian, dari sisi sanksi bagi mereka para pedagang yang tetap menjajakan pakaian bekas impor, dirasa masih cenderung kurang jelas, khususnya dari sisi informasi yang mereka dapatkan.
Pada saat wawancara, beberapa informan (para pedagang pakaian bekas impor) mengatakan sejauh ini yang mereka rasakan dari terbitnya peraturan perketat larangan thrifting adalah tersendatnya proses pengiriman pakaian untuk dijual. Ada masa mereka susah mendapatkan kiriman pakaian bekas. Rata-rata mereka menjawab belum pernah mendapati ada kios, toko, atau pedagang yang ditertibkan secara tegas karena menjalankan aktivitas thrifting.
Melihat bagaimana dinamika di lapangan terkait kondisi para pedagang thrifting dan bagaimana upaya penanganan dari pemerintah, dapat disimpulkan bahwa memang tidak mudah proses untuk memusnahkan ataupun mengurangi bisnis jual beli pakaian bekas impor. Ada banyak konteks yang menjadi pertimbangan atau membuat pemerintah tidak bisa “mulus” dalam menindak tegas para pelaku bisnis.
Misalnya saja, ketika melarang thrifting, maka pemerintah harus turut berupaya menyediakan alternatif usaha bagi para pedagang thrifting tersebut. Salah satunya adalah mengupayakan para pedagang tersebut beralih menjadi pedagang produk dalam negeri.
Terakhir, semoga saja ada jalan tengah atau jalan ketiga (the third way) dalam menangani persoalan yang kompleks ini. Mungkin, dengan adanya rencana Kemendag untuk menaikkan biaya bea masuk hingga 200 persen terhadap tujuh komoditas menjadi kebijakan yang termasuk kepada the third way terbaik untuk semua pihak.
UBB Perspectives
Tantangan Pemimpin Baru dan Ekonomi Bangka Belitung
Sastra, Kreativitas Intelektual, dan Manfaatnya Secara Ekonomi
Lindungi Anak Kita, Lindungi Masa Depan Bangsa
Akankah Pilkada Kita Berkualitas?
Hulu Hilir Menekan Overcrowded
Penguatan Gakkumdu untuk Mengawal Pesta Demokrasi Berkualitas
Carbon Offset : Blue Ocean dan Carbon Credit
Hari Lingkungan Hidup: Akankah Lingkungan “Bisa” Hidup Kembali?
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka