+62 (0717) 422145
Link Penting UBB

Artikel Feature UBB

Universitas Bangka Belitung's Feature
02 September 2010 | 13:37:01 WIB


Ritual Ceriaek atau Mucak Kampong Air Menduyung


Bintang-bintang menghiasi langit di malam minggu pertama kami tinggal di Desa Air Menduyung. Kami berangkat ke rumah kepala desa diantar sekretaris desa. Jalan yang kami lalui masih tanah kuning yang tidak rata. Sehingga kami harus berhati-hati agar tidak jatuh. Kiri kanan jalan berupa hutan dan kebun masyarakat.

Rumah kepala desa terletak di dusun Mandung Lembu. Sekira 20 menit dari posko KKN.Ternyata kedatangan kami ke rumah kepala desa sudah ditunggu oleh perangkat desa dan para tetua di desa ini. Kami sangat terharu dengan penyambutan yang bagi kami sangat luar bisaa. Salah satu bapak bapak yang hadir adalah keturunan langsung dari suku asli. Dari beliaulah kami mendapat cerita budaya masyarakat desa Air Menduyung.

Masyarakat desa Air Menduyung ternyata masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang. Salah satunya yaitu ritual Ceriaek atau Mucak Kampong yang dilaksanakan setahun sekali. Ritual itu dilaksanakan setelah selesai panen padi. Bisaanya, ritual dilaksanakan pada Maret. Acara ini diikuti oleh semua warga Air Menduyung. Acara ini dipimpin oleh ketua adat atau disebut juga Batin Laut atau Dukun laut. Dukun laut dibantu oleh Bebayue atau pembantu Batin Laut dalam melaksanakan ritual tersebut.
Tiga hari sebelum hari H, dilakukan pemungutan beras ke rumah-rumah warga atau penduduk oleh para Bebayue yang disebut muffu. Selain beras para Bebayue juga mengumpulkan ayam dan telur untuk keperluan ritual tersebut. Sehari sebelum hari H, pada pukul 14.00 WIB para Bebayue berangkat ke pondok, sebuah tempat yang sudah disiapkan sebelumnya. Kira- kira 100 meter dari rimbaek Tanjung Tadah. Pada malam hari, dimulailah memaksak nasi Bajid atau nasi setahun sekali. Nasi ini berasal dari beras yang dikumpulkan dari warga.

Setelah nasi masak, maka dilanjutkan dengan pemotongan ayam. Bagian ayam seperti kaki dan kepala ditaruh di atas daun keladi lalu dibuang ke hutan. Sedangkan badan ayam diikat pada sebatang kayu yang sudah disiapkan. Nasi yang sudah masak di taruh juga di atas daun keladi kira-kira sebanyak 5 sendok. Lalu kedua bahan tersebut ditaruh dihutan. Hal ini bertujuan Antu Rabaek, Antu Raben serta nenek moyang terdahulu tidak mengganggu. Dengan prosesi ini juga merupakan sebagai berita bahwa acara ritual telah dimulai.

Pagi, pada pukul 8.00 WIB, Batin Laut dan masyarakat berangkat ketempat pelaksanaan ritual.Tempat ritual di objek wisata Tanjung Tadah. Jarak ke tempat ritual dari desa Air Menduyung kira kira 2,5 km dan perjalanan ini melewati hutan rimba yang masih alami. Selain itu perjalanan menuju tempat ritual bisa ditempuh melalui jalur laut. Selama dalam perjalanan, rombongan tidak boleh terlalu berisik dan tidak boleh menunjuk apapun dengan telunjuk tangan. Setelah sampai di tempat ritual,para Bebayue membersihkan tempat ritual. Selanjutnya rombongan masyarakat harus bersalaman dengan Batin Laut sebelum acara dimulai. Tepat pukul 12.00 ritual dimulai dipimpin oleh Batin Laut.

Ritual dipimpin oleh Batin Laut dengan pembacaan doa, lalu para Bebayue menyiapkan ketan darat yang berwarna merah dan putih. Diatasnya ditaruh telur ayam lalu ditaruh diatas angger atau kayu yang dibelah lalu diikat dengan akar. Jumlah angger 3 buah dan setelah itu Bebayue menyalakan lilin(yang terbuat dari sarang madu,kusus untuk ritual). Angger tersebut diletakan menghadap laut,darat dan tengah.

Lalu Batin Laut menghadap gua kecil di dekat bebatuan,menghidupkan dupa dan berdoa sambil tangannya masuk ke dalam gua tersebut. Gua tersebut berada ditengah- tengah bebatuan. Konon, gua tersebut merupakan alat komunikasi dengan para leluhur. Hanya Batin Laut yang bisa berkomunikasi dengan para leluhur tersebut. Setelah doa selesai dilaksanakan,rombongan boleh memasukan tangan kedalam gua tersebut sambil berdoa sesuai keinginan masing-masing.

Untuk masyarakat yang tidak bisa mengikuti ritual ke Tanjung Tadah,mulai pukul 11.00 sampai 13.00 tidak boleh meninggalkan rumah untuk pergi melaut,berkebun atau aktivitas apaun.Kalau pantangan ini dilanggar maka bisa berakibat fatal.

Ada warga yang tidak menuruti pantangan tersebut. Warga tersebut pergi ke hutan untuk menebang kayu. Tak lama kemudian ada kabar bahwa kayu yang ditebang warga tersebut menimpa tubuh penebang hingga tewas. Contoh lainnya yaitu warga berjalan di waktu yang tidak diperbolehkan dan tiba-tiba warga tersebut hilang dibawa jin. Akhirnya dengan bantuan dukun laut, orang tersebut ditemukan tetapi dalam keadaan bisu sampai sekarang.

Setelah acara di Tanjung Tadah selesai, maka rombongan pulang ke rumah Batin Laut untuk melaksanakan doa bersama atau dikenal dengan baca dua. Baca dua dipimpin oleh ketua atau guru ngaji. Setelah itu rombongan menyatap hidangan yg telah disediakan,dari seluruh hasil panen darat atau laut yang dikumpulkan beberapa hari sebelum acara dimulai.

Acara untuk malam hari dipimpin oleh Dukun darat. Siang hari pada waktu acara di Tanjung Tadah, Bebayue dukun darat dan masyarakat yang ingin membantu membuat dua buah perahu dari kulit kayu serta dari dahan rumbia, serta orang-orangan yang menyertai manusia sebanyak sembilan buah (9 roh halus yang diyakini masyarakat Air Menduyung) kain putih, benang yang dipasang setelah perahu selesai ini bagian perahu depan.

Untuk perahu belakang bentuknya lebih kecil dari perahu didepan. Ditempat membawa makanan yang dibuat dari sagu atau tepung beras(diletakan di dalam perahu sebagai uang dan makanan yang dikirim ke mahluk kayangan).

Sekira jam 5 sore rombongan menuju balai desa bukit terak terus setelah jam 7 malam rombongan kembali ke balai. Para Bebayue meletakan daun bakau dan daun medang,kapur sirih dan daun dambar, setelah itu Bebayue menancapkan sebatang pohon mentangor yang ukuran sebesar telunjuk orang dewasa didepan balai, kemudian mulai meniupkan lilin merah di perahu.

Batin Darat membaca mantra atau salam. Setelah itu para Bebayue mengangkat perahu dibawa ke pengkal batin di belakang SD 4 Simpang Teritip (SD Bukit Terak) pada saat perahu dibawa, seorang Bebayue jalan dahulu untuk memotong sebatang pohon yang ditancapkan tadi. Setelah sampai di pengkal batin, perahu diletakan diatas kayu yang telah disiapkan sebanyak delapan batang setelah itu Bebayue meniup api pedupa .

Selanjutnya Batin Darat memulai membakar kemenyan. Tujuannya agar Batin Darat dapat berbicara langsung dengan para mahluk-mahluk halus dari 4 penjuru angin untuk dipulangkan ke tempatnya masing-masing. Setelah itu para rombongan kembali ke balai untuk melaksanakan pengobatan masal secara tradisional untuk menyembuhkan segala macam penyakit dengan pinang dan daun bonglay. Selain untuk pengobatan, pinang dan bonglay,dedaunan serta kapur sirih juga dibawa pulang untuk pemulan padi dan menjaga rumah dari segala macam gangguan mahluk halus.***

Oleh : Kelompok ST 7 Air Menduyung KKN Angkatan V Universitas Bangka Belitung
DPLl: Hj Rullyanti Susi Wardhani,Msi













Feature UBB

Berita UBB

UBB Perspectives