+62 (0717) 422145
Link Penting UBB

Artikel Feature UBB

Universitas Bangka Belitung's Feature
22 April 2008 | 08:55:04 WIB


UNIVERSITAS BERKELAS DUNIA


Pada tanggal 9 April yang lalu, ada kejadian penting yang tidak boleh dilewatkan begitu saja oleh kita masyarakat Bangka Belitung. Kejadian penting itu adalah pertemuan antara Mendiknas RI dengan rombongan yang terdiri atas para pemimpin eksekutif dan legislatif (Gubernur, Pimpinan DPRD Provinsi serta seluruh ketua-ketua fraksi, Ketua Komisi D dan para anggotanya); anggota-anggota DPR-RI dan DPD-RI daerah pemilihan Bangka Belitung; Ketua Yayasan Pendidikan Bangka Belitung; Ketua Dewan Pendidikan Bangka Belitung; Kepala-kepala Dinas; dan Rektor Universitas Bangka Belitung. Ini adalah rombongan besar yang jumlahnya lebih dari 20 orang. Saya sebagai rektor hanya memfasilitasi saja, karena permintaan bertemu dengan Mendiknas langsung dari Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi. Rencana pertemuan ini sudah lebih dari satu tahun diupayakan, namun baru kali itu dapat terlaksana. Jadi bolehlah saya katakan peristiwa pertemuan ini langka dan penting serta masuk dalam event sejarah bagi Provinsi umumnya dan UBB khususnya.

Pertemuan itu sendiri diadakan di ruang Menteri dalam suasana yang gayeng tapi berbobot. Singkat cerita kesimpulannya, Menteri menyatakan persetujuannya UBB menjadi universitas negeri dengan ‘sedikit’ permintaan. Pertama, supaya tidak ada lagi permasalahan di level pendidikan usia dini dan menengah di Bangka Belitung. Permintaan ini telah terjawab dengan data yang menunjukkan bahwa kondisi pendidikan usia dini dan menengah di provinsi ini tidak mengecewakan dalam perbandingannya di tingkat nasional karena preferensinya di atas rata-rata nasional. Permintaan kedua, supaya Gubernur menjamin dana bantuan bagi UBB tidak dicabut setelah negeri. Menurut Menteri supaya tidak ada kesan seakan-akan status negeri menjadi kompensasi pendanaan mengurangi beban Provinsi. Permintaan ini langsung direspon oleh Gubernur secara positif. Yang ketiga, Menteri minta supaya Politeknik tidak dialihkan menjadi S1. Tentu saja permintaan ini sesuai dengan rencana UBB yang tetap menguatkan kedudukan Polman sebagai lembaga politeknik, bukan sebagai program S1.



Permintaan keempat ini bersifat perencanaan akademik, yakni Menteri ‘menantang’ UBB apakah nantinya bisa menyaingi UGM dan menjadi world class university? Saya yang waktu itu duduk berdekatan dengan Menteri sebenarnya tidaklah terlalu kaget dengan permintaan atau tantangan Pak Menteri ini. Saya selama ini telah cukup terbiasa dengan ide-ide perencanaan pendidikan tinggi. Apalagi di lingkungan pendidikan tinggi kita punya acuan nasional yang dikenal dengan HELTS (Higher Education Long Term Strategy atau Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi). Semua rektor negeri harus menguasainya, mendalami dan kalau perlu memberi masukan berarti ke dalamnya. Oleh karena itu saya spontan menjawabnya, “Pak Menteri, beri waktu UBB 20 tahun untuk memenuhi tantangan itu”. Saya kira semua yang hadir pasti dalam hati ingin mengatakan apa Rektor asal ngomong saja. Apa mungkin UBB yang baru berusia 2 tahun dalam waktu hanya 20 tahun mampu menyaingi UGM yang sudah berumur 61 tahun (sekarang) dan 81 tahun (pada 20 tahun ke depan)?

Ada dua hal dalam benak saya waktu itu. Pertama, Pak Menteri harus diyakinkan betul bahwa UBB bukanlah universitas yang dibangun asal-asalan. Asal ada universitas, asal ada papan nama, asal ada kampusnya, asal berstatus negeri dan asal-asal yang lain. Pak Menteri pasti tidak senang dengan jawaban seorang rektor yang asal-asalan, ragu, bingung mau jawab apa dan bagaimana. Misalnya, “yah Pak Menteri nantilah kita lihat ke depannya bagaimana, wong usia UBB saja baru 2 tahun, yang penting negerikan saja dulu, belakangan nanti kita pikirkan bersama”. Jika jawaban saya seperti itu, dapat dipastikan proses penegerian beralasan untuk dihentikan atau sekurang-kurangnya ditunda dalam waktu tak terbatas.



Kedua, dan ini yang lebih penting. UBB harus punya strategi sendiri untuk mewujudkan tantangan yang sekaligus ‘mimpi’ itu. Pada waktu pertemuan itu hanya sekilas saja saya sampaikan. Yang penting dulu tunjukkan kepada Pak Menteri bahwa UBB punya strategi dalam 20 tahun ke depan dalam upaya mendudukkan dirinya setara dengan perguruan tinggi ternama di dalam negeri dan juga luar negeri.

Strategi pertama begini, UBB harus punya ‘mimpi’ dulu, sebuah cita-cita yang luar biasa tinggi yang didasari semangat bersaing yang juga luar biasa tingginya. Kalau anda suatu ketika ingin mengungguli UGM misalnya, maka yang anda pasang sebagai acuan persaingan janganlah UGM atau (apalagi) perguruan tinggi yang ada di level bawahnya. Anda keliru. Carilah acuan atau benchmark yang lebih tinggi lagi. Misalnya salah satu universitas yang berkelas dunia di Amerika, Australia, Jepang, Taiwan atau minimal di Singapura.

Katakanlah Amerika terlalu jauh secara fisik, kita lirik Australia yang pada lima tahun yang lalu saja memiliki perguruan tinggi kelas dunia sebanyak 13 buah. Di Jepang bahkan ada 35 PT kelas dunia dan di Taiwan ada 5. Kalau mau lebih dekat dan ini dekat sekali dengan kita di Babel, yakni Singapura. Di kota singa ini kita dapatkan 2 buah PT yang berkelas dunia. Ke mereka itulah sebaiknya kita mengacu. Arahkan ukuran badan kita ke sana, pantas-pantaskan. Nah, ternyata jauh sekali. Betapa kecilnya kita dibandingkan dengan mereka. Tapi jangan kecil hati. Mantapkanlah arah persaingan itu. Jadikan Jawa sebagai ‘pekarangan belakang’ dan Laut Cina Selatan dan Samudera Pasifik sebagai ‘pekarangan depan’ UBB. Kalau anda punya cita-cita setinggi pohon keladi, apalah yang anda bakal dapatkan jika itu tidak tercapai. Kalau cita-cita setinggi pohon kelapa tetapi gagal, tingginya pohon keladi minimal dapat diharapkan. Namun kalau anda punya cita-cita setinggi langit dan gagal, tingginya pohon kelapa insyaallah masih didapatkan. Jadi, janganlah hanya bercita-cita setinggi pohon keladi!

Strategi kedua, pelajari dengan cermat apa kelebihan dan kekurangan PT yang ada di Jawa. Ambil kelebihannya dan buang jauh-jauh kelemahannya. Mengapa PT di Jawa yang sudah berumur cukup tua seperti UGM misalnya barulah dua tiga tahun yang lalu masuk ranking 500 PT berkelas dunia. Mengapa PT yang jauh lebih muda seperti di Singapura dan (sekarang) di Malaysia telah lebih dahulu masuk ke kelas dunia? Setelah dicermati ada beberapa petunjuk penting untuk dikutip oleh UBB sebagai pelajaran berharga.



Pertama, semua PT yang berkelas dunia ditandai oleh sebuah parameter sederhana, yakni seberapa banyakkah jumlah mahasiswa asing yang tertarik studi di PT itu? Kedua, seberapa jauhkah kerjasama asing yang ditawarkan kepada PT itu? Dengan parameter sederhana ini berarti UBB dalam 20 tahun ke depan harus mampu menarik mahasiswa asing belajar di UBB dan sekaligus menarik bagi kerjasama dengan pihak asing. Dengan demikian, apa saja yang harus disiapkan oleh UBB untuk dapat memenuhi parameter itu?

Bahasa Inggris
Bahasa asing ini tidak bisa ditawar-tawar lagi sebagai bahasa yang harus dikuasai oleh seluruh dosen dan pegawai UBB. Lembaga bahasa di universitas memiliki beban yang cukup berat untuk membantu tercapainya program ini. Setiap kali dalam beberapa bulan harus diadakan ujicoba atau sekaligus TOEFL di dalam kampus. Kursus Bahasa Inggeris lebih dikerucutkan pada kemampuan kelulusan TOEFL di samping pencapaian kemampuan umum berbahasa Inggeris. Dengan kemampuan ini dosen UBB didorong untuk mengambil studi S2 dan S3 mereka di luar negeri, terutama di PT yang berkelas dunia itu tadi. Dorongan untuk bersekolah di dalam negeri dikendurkan, kecuali dalam kondisi tertentu yang dimaklumi.

Diperkirakan tahap ini dapat dimulai dan dirasakan pada 4 atau 5 tahun ke depan. Semua PT dunia realistis menomorsatukan bahasa internasional ini. Jepang dengan keagungan bahasanya tetap menggunakan Bahasa Inggeris sebagai bahasa pengantar untuk kelas-kelas internasional di PT mereka. Perancis sekalipun yang konon ‘membenci’ bahasa asing kecuali Bahasa Perancis, diam-diam juga berbahasa Inggeris di kelas-kelas internasional PT mereka.

Specific content. Universitas harus memiliki ‘sesuatu’ yang khusus dan menarik minat orang luar untuk datang ke UBB, baik untuk mendalami ilmu pengetahuan maupun melakukan kerjasama. Sekarang setiap program studi harus memiliki peminatan khusus yang di PT lain di Indonesia sulit didapatkan. Program studi di Fakultas Ekonomi jangan hanya mengembangkan yang ‘biasa-biasa’ saja. Kembangkan dengan cerdas inovasi studi manajemen dan akuntansi yang khas yang orang lain belum pernah pikirkan. Program Studi Hukum demikian juga. Jangan puas dengan apa yang ada, cari konten yang khas dan dapat menjadi ciri istimewa Program Studi Hukum di Indonesia. Ini sekedar contoh bagi yang lainnya.

Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) diharuskan memiliki dan mengembangkan pusat-pusat studi yang langka dan sekaligus bermanfaat bagi wilayah Bangka Belitung dan sekitarnya. Salah satunya adalah Pusat Studi Pulau-Pulau Kecil. Ini kajian yang masih langka di Indonesia dan juga mancanegara, serta akan menjadi daya tarik orang luar untuk bergabung dengan kita. Yang lain adalah Pusat Studi Bekas Lahan Tambang yang juga langka. Beberapa dosen UBB telah mendapat penghargaan nasional dan memperoleh apresiasi internasional berkat kajian ini. Keahlian tentang sungai-sungai tropis juga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi teman-teman di Eropa, Amerika dan Australia. Di tataran ilmu sosial sebagai misal adalah Laboratorium Rekayasa Sosial di Program Studi Sosiologi yang juga langka di Indonesia. Ini dapat dikembangkan dan akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengkaji ilmu sosial di Indonesia dan mancanegara. Kajian tentang pola integrasi melalui kontak-kontak sosial budaya yang intens dan bahkan melalui asimilasi yang telah berlangsung lama antara komunitas keturunan etnis Cina dan keturunan etnis Melayu pasti akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengkaji ilmu sosial mancanegara.

Sumber daya manusia. Bagaimana dengan SDM yang akan menjadi mesin penggerak universitas? Apakah mereka cukup dengan melihat kemampuan SDM yang masih terbatas? Mari sedikit kita telaah. UBB saat ini baru memiliki sekitar 140 dosen tetap. Diantaranya pada tahun 2009 akan ada sejumlah 50 dosen tetap berstrata S2 dan hanya ada 3 dosen berstrata S3. Kita lihat bagaimana pertumbuhannya ke depan. Sejak tahun 2006 di kala UBB masih mengawali hidupnya, sebanyak 16 dosen berangkat untuk studi S2 mereka. Tahun 2007/2008 ini berangkat lagi lebih banyak, yakni 20 dosen yang diantaranya 4 orang mengambil S3 yang sebagian besarnya di mancanegara (Malaysia dan Australia). Jika kita buat proyeksinya dengan asumsi jumlah dosen yang berangkat minimal tetap seperti semula tiap tahunnya, berapakah jumlah dosen bergelar doktor minimal di UBB pada tahun 2028 (20 tahun dari sekarang)? Minimal jumlahnya ada 50 orang doktor dalam berbagai bidang ilmu. Jadi di tahun 2028 dengan prakondisi seperti apa yang saya sampaikan tadi, UBB bakal memiliki 50 orang bergelar doktor/PhD yang saya yakin semuanya mahir berbahasa Inggeris. Angka ini hanya berdasarkan dosen tetap regular yang disekolahkan, belum termasuk dosen-dosen yang ada kemungkinan pindah dari PT yang lain, dosen luar biasa, dosen tamu asing dan lain sebagainya. Selebihnya dari dosen UBB pada tahun 2028 adalah berstrata S2 akademik, tidak ada lagi dosen yang hanya bergelar S1.

Proses belajar mengajar. Bagaimanakah sistem yang ingin diterapkan di UBB dalam rangka belajar mengajarnya? UBB harus belajar dari kelemahan PT lain di Jawa yang selama ini mereka lakukan dan sulit diubah. Kebanyakan PT di Jawa (yang kemudian juga menjadi acuan PT di luar Jawa) menerapkan proses yang saya namakan dengan involusi pendidikan tinggi. Gejalanya adalah pertama, politik praktis terlalu dominan dan membahayakan asas-asas berpikir objektif dan dengan demikian secara perlahan dan pasti akan mengikis otoritas akademik. Gejala kedua, ada pandangan keliru tentang strata pendidikan tinggi di kampus. Para pengelola kampus, terutama di kala mereka telah memperoleh gelar S3 dan guru besar, ada kecenderungan yang seakan-akan logis untuk membuka program studi S2 dan/atau S3. Apa dampaknya bagi pendidikan S1 yang menjadi basis pendidikan tinggi di tingkat universitas? Basis pendidikan ini tidak berkembang maju. Ia mandeg dan bahkan mundur. Di negara maju situasi ini tidak terjadi. Mengapa? Karena sistem memerintahkan mereka untuk fokus terutama pada pendidikan jenjang S1 (termasuk D3) yang telah menjadi basis pendidikan tinggi di manapun di dunia.

Akibat yang lebih parah adalah terjadi kemunduran secara simultan pada lembaga PT yang bersangkutan. Dari luar nampak hebat, tetapi di dalam terjadi involusi pada pendidikan basis mereka. Pada umumnya sebab musabab yang tergali adalah para dosen tidak memperoleh penghasilan yang cukup. Untuk itu mereka memperoleh nafkah tambahan yang signifikan dari program studi S2 dan S3 yang mereka bentuk itu. Yang lebih parah lagi dalam kenyataannya, mahasiswa yang mengambil program studi S2 dan S3 itu adalah orang-orang yang hanya sekedar ingin menyandang gelar belaka. Akibatnya proses pendidikan menjadi amburadul dan kualitas dikorbankan.
UBB ingin dari awal menangkal dua gejala itu melalui upaya-upaya memberi kesadaran kepada semua civitas akademika bagaimana membangun universitas yang unggul dalam peradaban.



Maket Pembangunan Gedung Kampus Terpadu UBB


Apa makna sederhananya? Kalau kita ingin unggul membangun peradaban melalui universitas, kita harus mengerti betul mengapa sebabnya ada bangsa yang unggul dan ada pula yang tidak. Di negara lain pencapaian keunggulan itu berjalan secara evolutif, sedangkan di Indonesia berjalan sebaliknya involutif. UBB harus cerdas untuk tidak mengulang-ulang proses yang jelas-jelas tidak akan bisa atau paling tidak terlalu lambat untuk mencapai keunggulannya.
Fasilitas. Tentu hanya omong kosong belaka jika sebuah PT yang berkoar ingin hebat dalam 20 tahun tidak memiliki fasilitas yang memadai. Gedung kuliah masih status pinjam pakai, lahan kampus masih terbengkalai, sistem informasi masih manual dan lain sebagainya. Oleh karena itu tahun ini juga kampus di Balunijuk telah dimulai pembangunannya. Seiring dengan itu status penegerian insyaallah tahun ini juga bakal disandang. Fasilitas sistem informasi yang mutahir telah terpasang semenjak beberapa bulan saja setelah universitas ini berdiri di tahun 2006 yang lalu. Website UBB telah mengglobal dan memperoleh banyak apresiasi dari mancanegara. Bagi para mahasiswa yang memiliki laptop dengan mudah mengakses internet di kampus karena fasilitas hotspot telah tersedia. Fasilitas lain tentu secara bertahap dan pasti akan dipenuhi seiring dengan usia yang disandang oleh universitas ini.

Demikianlah antara semangat, cita-cita, dan perencanaan harus menyatu. Tinggal lagi bagaimana konsistensi yang terus menerus untuk memelihara sustainabilitas aplikasinya minimal selama 20 tahun ke depan. Semuanya harus tergambar dengan jelas di dalam rencana strategis (renstra) jangka panjang universitas dan dijalankan dengan konsisten serta terukur. Jika apa yang saya sampaikan tadi dapat dilakukan dengan baik, maka ‘tantangan’ Pak Menteri bahwa UBB bisa bersaing dengan UGM dan menapaki persaingan untuk menjadi world class university bukanlah sesuatu yang tidak mungkin kita capai. InsyaAllah.

Feature UBB

Berita UBB

UBB Perspectives