+62 (0717) 422145
Link Penting UBB

Artikel Feature UBB

Universitas Bangka Belitung's Feature
15 Mei 2012 | 10:15:39 WIB


Sebuah Perjalanan Spiritual




Ka,bah dilihat dari lantai 2 Masjidil Haram, Mekkah al Mukarromah.




Siapkah kita manakala ada sebuah kesempatan melakukan perjalanan spiritual ke tanah suci Mekkah dan Madinah dalam satu paket umroh? Itulah yang terjadi pada saya yang mendapat undangan Allah swt untuk berkenan hadir ke kota suci tersebut bersama istri di akhir bulan April lalu. Sederet persiapan dilakukan untuk memenuhi undangan itu dari mulai persiapan materi, fisik, mental sampai pada persiapan pengetahuan yang diperlukan. Meskipun perjalanan ini termasuk perjalanan singkat yaitu 9 hari sejak dari dan kembali ke tanah air namun padatnya acara nanti, menyebabkan persiapan yang dilakukan tidak bisa tidak serius baik untuk diri sendiri maupun yang ditinggalkan di rumah. Segala persiapan akhirnya selesai termasuk acara selamatan dirumah yang dihadiri tetangga sekitar untuk mengantarkan kami berdua ke tanah suci.

Sebelum keberangkatan, rombongan yang telah mendapatkan izin kedutaan Arab Saudi untuk melaksanakan umroh, berkumpul di Bandara Soetta Jakarta untuk saling mengenal satu sama lain termasuk dengan muthawif (pembimbing) umroh. Uniknya, dari 3 orang yang akan selalu satu kamar dengan saya, ada seorang dokter kesehatan asal Nigeria yang bekerja di Unicef yang ditempatkan di Jayapura. Dr. Tajudeen namanya, muda tinggi tegap dan hitam tentunya. Beliau tidak lancar berbahasa Indonesia sehingga jadilah saya menjadi penterjemah baginya selama perjalanan umroh. Berikut catatan perjalanan yang diuraikan dalam satuan hari:

Hari Pertama
Perjalanan dimulai dari Jakarta menuju Jeddah menggunakan maskapai nasional Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 980 berangkat pukul 12.00 wib. Perjalanan memakan waktu 9 jam dan dengan perbedaan waktu 4 jam lebih awal dari waktu Jeddah maka pesawat mendarat di bandara King Abdul Aziz pada pukul 17.00 waktu setempat. Selepas pemeriksaan imigrasi dan pengambilan bagasi, rombongan yang berjumlah 35 orang bersiap untuk melakukan umroh yang pertama dengan mengganti pakaian dengan pakaian ihram. Bandara King Abdul Aziz telah ditetapkan sebagai Miqat atau tempat dimulainya pelaksanaan umrah dengan berihram. Setelah shalat maghrib dan isya, kami menuju Mekkah al Mukarromah yang ditempuh dengan waktu satu jam menggunakan bis dengan terlebih dahulu kami mengucapkan niat berumroh dan diikuti Talbiyah, shalawat dan doa. Sesampai di Mekkah kami beristirahat sejenak di Hotel Zam-zam Suite Tower yang terletak persis didepan pintu 1 Masjidil Haram.

Pelaksanaan umroh yang pertamapun dimulai dengan melakukan Thawaf mengelilingi Kabah sebanyak 7 kali dan disusul Sai yang dimulai dari bukit Safa ke bukit Marwah sebanyak 7 kali dan berakhir di bukit Marwah. Berakhirlah kegiatan dihari kesatu dengan kegiatan Tahlul yaitu pemotongan rambut sebagai bagian akhir dari umroh. Kaki saya sempat mengalami tegang dan Alhamdulillah pulih setelah beristirahat di hotel.

Hari Kedua
Hari kedua, rombongan dibebaskan untuk memperbanyak ibadah mulai dari shalat Subuh hingga Isya dilakukan di Masjidil Haram sambil bermunajat dan menikmati keindahan mesjid serta mendatangi Kabah yang merupakan kiblat bagi umat muslim sedunia. Karena jarak yang relatif sangat dekat dengan hotel, kami cukup berjalan kaki untuk sekedar sarapan, makan siang dan malam serta melepas lelah sambil menunggu panggilan shalat yang suaranya terdengar sampai didalam kamar hotel.

Hari Ketiga
Setelah sarapan, rombongan berziarah seputar Mekkah antara lain melihat situasi Padang Arafah, tempat jamaah haji berwukuf, lalu Jabal Rahmah, tempat pertemuan Nabi Adam dan Siti Hawa setelah hidup selama 200 tahun di dunia. Perjalanan dilanjutkan ke Muzdalifah, Mina, Jabal Tsur dan berakhir di Masjid Jironah. Di Masjid ini rombongan kembali menggunakan pakaian ihram untuk memulai umroh yang kedua. Rombongan diberi kesempatan untuk meniatkan umroh yang kedua ini ditujukan bagi orangtua atau kerabat yang sudah meninggal dunia dengan terlebih dahulu meniatkannya. Umroh dilaksanakan di siang dan menjelang sore hari dengan terik matahari yang menyengat. Subhanallah, meskipun matahari membakar raga disaat thawaf, namun lantai tempat berthawaf begitu sejuk. Suatu keadaan yang tidak biasa. Sementara itu, kegiatan Sai dilakukan dilantai dasar. Ya, tempat Sai tersedia dua lantai sepanjang 400an meter jaraknya. Bila kita tempuh sebanyak 7 kali maka jarak total Sai adalah 2,8 km. Berjalan cepat sambil memanjatkan doa thawaf lalu berlari disepanjang jarak tertentu yang dibatasi oleh tanda lampu hijau. Melelahkan memang, tetapi bila dirasakan dengan khusyuk maka kita tidak merasa lelah dan selama berada di Masjidil Haram, air zam-zam dingin tersedia disemua sudut lengkap dengan gelas plastik sekali pakai dan petugas yang ramah yang siap membantu membersihkan tempat tersebut dari ceceran air dilantai.

Hari Keempat
Pada pukul 10.00 rombongan melakukan thawaf wada atau thawaf perpisahan. Seperti ritual thawaf, maka setelah selesai mengelilingi 7 kali Kabah, diberi kesempatan berdoa setelah sholat sunnah 2 rakaat dihadapan pintu Kabah dibelakang makam Ibrahim. Berdoa disini, menurut pembimbing, termasuk yang dapat langsung di ijabah Allah swt dengan 70 malaikat yang meng-amini doa kita dari atas Ka,bah. Sungguh suatu kesempatan yang luar biasa. Menurutnya pula, ibadah sholat di Masjidil Haram nilainya 100.000 kali bila dibanding sholat di masjid lain selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah.

Wah kalau begitu, sekali kita sholat maka sama nilainya bila sholat selama 55 tahun atau bila sehari (5 kali sholat) maka nilainya sama dengan 270 tahun sholat!! Namun demikian bukan itu tujuan utama melakukan ibadah sholat tetapi lebih kepada perbaikan kualitas ibadah kita disana. Lagipula tak sempat rasanya menghitung-hitung jumlah sholat kita disana apalagi sampai berfikir membawa kalkulator untuk menghitungnya!

Setelah selesai melakukan thawaf wada rombongan berangkat menuju Madinah al Munawwaroh dan menginap di Hotel Dallah Taibah yang berjarak cukup dekat dengan Masjid Nabawi. Perjalanan Mekkah-Madinah ditempuh selama 7 jam perjalanan dengan jarak sekitar 450 km dengan bis. Sepanjang jalan saya membayangkan bagaimana dulu, ketika Nabi Muhammad saw berhijrah dengan berjalan kaki selama 9 hari atau 50 km perhari dengan rombongannya melalui bukit berbatu dan padang yang luas dan berdebu serta panas terik matahari. Membayangkan perang Uhud, Badar yang dilakukan di lembah dan bukit bebatuan begitu keras dan panas. Sementara kami dengan nyaman duduk di bis full AC melakukan perjalanan tersebut dan masihlah kadang mengeluh, mengumpat serta komplain atas fasilitas selama umroh. Tak terasa air mata kembali mengalir tak terbendung.

Hari Kelima
Setelah sarapan, rombongan melakukan ziarah ke makam Nabi Muhammad saw di Masjid Nabawi yang sebelumnya melakukan sholat di Rhaudah yaitu antara tempat makam Nabi Muhammad saw dengan mimbar tempat beliau berkhutbah. Tempat inilah do,a kita akan langsung di ijabah Allah swt dan konon dari Rhaudah ini, bila ditarik garis lurus keatas langit, disanalah Syurga berada. Makam beliau dulunya adalah rumah tinggal beliau dengan keluarganya. Alhamdulillah, kami sempat bershalawat didekat makam Nabi Muhammad saw kendati arus peziarah terus mengalir dan tidak boleh berhenti melewati depan makam Rasulullah saw. Selanjutnya pembimbing mengajak kami ke Makam Baqi yaitu perkuburan para istri-istri Nabi Muhammad saw (kecuali Khadijah), anak-anak beliau, sahabat dan kerabatnya serta para jamaah haji atau umroh yang meninggal di Masjid Nabawi. Pada hari keenam ini pas jatuh hari Jumat sehingga kami melaksanakan sholat Jumat di Masjid Nabawi ini dan sholat di Masjid Nabawi ini akan sama dengan 1000 kali baiknya bila sholat di masjid biasa selain juga Masjidil Haram. Subhanallah

Hari Keenam
Seperti biasa setelah sarapan rombongan diajak mengitari Madinah dengan menuju tempat penting seperti Masjid Quba yaitu masjid pertama yang dibangun Nabi Muhammad saw setelah tiba di Madinah dalam perjalanan hijrahnya dari Mekkah. Selanjutnya menuju Masjid Qiblatain yaitu tempat Nabi Muhammad saw menerima wahyu Allah swt untuk mengubah arah kiblat dari menghadap Yerusalem kearah Kabah. Melalui Jabal Uhud, rombongan diajak berbelanja kurma di Pasar Kurma dan perjalanan berakhir di pabrik Al Quran. Sambil melihat proses pembuatan Al Qur,an, rombonganpun kemudian dibagikan Al Quran gratis satu orang satu dan hanya bagi kaum pria saja.

Hari Ketujuh
Tibalah hari terakhir kami berada di Madinah karena siang hari setelah Zuhur rombongan berangkat menuju Jeddah selama 6 jam perjalanan dan tiba di Hotel Al Azhar untuk beristirahat sejenak sebelum berbelanja di Balad shopping center. Ditempat inilah dulu, merupakan tempat persinggahan bagi kaum haji yang menggunakan kapal laut sebelum adanya pesawat terbang untuk melaksanakan ibadah haji. Satu hal yang saya rasakan dan terutama teman Nigeria itu, bahwa baik di Mekkah, Madinah dan Jeddah, orang melakukan transaksi berbelanja dengan menggunakan bahasa Indonesia termasuk uang yang digunakan bisa menggunakan Rupiah dan bila ada kembalian, kita diberikan uang Real. Jadi, ada orang Arab berjualan menawarkan barang kepada orang Afrika dengan bahasa Indonesia! Tidak heran, karena mayoritas haji dan umroh, jamaahnya dari Indonesia dan tak heran pula, semua pengumuman yang ada di tempat-tempat sejarah atau masjid itu ada minimal tiga bahasa yaitu Arab, Inggris dan Indonesia. Geleng-geleng kepala si dokter Nigeria itu kepada saya sambil berdecak kagum dengan bangsa Indonesia.

Hari Kedelapan
Perjalanan serangkaian paket ibadah umroh berakhir di Jeddah dengan perjalanan menuju Bandara King Abdul Aziz melewati sejumlah tempat penting seperti Masjid Qishash yaitu tempat dilaksanakannya hukuman pancung dan cambuk bagi terpidana kasus hukum islam disini. Lalu Mesjid Terapung yaitu masjid yang dibangun dipinggir pantai Laut Merah. Tak terasa rombongan kemudian pulang ke tanah air pada sore menjelang malam dengan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 0981

Hari Kesembilan
Tiba di Jakarta pukul 09.00 wib dan menuju Pangkalpinang pada sore hari dengan penerbangan GA 0138 pada pukul 18.00 wib dengan selamat. Ucapan syukur terus mengalir atas lancarnya perjalanan ini, bahkan tidak kurang suatu apapun yang berarti. Ya, hambatan bukannya tidak ada, keadaan tersebut merupakan ujian dari tuan rumah di tanah haram. Menurut cerita, pengalaman orang lain dan referensi yang saya baca, sebagai tamu Allah swt yang terpilih untuk datang ke rumah Allah, Dia akan membayar tunai atas apa yang dirasa kurang berkenan sebagai tamuNya seperti ketidaksabaran, mengeluh, menyakiti orang lain dan lainnya. Dalam kesempatan berdiskusi dengan teman satu kamar saya, ada hal-hal yang menarik selama melakukan ibadah umroh yang dikaitkan dengan cerita-cerita tersebut, lalu sempat kami mengiyakan bahwa untuk menghindari kejadian-kejadian itu, kita harus kembali kepada niat ibadah dan terus menerus beristighfar.

Salah satu contoh kejadian yang dialami oleh seorang ibu salah satu rombongan adalah manakala mencoba mendekati Kabah dengan berpakaian ihram lalu berdesak-desakan di siang hari ingin mencapai Hajar Aswad, tiba-tiba dia merasakan bau busuk yang menyengat karena aroma tubuh orang-orang disekitarnya yang juga ikut mencoba mendekati Kabah. Dengan spontan dia berteriak mengeluh karena bau busuk yang menurutnya sangat menusuk hidungnya. Setelah berhasil melaksanakan niatnya itu dia kembali ke hotel dan berniat untuk mandi. Terkejutlah dia ketika dia merasakan bau busuk yang lebih tajam lagi keluar dari tubuhnya. Dia lalu ingat atas kejadian tadi dan bertobat mohon ampun kepadaNya, dan alhamdulilah bau yang tak pernah dia alaminya itu menghilang. Wallahualam bissawab.

Sebaliknya, hal-hal yang dianggap positif juga terjadi pada teman satu kamar saya yang orang Nigeria itu. Suatu hari di Masjid Nabawi setelah kami pulang sholat Isya, dia bercerita bahwa baru saja setelah dia membaca Al Quran dan berdoa dia melihat dengan jelas saudaranya yang telah meninggal dunia, berjalan didalam Masjid bersama jamaah lainnya. Dia sempat terdiam melihat saudaranya itu dan tidak bisa menceritakan kepada saya yang berada disebelahnya sampai kami keluar Masjid.

Begitulah secungkil pengalaman perjalanan spiritual yang bisa diceritakan. Masih ada beberapa cerita yang saya kira cukup bagi diri ini untuk dijadikan pengalaman pribadi. Benarlah kata teman saya itu, bahwa pergi ke tanah suci, menghadap kiblat maka kita akan melihat diri kita sendiri. Kabah bagaikan cermin bagi setiap manusia. Untuk itu, saya sendiri merasakan sulit untuk menjelaskan kepada handai taulan yang bertanya bagaimana rasanya setelah melaksanakan ibadah umroh? Adakah sesuatu yang berubah? Apa saja yang terjadi disana? Karena itu menyangkut sesuatu yang pribadi yang sulit diceritakan begitu saja. Tetapi secara gamblang saya katakan bahwa selama di tanah suci saya pernah merasakan menangis tersedu, bergetar seluruh tubuh ketika mendengar adzan, berdecak kagum luar biasa, yang semua itu sulit dirasakan selama ini.

Ujian-ujian yang dialami selama di tanah suci sesungguhnya akan terus berlanjut dimanapun berada dan dengan pengalaman ini, semoga membuat kita semua menjadi manusia yang seutuhnya yang diinginkan oleh Allah swt . Akhirul kata, semoga kita semua dapat melaksanakan ibadah haji dan umroh atas izinNya. Kata kunci dari semua itu adalah niat. Insyaallah..





Bersama rekan-rekan serombongan didepan bagian Bukit Safa.



Didepan pintu Kabah belakang makam Ibrahim



Lintasan SaI dari Bukit Safa ke Bukit Marwah lantai dasar, sepanjang 400 meter.



Berdesakan melewati Makam Nabi Muhammad saw. Di Masjid Nabawi, Madinah al Munawwaroh



Dipelataran Makam Baqi dengan latar belakang Masjid Nabawi, Madinah al Munawwaroh.

Suasana perjalanan Mekkah-Madinah. Berbatuan, pasir, debu dan panas terik.

Sudut Masjid Nabawi yang luasnya 400.000 meter persegi menampung 1 juta jamaah.


Penulis : R.Priyoko Prayitnoadi
Warek III dan Dosen FT UBB





Feature UBB

Berita UBB

UBB Perspectives