+62 (0717) 422145
Link Penting UBB

Artikel Feature UBB

Universitas Bangka Belitung's Feature
17 Juli 2012 | 14:47:01 WIB


Mandi Belimau, Tradisi Penyucian Diri












Lelaki itu berjubah coklat muda, bersorban merah dan putih sedang di belakangnya, lima laki-laki berdiri tegak sambil masing-masing memegang tongkat. Kelimanya juga berjubah hijau, merah, kuning, hitam dan kelabu.

Suara laki-laki itu tegas berbicara kata demi kata tentang wasiat Depati Bahrin, tentang hidup dan takdir, baik dan buruk, etika dan amalan pada yang maha Kuasa. Serta hubungan dengan sesama.

Di Akhir Syaban, menjemput Ramadhan tiap tahun, Haji Ilyasak berdiri diatas panggung itu dipinggir sungai Limbung, merapalkan doa pertaubatan. Memasukkan Kunyit, Bonglai, Pinang, Mata Mukor, Arang Usang, Bawang Merah, dan Jeruk nipis ke dalam dua buah gentong bertuliskan aksara Arab. Enam unsur itu perlambang pertaubatan.

Tujuh jeruk nipis yang mensyaratkan untuk dapat menguasai ilmu panglima Syaidina Usman dan kesaktian Akek Pok. Tujuh butir Pinang mensyaratkan kesucian Nabi Muhammad SAW, dan juga kesucian Batin seorang pendekar Depati Bahrin. Tujuh iris Bonglai kering mensyaratkan keberanian Syaidina Ali dan kesaktian Akek Jok mengusir jin iblis. Tujuh mata kunyit mensyaratkan untuk rajin bekerja dihiaskan pada sosok Syaidina Umar dan tauladan Akek Sak.












Mata Mukot tujuh jumput dan bawang merah tujuh biji mensyaratkan sosok Akek Daek dengan kepribadian penurut serta mendengar dan menerima nasehat serta Arang Usang mensyaratkan agar sabar dan bersatu dalam jihad Fisabilillah.

Satu persatu pembesar yang hadir, dimandikan oleh Ilyasa' dengan air pertaubatan dimaksud. Prosesnya dilakukan dengan membasahi telapak tangan dari yang kanan, lalu telapak kiri, kemudian kedua kaki kanan dan kiri diteruskan membasahi ubun-ubun dan kepala keseluruhan.















Pada sebuah hari yang mendung, Minggu (16/7) kemarin, Ritual adat Mandi Belimau dilaksanakan tahun ini. Dan seperti tahun sebelumnya, ia mampu menggerakan massa sedemikian besarnya. Ratusan orang memadati pinggir sungai ini. Berharap air dimaksud atau terpana pada mistisme ritual itu. beberpa bisa jadi berniat agar puasa tahun ini diawali dengan sesuatu yang "bersih dan suci".

Ritual adat Mandi Belimau adalah adat yang telah berlangsung selama 300 tahun. Pertama dilakukan oleh Depati Bahrin, seorang panglima sekaligus pahlawan Bangka. Di limbung, sebuah dusun di kecamatan Merawang, dipercaya dulunya didiami oleh depati Bahrin, dan para pejuang lain diantaranya Akek Jok, Akek Pok, Akek Daek.









Sebelumnya, diadakan ziarah ke makam Depati Bahrin yang terletak di Lubuk Bunter, perbatasan Kimak dan Jurung. Selain ziarah, juga diadakan napak tilas perjuangan depati Bahrin oleh sejumlah pelajar di kabupaten Bangka. Keduanya berakhir di pinggiran sungai Limbung itu. Pada hari dimana ritual utama, Mandi Belimau digelar minggu itu. Ritual diakhiri dengan kegiatan Nganggung di masjid Limbung.

Menurut pemimpin ritual sekaligus tokoh adat Bangka Belitung, Haji Ilyasak, manfaat diadakannya Mandi Belimau ini antara lain meningkatkan nilai Silahturahmi, sebab acara ini diikuti oleh keluarga Depati Amir yang berada di Kupang Nusa Tenggara Timur. Dan terpenting adalah melepaskan diri dari pada Azab yang ditetapkan atas Kafir dan Sholeh Itikad.

Masyarakat desa saat itu juga mengadakan sedekah kampong. Masyarakat luar dapat menghadiri acara itu dan bertandang ke penduduk desa Limbung.

Sama seperti Muharram di Kenanga dan Rebo Kassan di Air Anyer, Mandi Belimau ini biasanya bertepatan dengan momen-momen keagamaan atau adat yang merupakan kearifan lokal masyarakat Bangka Belitung.













Penulis : Iksander, S.Sos.
Staff Humas UBB dan Blogger di aksansanjaya.blogspot.com




Feature UBB

Berita UBB

UBB Perspectives