UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
16 Mei 2023 | 09:47:10 WIB
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Ditulis Oleh : Herza, M.A.
(Dosen Sosiologi Universitas Bangka Belitung)
Sebagai salah satu insan intelektual yang saat ini sebagian besar waktunya dihabiskan dengan urusan dunia kampus, pada momentum Hari Pendidikan Nasional (22 Mei) tahun 2023 ini, penulis merasa tergugah untuk menyampaikan hasil refleksi berkenaan dengan rendahnya Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Berdasarkan data yang dipublish oleh Badan Pusat Statistik (BPS), faktanya sudah beberapa tahun belakangan ini, Provinsi Kepuauan Bangka Belitung tercatat sebagai provinsi dengan APK Perguruan Tinggi terendah se-Indonesia (lihat saja di website bps.go.id). Dalam tiga tahun terakhir ini saja, presentase APK Perguruan Tinggi pada provinsi yang kita cintai ini tidak bisa menyentuh angka 20%, sementara provinsi lainnya di Indonesia berada di angka lebih dari 20%. Artinya dalam hal ini, hanya sebagian kecil saja remaja lulus SMA/MA/SMK sederajat yang melanjutkan pendidikannya ke level perguruan tinggi, baik itu di kampus dalam daerah, luar daerah, atau luar negeri. Adapun angka pasti APK Perguruan Tinggi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam tiga tahun terakhir ini adalah 14,73 (2020), 15,23 (2021), dan 14,85 (2022) (bps.go,id, 2022).
Angka APK perguruan tinggi yang rendah ini menjadi penanda adanya problem yang serius berkenaan dengan remaja lulusan SMA/MA/SMK sederajat dan dunia pendidikan tinggi atau kampus. Pertanyaan yang patut kita refleksikan berasama adalah, mengapa hanya sebagian kecil saja generasi muda dan penerus bangsa di Babel yang bisa merasakan dinamika perkuliahan? Sementara di daerah lainnya di Indonesia, seperti di Kepulauan Riau APK Perguruan Tingginya bisa mencapai persentase di atas 26%, di Aceh bisa mencapai 40% lebih, bahkan di Yogyakarta konsisten bisa mencapai angka di atas 70%. Sepintas, dari perbandingan ini, kita bisa mengatakan, berarti ada persoalan lokalitas khas Bangka Belitung yang turut berkontribusi menyebabkan persoalan ini terjadi.
Bukan Faktor Ketikdakmampuan Ekonomi Orang Tua
Beberapa pemerhati/pengamat, dengan mudah mengatakan bahwa faktor prinsipiel yang menyebabkan persoalan ini berulang terjadi di provinsi dengan semboyan “Serumpun Sebalai” ini adalah faktor kedidak-mampuan ekonomi orang tua para siswa lulusan SMA/MA/SMK sederajat. Benarkan demikian?
Menurut penulis, persoalan ekonomi ini tidak bisa dianggap sebagai faktor utama yang berkontribusi menyebabkan munculnya masalah APK Perguruan Tinggi di Bangka Belitung menjadi rendah. Memang, dalam beberapa kasus, realitas yang tampak seperti menunjukkan bahwa siswa lulusan SMA/MA/SMK sederajat menjadi tidak kuliah, itu karena ketidakmampuan orang tua mereka secara ekonomi untuk membiayainya (membayar Uang Kuliah Tunggal/UKT dan biaya hidup selama kuliah). Namun demikian, kita tidak boleh mengabaikan fakta yang menunjukkan tidak sedikit juga remaja yang berasal dari keluarga mampu secara ekonomi, tetapi mereka memilih untuk tidak melanjutkan kuliah. Bayangkan, orang tuanya punya kebun sawit berhektar-hektar atau punya usaha/bisnis yang menjanjikan, tempat tinggal yang jauh dari kata sederhana, lalu punya banyak kendaraan bermotor, dan bahkan mobil terparkir cantik di halaman rumahnya, namun anak dari orang tua tersebut tidak kuliah. Realitas ini tidak sedikit loh terjadi di Bangka Belitung. Kalau tidak percaya, datang saja secara langsung ke kampung-kampung. Belum lagi kalau kita buka data statistik, rasa-rasanya Bangka Belitung bukanlah provinsi dengan persentase penduduk miskin terbanyak di Indonesia.
Artinya, dengan argumentasi di atas, pendapat yang mengatakan faktor ekonomi sebagai penyebab utama atau prinsipiel dari persoalan rendahnya APK Perguruan Tinggi di provinsi ini menjadi tidak kuat. Kalaupun misalnya dianggap faktor ekonomi, kita jangan mengabaikan bahwa pemerintah sudah cukup mengakomodir kondisi ini dengan skema beasiswa atau bantuan pendidikan. Di level nasional ada bantuan biaya pendidikan atau beasiswa bagi anak kurang mampu yang berprestasi— dikenal dengan beasiswa KIP-K (dulu disebut bidikmisi). Di level daerah, Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga terus melanjutkan skema bantuan pendidikan untuk calon mahasiswa yang berprestasi baik di bidang akademik maupun non-akademik (khususnya bagi calon mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi), serta bagi calon mahasiswa penyandang disabilitas. Beasiswa ini memberikan kuota lebih banyak untuk mereka yang mau kuliah di kampus yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (babelprov.go.id, 2023).
Persoalan Lokalitas di Bangka Belitung
Hemat penulis, ada persoalan fundamental lain yang bisa dikatakan berkontribusi menyebabkan persoalan rendahnya APK Perguruan Tinggi di Bangka Belitung. Persoalan ini berkenaan dengan kondisi lokalitas di provinsi ini. Kalau dinarasikan kurang lebih begini!
Bukan rahasia umum, jika di Bangka Belitung ini banyak remaja, khususunya mereka yang hidup di desa-desa, telah terjun ke dunia kerja di sektor Tambang Inkonvensional (TI) maupun ikut berkebun kelapa sawit dan/atau menjadi karyawan di PT Perkebunan Sawit milik perusahaan-perusahaan besar. Bangka Belitung saat ini memang dipenuhi dengan aktivitas TI dan perkebunan kelapa sawit. Daya tarik dua sektor ini memang tak bisa dinafikkan mampu membuat para remaja untuk terjun dan terlibat di dalamnya. Bukan semata-mata jika tidak terlibat aktivitas TI, pun berkebun sawit, mereka tak bisa makan atau bersekolah. Tidak begitu. Melainkan kedua sektor ini, menarik dalam banyak hal dari pada berkuliah di kampus dengan berbagai macam dinamikanya. Kenapa kampus menjadi kalah daya tariknya? Bagi penulis ini berhubungan dengan beberapa hal.
Pertama, para guru di SMA/SMK/MA sederajat, barangkali belum begitu berhasil memberikan ilustrasi atau gambaran bagaimana perubahan yang bisa dibuat oleh aktor kampus (dosen-dosen) dan sistem pendidikan tinggi yang ada saat ini untuk masa depan anak-anak bangsa. Bagiamanapun sumber informasi terpercaya dan bisa mempengaruhi mindset/cara pikir calon mahasiswa adalah para guru yang kerap berinteraksi dengan mereka.
Kedua, faktanya banyak para sarjana dan lulusan diploma yang berkeliaran di tengah masyarakat kita saat ini, kurang mampu menginspirasi para remaja untuk termotivasi dan semangat kuliah, lalu menjadi sarjana atau lulusan diploma juga. Bisa karena, mereka kurang kreatif (meski sudah ditempa sekian tahun di kampus); Bisa karena sulitnya mereka mendapatkan pekerjaan; Pun bisa karena para remaja kerap mendengar curhatan para sarjana atau lulusan diploma yang menunjukkan bagaimana dinamika di dunia kampus telah memperlihatkan sisi-sisi yang tidak relate dengan kebutuhan masyarakat, serta sistem dan aturan main kampus yang bisa membuat mahasiswa depresi. Ingat, para remaja juga adalah aktor-aktor sosial yang aktif menafsirkan segala dinamika yang dekat dengan mereka, termasuk menafsirkan bagaimana produk dari dunia kampus yang mereka saksikan di sekelilingnya. Mereka bukan lagi anak-anak usia SD ataupun SMP yang semata-mata masih mengandalkan informasi dari orang tua dan guru-guru mereka.
Oleh karena berbagai dinamika persoalan yang sudah disinggung di ataslah, menurut penulis banyak remaja di Bangka Belitung justru lebih tertarik menyelami dan menjadi aktor yang aktif di sektor TI dan perkebunan sawit. Sebab, dua sektor itu menjadi semacam alternatif aktivitas dan kesibukan lain yang sangat seksi dan menjanjikan untuk dijalani ketika pendidikan tinggi atau kampus kurang berhasil memperlihatkan daya tariknya.
(Artikel telah terbit di Bangka Pos, Edisi Senin 15 Mei 2023)
UBB Perspectives
Lindungi Anak Kita, Lindungi Masa Depan Bangsa
Akankah Pilkada Kita Berkualitas?
Hulu Hilir Menekan Overcrowded
Penguatan Gakkumdu untuk Mengawal Pesta Demokrasi Berkualitas
Carbon Offset : Blue Ocean dan Carbon Credit
Hari Lingkungan Hidup: Akankah Lingkungan “Bisa” Hidup Kembali?
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka