+62 (0717) 422145
Link Penting UBB

Artikel Feature UBB

Universitas Bangka Belitung's Feature
22 Januari 2009 | 14:43:10 WIB


Kisah Wisata di Pulau Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Dari Mentok Bangka Barat sampai ke Parai Kabupaten Bangka




Foto/Gambar Pemandangan Pantai Parai/ Pantai hakok (parai Beach/ Hakok Beach) di Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan Pantai Parai/ Pantai hakok (parai Beach/ Hakok Beach) di Sungailiat Kabupaten Bangka



Pesawat Boeing 737-200 Bali Air yang berwarna fancy - pink, terisi penuh penumpang dan ternyata hanya membutuhkan waktu 45 menit untuk mendarat di Bandara Depati Amir - Pangkal Pinang, sampai-sampai mertua saya bilang " pantat belon panas, udah bangun lagi !".

Gedung airportnya kecil saja, seukuran airport Padang, uniknya adalah landasan pacu-nya yang walau lurus tapi tidak datar dari ujung ke ujung seperti lazimnya landasan pacu bandara. Kontur daratan pulau Bangka yang berbukit, menyebabkan landasan ini dibagian tengah dari panjang landasan-nya agak lebih tinggi dari bagian ujung-ujungnya.

Penjemput dari biro tour setempat sudah menunggu didalam airport, dan bung Mirza yang kelahiran Pangkal Pinang ini kemudian memandu kami naik bus kecil kapasitas 25 seat - leluasa sekali bagi rombongan keluarga kami yang berdelapan orang saja ini.

Langsung kami menuju Pantai Pasir Padi, yang dekat saja hanya 30 menit perjalanan, dan mendapat makan siang di seafood restaurant Biru Laut. Menu lokan dan aneka sea food lainnya dinikmati sambil memandang pantai yang berpasir putih - kabarnya pasir pantai itu cukup keras sehingga mobilpun bisa berjalan diatasnya. Sayang saat itu sedang pasang, kalau surut air bisa mundur seratus meter dari garis pantai. Pantai wisata ini selintas sepi saja, hanya ada beberapa restoran dan tidak terlihat hotel, mungkin karena pantainya tidak terlalu bagus.

Setelah menutup makan siang itu dengan kelapa muda, maka mulailah perjalanan menuju kota Mentok yang berjarak 138 kilometer.
Perjalanan ini membelah pulau Bangka dari timur ke barat , berangkat dari kota Pangkal Pinang (posisi di peta persis utara kota Serang) yang berada di tepi Laut Natuna , menuju kota Mentok (persis diutara kota Bandar Lampung) yang berada di tepi Selat Bangka.

Jalan-nya hotmix lumayan bagus, lebarnya pas-pasan untuk dua mobil, dan tidak terlalu banyak kendaraan. Ternyata pemandangan sepanjang jalan sungguh membosankan - separuh perjalanan melalui hutan - hanya sesekali melalui kampung2. Selebihnya mata hanya melihat pepohonan saja - "hiburan" buat mata adalah warna warni dari bendera berbagai partai yang berkibar dibanyak tempat sepanjang jalan, rupanya rame rame curi start kampanye sudah sampai kemana-mana.

Perjalanan selama tiga jam yang terus naik turun bukit itu ( rupanya - memang kontur tanah disana berbukit-bukit tapi tidak curam ) , akhirnya mendekati kota Mentok, dan bung Mirza menunjuk sebuah gunung dengan dua buah tower dipuncaknya yang tampak di kejauhan sebelah kanan jalan (sebenarnya hanya bukit yang lumayan tinggi - di Bangka bukit disebut gunung), "Itu Gunung Menumbing, tower dipuncak itu milik TVRI dan Satelindo , hotel kita juga ada di puncak gunung, dekat tower" katanya. Oh ya ??, semua terperangah, kirain hotelnya didalam kota Mentok !.

Rupanya di dalam kota Mentok hanya ada penginapan, yang dirasa tidak memadai untuk diinapi turis. Sedangkan di hotel Jati Menumbing ini ada fasilitas yang menunjang seperti Hot & Cold water, pesawat TV yang bisa menangkap siaran Metro TV,RCTI, SCTV dan Indosiar.

Hotel Jati Menumbing - bintang satu dengan 22 buah kamar, dulunya adalah villa jaman Belanda yang dibangun di atas bukit
dan berada ditengah hutan lindung. Sekarang jadi milik Pemda Mentok, tapi dioperasikan oleh swasta.

Villa ini bersejarah kata Mirza, karena disana ada satu kamar yang dulu pernah ditempati Bung Karno, yaitu saat beliau diasingkan oleh fihak Belanda ditahun 1948.

Kamar hotel ini engga pakai AC karena digunung, imbuh Mirza, dan kita harus sampai disana sebelum gelap karena naik gunung
melalui hutan lebat. Mudah-mudahan tidak ada pohon roboh melintang dijalan ,katanya lagi. Jalan naik itu kecil sekali, hanya pas seukuran satu mobil. (semua makin melongo mendengarnya).

Persis memasuki kota Mentok, Mirza nyeletuk : " Ada yang mau beli Autan dulu engga ? " Saya mula-mula mikir : Autan ini apaan yah, souvenir apa makanan ? Ternyata Autan beneran - obat nyamuk !! Rupanya Mirza khawatir di kamar hotel nanti banyak nyamuk. (semua melongo lagi jadinya, engga ada yang menyahut karena sedang berfikir keras membayangkan seperti apa hotel jaman kuda gigit besi itu).

Karena masih belum terlalu sore maka tidak langsung ke hotel tapi menuju Tanjung Kalian, sebuah pantai di selat Bangka dimana ada sebuah mercu suar yang dibangun pada tahun 1862.

Foto/Gambar Menara di Tanjung Kalian Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung
Menara di Tanjung Kalian Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat


Ternyata kami diperbolehkan naik, tentu saja kesempatan ini tidak dilewatkan karena kabarnya kalau cuaca cerah, bisa melihat pantai pulau Sumatra. Walaupun belasan step pertama dari tangga batu yang melingkar didalam menara itu gelap, tapi pada tangga berikutnya tidak gelap lagi karena ada lubang-lubang kecil di dinding menara.

Foto/Gambar Tangga di Menara Tanjung Kalian Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung
Tangga di Menara Tanjung Kalian Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat


Setelah ngos-ngosan menapaki seratusan anak tangga melingkar itu, ternyata tangga berikutnya adalah tangga kayu yang posisinya hampir tegak lurus yang harus dinaiki kalau mau sampai ke puncak menara. Karena sudah tanggung maka semua manjat dengan gaya kera dan ternyata sesampai diatasnya masih ada satu tangga kayu lagi yang juga posisinya sama - hampir tegak lurus.

Dari puncak kami bisa melihat keliling karena ada balkon sekeliling bagian luar menara. Sayang hanya bisa melihat kota Mentok dan sekitarnya, sedangkan Selat Bangka dan pantai Pulau Sumatra tertutup kabut putih. Kami tidak berlama-lama diatas mercu suar karena harus sampai di hotel sebelum cuaca gelap, maka segera turun tangga dan naik bus menuju arah Gunung Menumbing.

Komplek hotel Jati Menumbing berjarak sekitar 10 kilometer dari kota Mentok, dan dikaki gunung sebelum memasuki kawasan hutan lindung itu bus kami harus stop dulu di gerbang masuk kawasan. Tempat ini berjarak empat kilometer dari hotel. Disitu ada pos penjagaan, petugasnya memegang HT dan mengontak rekannya yang berjaga di pos atas/gerbang hotel. Setelah memastikan tidak ada kendaraan lain yang sedang menuruni gunung - maka barulah kami diperbolehkan memasuki jalan sempit yang hanya bisa dilalui satu mobil saja itu.

Saat itu matahari sudah mulai redup karena sudah jam 17.30 - gas mobil digeber oleh pak sopir karena jalannya menanjak terus.
Tentu situasi jalan sempit menanjak ditengah hutan itu membuat kami semua tegang, apalagi saat-saat mobil memasuki tikungan.
Perasaan kami semua waswas sekali, karena siapa tahu mendadak muncul mobil dari depan, atau ada mobil mogok dan lain lain.

Tidak mungkin dua mobil bisa berpapasan karena lebar jalan benar-benar ngepas satu mobil saja. Jalan aspalnya memang bagus, tapi kiri kanan penuh pepohonan lebat. Terlihat ada bekas-bekas pohon roboh yang sudah digergaji petugas, malah ada satu batang pohon yang roboh miring menyender ke pohon lainnya yang ada diseberang jalan sehingga mobil kami harus lewat dibawah batang pohon yang miring itu.

Disatu tempat yang lumayan curam, ada petunjuk bahwa harus menggunakan gigi satu, dan memang betul mobil harus sambil menderu-deru mengambil tikungan dengan kemiringan jalan yang cukup berat. Saya lihat beberapa penumpang ada yang sampai berdiri terus didalam bus saking tegangnya. Akhirnya semua bernafas lega setelah melewati pos penjagaan/gerbang masuk ke lingkungan hotel yang terlihat cukup luas juga .

Didalam komplek itu ada beberapa buah villa, yang terbesar berada di puncak bukit, dan didalam bangunan dengan enam buah kamar itulah ada kamar nomer 101 yang jaman dahulu ditempati Bung Karno. Ternyata kami juga menginap di bangunan yang sama , saya mendapat kamar nomer 103.

Foto/Gambar Pemandangan Selat Bangka dari Menara Tanjung Kalian Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan Selat Bangka dari Menara Tanjung Kalian Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat


Karena sudah agak sore maka langsung makan malam di restoran hotel, setelah itu ditawari apakah mau meninjau kamar 101 itu sekarang ?, langsung pada teriak "Nggaaak, besok aja !".

Tapi akhirnya rasa penasaran tidak bisa ditahan. Kami ramai-ramai memasuki bangunan utama itu, ada sebuah ruang pertemuan yang cukup besar. Sebuah mobil Ford hitam buatan tahun 1948 , juga berada disana - inilah mobil yang dipakai Bung Karno kalau bepergian sampai ke kota PangkalPinang.

Foto/Gambar Pemandangan kapal Australia yang dibom Jepang sisa PD II  dari Menara Tanjung Kalian Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan kapal Australia yang dibom Jepang sisa PD II dari Menara Tanjung Kalian Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat


Kamar 101 juga lumayan besar, ada dua buah bed kayu, dengan meja tulis, didepan kamar ada sebuah serambi untuk duduk-duduk
melihat pemandangan diluar.

Foto/Gambar Pemandangan Tampak muka hotel jati menumbing  di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan Tampak muka hotel jati menumbing di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat


Kamar 102 dipakai untuk ruang tamu atau ruang kerja, terlihat pada dindingnya banyak foto Bung Karno dan Bung Hatta. Kabarnya selain Bung Karno dan Bung Hatta, ada enam lagi tokoh yang diasingkan disana antara lain H.Agus Salim dan Suryadharma. Bung Hatta ditempatkan tidak di villa utama ini tapi di bangunan villa lainnya yang terletak lebih kebawah bukit.

Foto/Gambar Pemandangan teras kamar BungKarno (kmr no 101) hotel jati menumbing  di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan teras kamar BungKarno (kmr no 101) hotel jati menumbing di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat

Foto/Gambar Pemandangan kamar 102 : ruang kerja Bung Karno hotel jati menumbing  di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan kamar 102 : ruang kerja Bung Karno hotel jati menumbing di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat

Foto/Gambar Pemandangan ranjang Bung Karno hotel jati menumbing  di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan ranjang Bung Karno hotel jati menumbing di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat

Foto/Gambar Pemandangan mobil ford Bung Karno hotel jati menumbing  di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan mobil Ford Bung Karno hotel jati menumbing di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat

Foto/Gambar Pemandangan ruang meeting hotel jati menumbing  di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan ruang meeting hotel jati menumbing di Gunung Menumbing Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat


Kami diajak naik ke atap bangunan, di sore yang mulai temaram itu kami sempat melihat permukaan laut Selat Bangka, sayang sekali banyak kabut sehingga matahari yang mulai memerah itu tidak tampak jelas. Sebenarnya view keliling tidak terlalu bagus karena hanya hutan yang terlihat, kota Mentok dan Mercu Suar Tanjung Kalian juga tampak, terlihat kecil jauh dibawah. Didalam hutan yang tampak lebat itu masih ada lutung, ular dan babi hutan, sedangkan harimau tidak ada. Hari itu villa yang terpencil diatas gunung/hutan ini rupanya hanya didatangi rombongan kami saja. Malam harinya tentu tidak ada kesibukan lain selain nonton TV dan berupaya bisa cepat bisa tidur dengan harapan esoknya bisa bangun pagi-pagi untuk melihat sunrise dari atap hotel.

Tapi esok paginya ternyata kabut tebal sekali, walaupun demikian kami tetap naik keatas atap bangunan, ternyata memang tidak bisa melihat apa-apa, semua serba putih. Angin dingin yang bertiup keras juga membuat kami tidak bisa berlama-lama diluar kamar.


Tour Bangka part 2 : City tour Mentok dan Sungai Liat.

Acara dihari kedua adalah city tour dikota Mentok dan dilanjutkan menuju kota Sungai Liat yang terletak dipantai timur pulau Bangka. Karena perjalanan akan lumayan jauh maka setelah makan pagi di restoran hotel Bukit Menumbing yang diliputi kabut , kami langsung berangkat.

Obyek wisata pertama yang dikunjungi adalah Batu Balai, sebuah batu besar yang tergolek tak jauh dari jalan , uniknya batu besar itu bentuknya seperti buritan kapal sehingga menjadi bagian dari legenda Dampu Awang, dan katanya siapa yang lewat dikolong batu besar yang setengah tergantung itu akan enteng jodoh.

Kota Mentok kabarnya dimasa lampau pernah ramai karena disana ada pertambangan timah dan mempunyai letak yang strategis, dengan hanya menyebrangi selat Bangka sudah bisa tiba di muara sungai Musi dan 1 - 2 jam memasuki sungai Musi sudah tiba di kota Palembang . Jadi seharusnya kota ini ramai dan maju. Tapi sekarang kelihatannya seperti kota jaman baheula, tampak sepi
dan tak terlihat ada geliat pembangunan kota. Kecil seukuran kota kecamatan Serpong, pusat kota ini terlihat renta - dimana mana terlihat gedung-gedung yang sudah tua.

Dibagian lain dari pusat kota terlihat banyak rumah yang sudah rusak, tampaknya itu rumah-rumah tua yang dibangun di jaman Belanda, termasuk puing-puing rumah sebuah komplek yang dijelaskan Mirza : "itu bekas Rumah Sakit Umum !". Kami tanya kepada Mirza : "Oh, RSU itu sudah dipindah ?" , "kemana ?" "Tidak, disini tidak ada RSU lagi". Lho, masa iya sebuah kota engga punya RSU ? Ternyata memang kota itu tidak mempunyai lagi RSU , penduduk memanfaatkan Rumah Sakit yang dimiliki Peltim (Peleburan Timah).

Di pelabuhan Mentok yang berukuran kecil saja itu terlihat beberapa buah kapal sedang memuat penumpang yang akan menuju Palembang, antara lain tampak kapal cepat Express Bahari ( 3 trip/hari ) dan juga kapal Jetfoil Sumber Bangka ( 2 trip/hari ) yang dalam waktu 2 - 3 jam saja sudah tiba di tujuan. Selain kapal cepat khusus penumpang itu, terlihat pula kapal ferry
yang sedang memuat kendaraan, tapi kapalnya tidak sebesar kapal ferry penyebrangan Merak - Bakauhuni.

Menurut Mirza, berbagai macam barang di Bangka mahal harganya karena harus di "import" dari luar pulau, sampai beras dan sayur juga didatangkan dari luar pulau .

Sayang sekali rumah Mayor Tjun Yun Fong - sebuah rumah kuno yang letaknya berdekatan sekali dengan pelabuhan tadi, sekarang tidak bisa lagi dikunjungi karena kabarnya sebagian rumah itu sudah dijadikan sarang burung walet. Pagar rumah itu diberi kawat berduri, dan sewaktu kami berupaya minta izin masuk , penjaganya dari dalam rumah menyatakan bahwa gembok pintu pagar itu sedang dibawa oleh penjaga yang lain. Rumah besar itu atapnya sudah direnovasi, gentingnya sudah diganti dengan genting baru berwarna hijau.

Di pusat kota itu kami mengunjungi kelenteng tua yang letaknya bersebelahan dengan sebuah Mesjid Jami. Dihalaman kelenteng itu ada seorang penduduk yang sedang menimba air dari sebuah sumur dalam sekali, tapi airnya paling tinggal sejengkal dari dasarnya, karena kemarau panjang.

Foto/Gambar Pemandangan kelenteng kota Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan kelenteng kota Mentok/Muntok Kabupaten Bangka Barat


Perjalanan dilanjutkan, berawal dari pantai barat pulau Bangka itu, menuju kota Sungai Liat yang berada di pantai timur pulau Bangka yang mengharuskan kami kembali menelusuri jalan yang sama - yang kemarin kami tempuh dari Pangkal Pinang, maka terulang lagi perjalanan yang menjemukan, mata sampai pegel melihat hutan melulu.

Diluar kota Sungai Liat kami mengunjungi Kolong Pemali, wilayah yang sudah bopeng-bopeng akibat penambangan timah selama ratusan tahun, kabarnya eksploitasi di "pulau Timah" ini dimulai pada abad ke 19. Penggalian itu bukan dengan cara menggali lubang berbentuk sumur, tapi bentuk penambangan terbuka yang kemudian menyisakan kolam-kolam besar sampai berukuran danau yang sekarang penuh berisi air . Nama Kolong Pemali berasal dari kolong = kolam, pemali = pantang atau larangan - jadi dahulu wilayah itu terlarang dimasuki penduduk karena adanya kegiatan penggalian kolam timah diwilayah itu.

Foto/Gambar Pemandangan kolam/kolong Pemali di Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan kolam/kolong Pemali di Sungailiat Kabupaten Bangka


Beberapa kolam, airnya terlihat indah berwarna hijau biru, apalagi di sebuah danau yang kabarnya paling besar dan dalam, airnya sangat jernih - saking beningnya dibagian tepi danau kita bisa melihat jelas bebatuan didasarnya. Bagian tepi danau itu airnya berwarna hijau dan ketengah menjadi biru, banyaknya mineral didasar danau membuat menjadi berwarna warni itu.
Sayang sekali tidak dijadikan obyek wisata, barangkali selain airnya tidak sehat mengandung timah, juga tepian danau dan wilayah sekeliling nya amburadul - disana sini terlihat lubang bekas galian .

Sungai Liat beruntung sekali mempunyai banyak pantai yang indah-indah, bentuk pantainya yang berkelok-kelok, laut yang bersih berwarna hijau membiru, dan banyak batu-batu besar di sela sela pantai berpasir putih membuat pengunjung betah berjalan jalan menikmati pemandangan yang menyejukkan mata itu. Pandangan ke arah Laut Cina Selatan itu tidak satupun pulau terlihat,
dan dimalam hari terlihat banyak kerlip lampu dari bagan yang berada jauh ditengah laut.

Salah satu pantai yang menjadi obyek wisata lokal adalah Pantai Matras, sayang sekali pantai yang landai itu ombaknya cukup ganas sehingga di beberapa tempat harus dipasang penghalang agar ombak tidak menggerus pantai - tentu tumpukan bronjong batu ini mengganggu keindahan pantai.

Foto/Gambar Pemandangan Pantai Matras di Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan Pantai Matras di Sungailiat Kabupaten Bangka


Satu hal yang mengagumkan dari pulau Bangka adalah bagusnya sarana jalan disana, jaringan jalan begitu banyak menggurita dan aspalnya relatif bagus, jarang sekali ketemu jalan berlubang. Dimana mana terlihat bersih, dan sangat jarang terlihat pengemis. Berbeda dengan rumah-rumah di Jakarta yang mirip benteng, rumah disini kebanyakan tidak memakai pagar, mengesankan suasana yang aman.

Malamnya kami menginap di Hotel Tanjung Pesona, bintang tiga, yang berjarak sekitar 6 kilometer dari kota Sungai Liat. Kawasan hotel yang cukup luas ini berada di satu bukit ditepi pantai sehingga pemandangan dari cottage/restoran/gazebo yang dibangun diatas bukit mempunyai pandangan kearah laut lepas yang berwarna hijau biru itu indah sekali. Pantainya berbentuk teluk, pengunjung bisa menapaki tangga yang dibuat rapih menuruni bukit sampai ke tepi laut.

Foto/Gambar Pemandangan pantai Tanjung Pesona di Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan pantai Tanjung Pesona di Sungailiat Kabupaten Bangka

Foto/Gambar Pemandangan konfigurasi Batu di pantai Tanjung Pesona di Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan konfigurasi Batu di pantai Tanjung Pesona di Sungailiat Kabupaten Bangka

Foto/Gambar Pemandangan pantai Tanjung Pesona di Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan pantai Tanjung Pesona di Sungailiat Kabupaten Bangka

Foto/Gambar Pemandangan gazebo  di pantai Tanjung Pesona di Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan gazebo di pantai Tanjung Pesona Sungailiat Kabupaten Bangka

Foto/Gambar Pemandangan pantai Tanjung Pesona di Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan pantai Tanjung Pesona di Sungailiat Kabupaten Bangka

Foto/Gambar Pemandangan pantai Tanjung Pesona di Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan pantai Tanjung Pesona di Sungailiat Kabupaten Bangka


Sayang pengunjung hanya bisa menikmati pemandangan dari pantai saja, laut yang berbatu karang itu tidak aman untuk berenang maupun wisata air lainnya seperti menaiki banana boat dan lain lain. Tapi didalam komplek hotel yang luas itu tersedia hiburan seperti kolam renang dengan pemandangan laut ,diskotik, ruang karaoke,restoran yang menyajikan masakan unggulannya seperti makanan lokal yang terkenal : "ikan Jebung bakar". Bagi yang ingin bermain golf, dapat menuju ke Bangka Golf Club, yang terletak 200 meter diatas permukaan laut - lapangan golf dengan 18 hole - par 72 ini berbukit-bukit , jaraknya sekitar 35 menit dari hotel.


Tour Bangka , part 3 : Belinyu dan Parai Beach Resort

Tour wisaata dihari ketiga adalah mengunjungi Belinyu, kota yang berada bagian utara pulau Bangka, yang berjarak 58 kilometer dari Sungai Liat/Hotel Tanjung Pesona tempat kami menginap. Perjalanan menuju Belinyu terasa menyenangkan karena jalan mulus sekali, dan berbeda dengan perjalanan ke Mentok yang banyak membelah hutan maka perjalanan hari ini relatif "terang" - jarang sekali melalui hutan, hanya sesekali melalui wilayah yang terlihat tandus berlubang-lubang disana-sini akibat banyaknya galian timah. Karena jalan tidak terlalu ramai, kendaraan kami bisa agak ngebut dan dalam 1 jam 15 menit sudah memasuki wilayah Belinyu, yang mempunyai motto : "BERSATU : Bersih - Elok - Ramah - Serasi - Aman - Tertib - Utuh".
(aneh juga, kok pakai Utuh segala ?).


Pangkal Pinang - BERARTI : Bersih-Aman-Rapi-Tertib-Indah.
Mentok - TIMAH : Tertib-Indah-Aman-Harmonis.
SungaiLiat - BERTEMAN : Bersih-Tertib-Aman.


Sebelum masuk kota, mobil belok keluar jalan raya untuk memasuki jalan kecil, setelah berjalan sejauh dua kilometer sampailah ke sebuah kolong/kolam yang disebut : Phak Kak Liang. Tempat wisata ini dibuat meniru TengChing Lake di Kaoshiung Taiwan,
dari pinggir kolam dibuat jembatan kelok sembilan yang menuju ketengah kolam - diujung jembatan dibuat sebuah kupel. (foto)
Sayang sekali selain kolamnya kecil saja , airnya berwarna hijau keruh, pemandangan ke sekeliling kolam juga tidak menarik.
Walaupun hari Minggu suasananya sepi sekali , maka setelah menelusuri jembatan berkelok menuju ke kupel ditengah kolam, kami segera kembali ke mobil untuk meneruskan perjalanan.

Foto/Gambar Pemandangan Kolam phak kak liang di Belinyu Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan Pemandangan Kolam phak kak liang di Belinyu Kabupaten Bangka


Obyek wisata didalam kota Belinyu yang lain adalah Gua Maria, yang terletak dibelakang sebuah sekolah Katholik, karena keterbatasan waktu kami tidak sempat menelusuri keseluruhan jalan setapak sekitar gua Maria yang dibangun diatas sebuah bukit itu (foto).

Foto/Gambar Pemandangan gua Maria di Belinyu Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan gua Maria di Belinyu Kabupaten Bangka


Kota Belinyu selintas seperti Mentok, kecil saja dan tidak terlalu ramai, hanya bangunannya terlihat sedikit lebih bagus dari Mentok. Kami makan siang di rumah makan yang katanya paling enak dan paling besar yaitu Khuai Lok, ternyata sebuah rumah makan yang kecil saja dan sempit hanya muat sekitar 5 meja , masakannya juga biasa2 saja.

Kota Belinyu selain mempunyai bagian kota perdagangan dimana kami makan siang itu, juga ada bagian perkantoran pemerintah dengan gedung-gedung tuanya yang kayaknya warisan jaman Belanda, berada di bagian kota yang agak berbukit. Tidak disangka ternyata kota ini tidak terletak dipinggir pantai, pelabuhan masih berjarak sekitar 10 kilometer dari kota.

Karena kami minta diajak ke tempat souvenir, maka Mirza membawa kami ke satu Home Industri yang berada sekitar 5 kilometer diluar kota Belinyu arah ke pelabuhan TanjungGudang. Dirumah itu kami membeli macam-macam rajutan buatan tangan yang
bisa digunakan untuk taplak meja, sarung aqua, sarung kotak tissue, sarung HP, sarung bantal dan lain lain.

Obyek terakhir di Belinyu adalah mengunjungi Kampung Gedong, semula saya kira lokasinya ditengah kota Belinyu, ternyata jauh diluar kota. Kali ini mobil kami kembali keluar lagi dari jalan raya dan memasuki jalan kecil tidak beraspal. Perjalanan masuk cukup jauh dan turun naik melewati jalan becek sehingga kami khawatir mobil tergelincir karena jalannya licin itu..
Ternyata Kampung kuno yang seluruhnya dihuni oleh penduduk keturunan Tionghoa itu hanyalah sederetan rumah sederhana berdinding papan. Didepan rumah banyak dijemur aneka kerupuk Bangka seperti kemplang, tapi sayang mereka tidak menjual yang sudah matang, kami tidak membeli kerupuk mentah itu karena tidak yakin bisa menggorengnya dengan betul - hasilnya bakalan "bantet" kalau engga tahu caranya.

Acara berikutnya adalah berburu mie, tempatnya di Kedai Apo Mie yang terletak didalam kota SungaiLiat, kami anthusias sekali karena kabarnya inilah kedai mie paling enak dan terkenal dikota SungaiLiat. Karena itulah mobil ngebut kembali ke Sungai Liat agar bisa tiba sebelum Kedai yang terletak dipusat kota itu tutup, yaitu jam 15. Sebenarnya pagi harinya kami sudah mendatangi kedai itu, karena terlihat kedai sudah buka dan ada seorang karyawannya yang sedang masak air maka rame-rame kami pagi itu langsung masuk dan duduk dengan manisnya dikursi, tapi kemudian semua bengong karena ternyata mie-nya baru akan
siap satu jam lagi. Maka sore itu saat kami tiba kembali disana dan melihat masih buka, maka segera menyerbu duduk dan pesan ini-itu , tapi alamak semua kecewa, sama sekali engga istimewa, sampai ada yang bilang ini sih bukan Apo Mie, tapi Mie Apo nich ?!.

Untunglah kekecewaan hari itu terobati setelah tiba di tempat menginap - Parai Beach Resort, bintang empat, yang memang betul mempunyai pantai yang sangat indah, berbentuk teluk dengan warna airnya yang bergradasi dari warna hijau muda ditepinya yang ketengah menjadi hijau tua.. Deretan cottage dibangun ditepi pantai diantara pohon-pohon kelapa, dan tak jauh dari tepi pantai berpasir putih itu ada sebuah kolam renang dengan restoran yang cukup besar

Foto/Gambar Pemandangan Pantai Parai/ Pantai hakok (parai Beach/ Hakok Beach) di Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
Pemandangan Pantai Parai/ Pantai hakok (parai Beach/ Hakok Beach) di Sungailiat Kabupaten Bangka


Diujung pantai ada sebuah tanjung kecil, yang penuh bebatuan besar yang mengundang kita untuk mendaki dan berfoto diatasnya dengan background laut yang indah itu.

Ada beberapa pengunjung yang berenang di bagian pantai yang landai dan tidak berbatu, tapi seperti halnya di Hotel Tanjung Pesona disinipun tidak ada sarana wisata air seperti banana boat dll.

Malam hari kami menghabiskan waktu dengan duduk-duduk di restoran mendengarkan live music, dilanjutkan ke Karaoke Room yang berada di bangunan utama hotel yang bertingkat. Saat itu terlihat banyak tamu yang datangnya berombongan besar, rupanya kebanyakan tamu yang datang ke Bangka ini adalah grup tour .


Written By : sindhiarta di https://smulya.multiply.com
Judul Asli :

Feature UBB

Berita UBB

UBB Perspectives