UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
22 Oktober 2008 | 13:52:47 WIB
PENGABDIAN (Renungan Tentang Tri Dharma Perguruan Tinggi)
Ditulis Oleh : Admin
Berikutnya, dalam sebuah seminar, saya berkesempatan diskusi dengan salah satu dosen STAIN SAS Babel. Penggalan katanya yang menarik kira-kira begini Saya itu tidak setuju kalau seorang dosen mengajar terlalu banyak karena akan mematikan produktivitas. Dengan banyak berdiri di kelas, seorang dosen terlalu banyak mensia-siakan umurnya.
Dua ilustrasi di atas mewakili kaum yang menekankan bahwa menjadi seorang dosen juga berarti menjadi seorang ilmuwan yang produktif menghasilkan karya ilmiah, juga berarti kontributif bagi pengembangan kualitas hidup masyarakat disekitarnya melalui serangkaian pengabdian masyarakat, selain tugas minimal untuk disebut sebagai seorang dosen, yaitu mengajar. Masalahnya, kerapkali masyarakat akademika sangat susah membedakan antara pengabdian masyarakat dengan tugas pribadi. Kerumitan masalahnya akan semakin bertambah jika tidak ada surat penunjukan dari atasan. Mispersepsi ini berdampak pada satu term: kecemburuan sosial. Sementara dosen A berasumsi membawa nama kampus, pada sisi lain dosen B justru mengatakan bahwa si A membawa misi untuk kepentingan profit pribadi.
Abdi
Suatu kali, saya terlibat perdebatan agak alot dengan salah seorang staf kampus yang menurut saya keliru menafsirkan definisi pengabdian masyarakat. Menurutnya, sebuah pekerjaan non-mengajar dikatakan sebagai pengabdian masyarakat jika dan hanya jika mendapatkan Surat Keputusan/Penunjukkan/Surat Tugas dari Dekan. Lalu saya mencontohkan surat keputusan rektor yang menunjuk saya dalam sebuah kepanitiaan untuk sebuah kegiatan kemitraan dengan lembaga pemerintahan, yang bersangkutan tetap ngotot mengatakan bahwa ini bukan tugas pengabdian, tetapi tugas pribadi karena tidak mendapatkan surat dari dekan. Padahal jelas sekali bobot pekerjaan tersebut membawa misi pengabdian kampus bagi sosialitas masyarakat dan pemerintahan, di samping juga dalam rangka membesarkan kiprah kampus.
Saya kok berpikir bahwa bagi sebagian civitas akademika, pengabdian masyarakat dilihat apakah sebuah pekerjaan dilakukan dengan imbalan atau tidak. Jika tidak memberikan keuntungan bagi yang menjalankan, maka pekerjaannya dapat didefinisikan sebagai bagian dari pengabdian, tetapi jika mendatangkan keuntungan finansial secara pribadi, maka pekerjaan tersebut bukan bagian dari pengabdian masyarakat. Padahal kata abdi seharusnya tidak disibukkan dengan perdebatan soal fulus. Sederhananya, jika kita bekerja, konsekuensinya adalah imbalan. Yang repot, jika kita tidak bekerja, tetapi berharap imbalan, jika tidak maka berseliweranlah nuansa kecemburuan sosial. Walah-walah-walah.
Jauh sebelunya, saya sempat termehek-mehek melihat sebuah adegan langka. Seorang mahasiswa aktif menghadap dosen yang kebetulan adalah decision maker. Si mahasiswa berkeluh kesah tentang soal aktivitas kemahasiswaan di kampusnya yang dinilai tidak produktif seraya mencontohkan kampus lain yang mahasiswanya sibuk untuk menjadi agen perubahan. Dosen tersebut dengan entengnya menjawab: Deng lah, tu ukan gawe kita. Tugas kite di kampus ne hanye belajar. Dak usah mikir jauh-jauh (Sudahlah, itukan bukan kerjaan kita. Tugas kita di kampus ini hanya belajar. Jangan mikir jauh-jauh -red). Jujur saja saya shock. Harusnya dosen yang bersangkutan menawarkan alternatif kegiatan atau malah mengajak mahasiswanya untuk berpikir bersama-sama mengenai agenda yang patut dijadikan mata kegiatan. Saya menyimpulkan bahwa dosen demikian hanya mampu menjalankan fungsi sebagai guru sekolahan yang mengajar siswa untuk tetap patuh pada peraturan normatif, tidak cocok menjadi seorang dosen bagi mahasiswa yang memfungsikan diri sebagai artikulator pembangunan bangsa.
Bibit
Kampus adalah arena persemaian bagi para agen perubahan. Mahasiswa seharusnya mendapatkan godokan yang memadai agar dapat mengumpulkan modal sosial yang cukup terjun ke dunia praksis. Bagi lembaga pendidikan keilmuan berkelas sarjana, urusan idealisasi menjadi jauh lebih penting ketimbang persoalan teknis. Pendekatan akademiknya berbeda dengan pendekatan dunia akademi yang menyelenggarakan pendidikan diploma. Pada satuan mahasiswa sarjana, mahasiswa didaulat untuk menyiapkan koper das sein-seharusnya, bukan koper das sollen-senyatanya. Jadilah mahasiswa merupakan agen unik yang harus senantiasa peka dalam keseharian.
Jika demikian, maka tugas pengabdian masyarakat tidak hanya berada di pundak dosen, tetapi juga mahasiswa. Mengapa sebab seorang mahasiswa yang akan diwisuda menggunakan toga kebesaran ala tim hakim, jaksa, dan pengacara? Itu lantaran mahasiswa akan menjadi penentu gelindingan bola keadilan. Bak perangkat pengadilan, mahasiswa yang akan diwisuda harus menjadi penegak keadilan di masyarakat kelak. Itulah sebabnya, pelatihan sebagai abdi masyarakat sudah harus diperankan oleh mahasiswa sejak masih kuliah.
Lalu bagaimana jika dosen-nya hanya terbiasa mengajar alias jarang melakukan tugas pengabdian? Tunggu dulu, jangan-jangan dosen yang bersangkutan tidak faham dengan filosofi tridarma perguruan tinggi. Atau justru dosen yang bersangkutan pada saat menjadi mahasiswa dulu merupakan salah satu dari mereka-mereka yang pasif? Jika demikian, jangan berharap mahasiswanya akan produktif jika diasuh oleh dosen yang juga tidak produktif dalam kekaryaan.
Saya acungkan jempol pada satu orang kawan saya yang sebenarnya sudah cukup umuran, namun selalu menyatakan kesadaran bahwa ia memang kurang faham dalam dunia kampus dan oleh karenanya ia tidak sungkan bertanya jika bingung dan tidak sungkan meminta nasehat pada yang muda jika ia tidak mengerti. Tapi saya sungguh sedih pada sosok pendidik yang tidak pernah menyadari kekeliruan berkala yang dia buat, dan justru menanamkan aset kebencian dan ke-rese-an tingkat tinggi pada mereka-mereka yang terus belajar berbenah untuk memperbaiki diri.
Bibit unggul di tanam di tanah yang subur, dikelola oleh yang tidak profesional hasilnya membahayakan. Apalagi jika bibit jelek, di tanam di tanah yang jelek, dan dikelola oleh orang yang tidak profesional, maka hasilnya tidak akan hancur-hancuran. Bibit unggul harus di tanam di tanah yang subur dan dikelola oleh orang yang profesional, Insya Allah hasilnya akan mencapai summum bonum-kebaikan tertinggi ala Plato. ***
Written By :
Ibrahim
Dosen Prodi Sosiologi UBB
Approved By : Iksander UBB Press
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka