UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
30 April 2008 | 01:52:19 WIB
Dongeng Tuk Burod Legenda Pulau Belitung
Ditulis Oleh : admin
Ceritanya bermula di saat penduduk Belitung masih banyak memukimi daerah hutan di hulu-hulu sungai, guna menghindarkan para lanun. Dalam kondisi demikian, di sebuah keleka' (kampung kecil, red.) di sekitar kaki Gunung Tajam sekarang, terdapatlah satu keluarga besar. Keluarga itu memiliki beberapa orang anak perempuan yang telah kawin dengan laki-laki dari keleka' tetangganya. Salah satunya bernama Burod. Dibanding para menantu yang ada, Burod memiliki tabiat berbeda. Ia dikenali sebagai pemuda yang malas.
Kehidupan keluarga besar tersebut terbilang cukup sederhana. Sehari-hari mereka sepenuhnya tergantung pada alam, dari berladang di ume, berburu hewan di hutan dan menangkap ikan di kubok-kubok sekitar daerah tersebut.
Seperti kebanyakan penduduk pada masa itu, di satu akhir musim panas menjelang musim penghujan, penduduk keleka' mulai nebas (menebang pohon untuk dibakar sebagai persiapan awal membuka ladang, red.). Hal sama juga dilakukan keluarga besar Burod. Dipimpin sang mertua, Burod dan ipar-ipar yang lain berangkat ke hutan yang telah dibagikan dukun (kepala adat) secara merata. Setiap orang rata-rata mendapat bagian 20 surik atau setara dengan dua hektar (satu surik = 10 X 10 meter, red.).
Dari pembagian tersebut tanah Burod berada paling ujung dari seluruh kawasan ume yang akan digarap. Singkat cerita karena musim kemarau sudah hampir habis, semua penduduk dan ipar-ipar Burod sudah selesai nebas pohon di ume masing-masing. Namun tidak demikian halnya dengan Burod. Setiap hari kerjaannya hanya duduk-duduk sambil makan makan sangu berupa rebus kembili" (umbi-umbian berukuran seujung jari kaki hingga seujung jempol, red.). Sambil mengunyah rebus kembili' ia berkhayal menebangi pohon di depannya. Sesudah menebang pohon ini, lalu ke pohon itu dan seterusnya, ia berkhayal. Di ujung khayalnya rebus kembili' pun habis, sementara tak satu pohon pun yang telah ia tebang, sementara semua orang di keleka' itu telah selesai nebas.
Melihat kelakuan menantunya itu sang mertua pun menegurnya. "Rod, Rod, malas benar kau ne. Kerjaannye nggak ngabise' rebus kembili' sangu. Mane tebasan kau? Urang la uda, kau lum ape-ape. Sebile kan nebase Rod!?," tegur mertuanya. "Tunggu suat pak, aku ngabise' sangu ne dulu," jawab Burod tak senang ditegur mertuanya. Sejenak kemudian, setelah menghabiskan sangu rebus kembili'-nya, ia pun bergegas mengambil parang dan berjalan ke hutan yang menjadi bagiannya. Di pinggir hutan itu ia berbicara pada parangnya, "Nah, parang. Kalu' kau mimang nurut kan aku, tige kali tetak (ayunan, red.) kau musti ngabiskan utan seluas pandangan mate aku!" Usai berkata demikian ia pun segera mengayunkan parangnya tiga kali. Aneh bin ajaib, sekejap kemudian semua pohon yang ada di hadapannya habis rebah semua.
Semua yang melihat tindakan Burod jadi heran. Dan, salah satu ipar Burod berujar, "Inila akhirnye. Aya becakap nyinggong perasaan die, jadi die mara." Mendengar percapakan itu Burod hanya bergeming. Sejurus kemudian ia pulang, diiringi mertua dan ipar-iparnya.
Setelah kejadian itu seminggu lamanya keluarga besar itu beristirahat total. Agar udah dibakar, mereka harus menunggu kayu-kayu tebangan tersebut kering dulu. Pada minggu berikutnya, setelah semua kayu itu kering, kayu-kayu tebangan tersebut pun dibakar dengan menyisakan reba' (rebahan pohon kayu yang tidak terbakar, red.) di sana-sini. Reba' itupun kemudian segera dikumpulkan. Sebagian besar digunakan sebagai pembatas surik-surik di ume masing-masing.
Berbeda dengan ipar-iparnya, Burod sama sekali tak terlihat sibuk. Bukannya membakar potongan pohon bekas tebangannya, ia malah tidur pulas di membarongan (pondok di ume baru, red.) miliknya. Melihat kondisi itu tak ada satu pun ipar-iparnya yang berani membangunkannya. Mereka takut ngomong salah. Menjelang sore barulah Burod dibangunkan dan pulang beriringan.
Malam harinya, sambil duduk-duduk di ruang tengah mertuanya, keluarga besar ini membicarakan proses berikutnya, yaitu nugal (menanam bibit padi di tanah, red.). Lazimnya nugal dilakukan dengan cara menancapkan kayu runcing ke tanah yang sudah diberi batas reba' per surik.
Sedianya keluarga besar ini selalu mengawali ladang secara bersama-sama. Cuma, kali ini muncul masalah. Ume belum bisa ditugal. Biang keroknya Burod. Bekas tebangan pohon di bagian ume miliknya belum dibakar.
Mendengar ia dimasalahkan keluarganya dan dianggap sebagai biang kerok keterlambatan Burod pun angkat bicara. "La, isok la baru aku nunu. Mika' tau beres la, usa gado, kite pasti serete nugal maupun ngetamnye kelak," tegas Burod. Mendengar kepastian dari Burod, mereka pun segera mengakhiri pertemuan keluarga itu, lalu beristirahat.
Keesokan paginya, tanpa diduga-duga, turun hujan. Walau tidak lebat, cukup untuk membatalkan rencana Burod membakar tebangan di lahan ume miliknya. Gusar melihat Burod yang tenang-tenang saja, sang mertua menegur Burod. "Kiape kau kan nunu mun ari ujan macam ini Rod!?," sergah mertuanya ketus.
Ditegur begitu, sambil menggeliatkan badannya di atas tikar pembaringan Burod pun menjawab, "Ikam diam saja' Pak. Ikam dudok saja' de ruma ne." Setelah itu ia pun segera berdiri, mencuci muka dan melampun (sarapan pagi, red.).
Usai melampun, Burod menyambar parang dan topi pandan miliknya. Tak lama kemudian dari belakang rumah ia menebang sebatang pohon pisang paling besar yang belum berbuah dan dibawanya masuk ke dapur. Setelah disulut dengan api dapur, Burod pun menjadikan pohon pisang yang telah menyala cukup besar itu sebagai obor untuk membakar kayu humanya.
Sambil berjalan setenang-tenangnya Burod segera menuju pinggir hutan bagiannya. Sesampai di pinggir hutan itu, dengan lantang ia berkata, "Nah, api. Kalu' kau mimang bekawan kan aku, kau makan la kayu setinggi nok dapat kau bedan sedalam nok dapat kau makan!"
Sekejap kemudian terbakarlah kayu tebangan Burod di tengah hujan pagi itu. Tak satupun kayu yang dapat bertahan dari hantaman api Burod. Bahkan, humus-humus atau kayu-kayu dan daun-daun kering di tanah sedalam satu meter termakan habis musnah. Malah sampai ke akar-akar tunggul di dalam tanah. Sehabis hutan itu terbakar oleh api Burod, yang tersisa adalah asap mengepul dan tanah huma Burod hangus total. Saking hangusnya hingga tak ada lagi bagian tanah yang dapat ditumbuhi padi.
Alkisah Burod tak bisa nugal karena tanahnya, bukan saja kayu tebangannya, turut terbakar. Itulah sebabnya sampai sekarang Kawasan Padang Buang Anak tidak ditumbuhi oleh kayu besar.
Menurut cerita yang berkembang turun temurun, karena kehebatannya itulah, kemudian hari Tu' Burod mengubah jalan hidupnya yang malas itu. Pada setiap musim menanam padi dimulai, sebelumnya Tu' Burod selalu disibukkan dengan panggilan untuk menjadi buruh upahan menebas dan membakar tebasan tersebut. Konon kabarnya hutan tebasan dan garapan Burod selalu menghasilkan padi yang melebihi padi garapan orang lain. Dan, upah kerja bagi Burod bukannya barang mewah, tetapi hanya nasi anyam, alias kerak nasi.
source : Bule Sahib di https://www.belitungtimur.com/
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka