UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
13 Juli 2009 | 12:21:34 WIB
PENDIDIKAN GRATIS
Ditulis Oleh : Admin
Pro Kontra Pendidikan Gratis
Dilihat dari perkembanganya, fenomena ini tidak lepas dari pro dan kontra. Bagi yang pro dengan program-program itu mengatakan bahwa itu adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan penurunan angka anak putus sekolah, sekolah gratis bagi orangtua bisa mengurangi beban pikirannya untuk masalah biaya pendidikan dan tidak ada lagi anak-anak yang tidak boleh ikut ujian hanya karena belum bayar iuran sekolah. Sedangkan yang kontra berkata pemerintah bagaikan pahlawan kesiangan, Hal ini dikarenakan telah ada yang lebih dulu melakukan hal tersebut, yaitu LSM-LSM yang concern pada bidang pendidikan dan penanganan masyarakat tak mampu. Adanya kurang rasa harus sekolah, kesadaran akan pendidikan sangat kurang, anak lebih mementingkan pekerjaan dari pada harus sekolah yang tidak mengeluarkan apa-apa. Biaya pendidikan gratis hanya sampai dengan Sekolah Menengah Pertama sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas tidak. Sedangkan tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Ataslah yang merupakan tombak utama dan usia yang mapan untuk mencari pekerjaan serta penghasil devisa negara.
Sekolah menjadi bermutu karena ditopang oleh peserta didik yang punya semangat belajar. Mereka mau belajar kalau ada tantangan, salah satunya tantangan biaya. Generasi muda dipupuk untuk tidak mempunyai mental serba gratisan. Sebaiknya mental gratisan dikikis habis. Kerja keras, rendah hati, toleran, mampu beradaptasi, dan takwa, itulah yang harus ditumbuhkan agar generasi muda ini mampu bersaing di dunia internasional, mampu ambil bagian dalam percaturan dunia, bukan hanya menjadi bangsa pengagum, bangsa yang rakus mengonsumsi produk. Paling susah adalah pemerintah menciptakan kondisi agar setiap orangtua mendapat penghasilan yang cukup sehingga mampu membiayai pendidikan anak-anaknya.
Tidak hanya murid saja melainkan guru yang terkena imbas dari pendidikan gratis ini. Kebanyakan dari guru sekolah gratisan mengalami keterbatasan mengembangkan diri dan akhirnya akan kesulitan memotivasi peserta didik sebab harus berpikir soal bertahan hidup. Lebih celaka lagi jika guru berpikiran : pelayanan pada peserta didik sebesar honor saja. Jika demikian situasinya, maka jauh panggang dari api untuk menaikkan mutu pendidikan.
Sekolah, terutama sekolah swasta kecil, akan kesulitan menutup biaya operasional sekolah, apalagi menyejahterakan gurunya. Pembiayaan seperti listrik, air, perawatan gedung, komputer, alat tulis kantor, transpor, uang makan, dan biaya lain harus dibayar. Mencari donor pun semakin sulit. Sekolah masih bertahan hanya berlandaskan semangat pengabdian pengelolanya. Tanpa iuran dari peserta didik, bagaimana akan menutup pembiayaan itu.
Kualitas Pendidikan vs Pendidikan Gratis
Pemberlakuan sekolah gratis bukan berarti penurunan kualitas pendidikan, penurunan minat belajar para siswa, dan penurunan tingkat kinrerja guru dalam kegiatan belajar mengajar di dunia pendidikan. Untuk itu bukan hanya siswa saja yang diringankan dalam hal biaya, namun kini para guru juga akan merasa lega dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan akan kesejahteraan guru. Tahun 2009 ini pemerintah telah memutuskan untuk memenuhi ketentuan UUD 1945 pasal 31 tentang alokasi APBN untuk pendidikan sebesar 20%. Sehingga akan tersedianya anggaran untuk menaikkan pendapatan guru, terutama guru pegawai negeri sipil (PNS) berpangkat rendah yang belum berkeluarga dengan masa kerja 0 tahun, sekurang-kurangnya berpendapatan Rp. 2 juta.
Dari dana BOS yang diterima sekolah wajib menggunakan dana tersebut untuk pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), pembelian buku teks pelajaran, biaya ulangan harian dan ujian, serta biaya perawatan operasional sekolah.
Sedangkan biaya yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memiliki biaya besar, seperti: study tour (karyawisata), studi banding, pembelian seragam bagi siswa dan guru untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah), serta pembelian bahan atau peralatan yang tidak mendukung kegiatan sekolah, semuanya tidak ditanggung biaya BOS. Dan pemungutan biaya tersebut juga akan tergantung dengan kebijakan tiap-tiap sekolah, serta tentunya pemerintah akan terus mengawasi dan menjamin agar biaya-biaya tersebut tidak memberatkan para siswa dan orangtua. Bagaimana jika suatu waktu terjadi hambatan atau ada sekolah yang masih kekurangan dalam pemenuhan biaya operasionalnya? Pemerintah daerah wajib untuk memenuhi kekurangannya dari dana APBD yang ada. Agar proses belajar-mengajar pun tetap terlaksana tanpa kekurangan biaya.
Melihat kondisi diatas, semua itu adalah usaha pemerintah untuk mensejahterahkan rakyatnya dalam hal ekonomi dan pendidikan, tapi alangkah baiknya tidak memberlakukan sekolah gratis melainkan sekolah murah, dan program bea siswa. Mengapa sekolah harus murah. Diantaranya; sekolah murah adalah harapan semua orang, tidak hanya para murid dan orangtuanya, namun juga para guru selagi kesejahteraannya mendapatkan jaminan dari pemerintah. Sekolah murah dalam banyak hal bisa menyenangkan, tanpa dibebani tanggungan biaya sekolah sang anak yang mahal, orangtua dapat tenang menyekolahkan anaknya dan urusan pencarian dana untuk memenuhi kebutuhan keluarga lebih dikosentrasikan kepada kebutuhan sandang, pangan, papan dan kesehatan. Sang anak pun bisa tenang melakukan aktivitas pendidikan, sebab tidak lagi merasa menjadi beban bagi orangtua.
Dan bukankah suasana yang menyenangkan salah satu faktor terpenting dalam proses belajar-mengajar? Bagaimana peserta didik dapat belajar dengan baik jika konsentrasinya harus terbagi memikirkan dana sekolahnya yang belum terlunasi orangtuanya. Ataupun waktu di luar sekolahnya harus terbagi untuk membantu orangtuanya mencari tambahan penghasilan. Tidakkah kasus murid-murid yang bunuh diri karena biaya sekolah yang mencekik belum menjadi peringatan?
Adanya sekolah murah yang dana aktivitas pendidikannya terbanyak atau sepenuhnya ditanggung pemerintah, bisa menumbuhkan kepercayaan masyarakat akan peran dan keberadaan pemerintah. Kebijakan-kebijakan pemerintah akan segera didengar dan dipatuhi masyarakat selagi masyarakat benar-benar merasa pemerintah berada di pihak mereka dan berusaha menyejahterahkan masyarakatnya. Sebaliknya, pemerintah pun akan memiliki bargaining politik yang kuat. Salah satu prasyarat pemerintahan yang kuat dan berdaulat adalah harus mendapatkan cinta dari rakyatnya. ***
Penulis : Rizki Yulia Ananda
Program Studi Agroteknologi Pertanian
Fakultas Pertanian, Perikanan, dan Biologi
Universitas Negeri Bangka Belitung
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka