UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
24 Mei 2010 | 14:53:30 WIB
GANYANG OKNUM!
Ditulis Oleh : Admin
Bila ditelaah lebih dalam kroniknya permasalahan yang mendera bangsa ini disebabkan oleh banyak hal. Hizbut Tahrir Indonesia berpandangan bahwa semua itu terjadi karena kesalahan sistem yang dianut oleh Negara Indonesia. Indonesia masih menganut sistem kufur bukan sistem syariah yang bernaung dibawah daulah khilafah islamiah. Kaum Sosialis berpandangan karena kesalahannya ada pada penguasa yang selalu memperkaya diri sendiri dan mementingkan kaum pemodal tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat. Ada juga yang berpendapat bahwa permasalahan bangsa ini disebabkan oleh korupsi yang secara sistematik dan bergelombang menjadi tsunami yang melanda bangsa tak henti-hentinya. Pendapat yang lain mengatakan masalah bangsa diakibatkan karena moral dan akhlaq bangsa yang terdegradasi akibat mentalitas masyarakat Indonesia yang rapuh akibat jauh dari nilai-nilai agama.
Diantara penyebab masalah-masalah bangsa ini, ada salahsatu masalah yang menjadi sebab tergerusnya bangsa secara perlahan-lahan menuju ke gerbang keterbelakangan yakni keberadaan oknum yang selalu ada pada setiap denyut nadi bergeraknya roda kehidupan bangsa Indonesia.
Istilah oknum merupakan istilah yang tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia. Oknum adalah sebutan bagi seorang atau sekelompok orang pelaku yang melakukan perbuatan melanggar hukum, aturan dan norma-norma dalam kehidupan masyarakat. Oknum terdapat dimana-mana dan biasanya memiliki profesi atau jabatan dan titel. Ada yang berprofesi sebagai jaksa, hakim, polisi, PNS, kepala daerah, anggota dewan dan profesi-profesi publik lainnya. Kata oknum digunakan agar tidak ada justifikasi bahwa semua orang yang berprofesi sama dengan oknum tersebut adalah jelek. Bahwa institusi yang dihuni oleh oknum tersebut juga jelek. Yang jelas kemunculan Oknum ini sedikit banyak seringkali menyebabkan tercorengnya institusi yang dihuni oleh oknum tersebut.
Oknum muncul dan bisa terjadi karena sebuah tuntutan. Tuntutan yang dimaksud adalah tuntutan untuk memperkaya diri, birahi untuk meraih kekuasaan dan keinginan rendah untuk memuaskan nafsu syahwat dengan cara-cara yang tidak halal. Dalam istilah ajaran Nabi Muhammad SAW dikenal dengan harta, tahta dan wanita. Oknum adalah pelaku dengan mentalitas murahan yang tidak dibingkai oleh keimanan dan ketakwaan. Orang yang bisa menjadi oknum adalah orang yang memiliki jabatan, wewenang, bargaining serta ada kemampuan, niat dan kesempatan. Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum pada suatu institusi lebih berbahaya ketimbang pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat biasa atau rakyat kecil Hal ini disebabkan para oknum melakukannya atas dasar kecerdasan dan pengetahuan. Dalam menjalankan operasinya oknum adalah pemain yang sangat licin dan lihai sebab mengetahui secara persis celah yang dapat digunakan untuk memuluskan langkahnya. Dengan kata lain oknum sangat menguasai ilmu dan strategi dalam menjalankan operasinya. Kehati-hatian dan penghalalan segala cara adalah menjadi sebuah mazhab utama. Bagi oknum yang kurang hati-hati dan apes, maka ia akan ketahuan perbuatannya, terekspos didepan publik serta terkena delik hukum. Namun tak sedikit pula oknum yang hari ini bermain cantik dan masih bercokol di institusi tempat kerjanya dan nyaman menikmati kerjanya tanpa tersentuh oleh hukum.
Akibat dari perilaku pelanggaran oknum yang terendus oleh hukum adalah munculnya kasus. Misalkan kasus korupsi, suap menyuap, pelecehan seksual, penghinaan dan kasus-kasus hukum lainnya. Bentuk-bentuk kasus oleh oknum yang berprofesi ada begitu banyak. Ada oknum yang berprofesi sebagai jaksa, polisi dan hakim yang menjelma menjadi makelar kasus hukum. Ada oknum kepala daerah yang melakukan korupsi dana APBD. Ada oknum anggota dewan yang terlibat dalam kasus kolusi. Ada oknum PNS yang melakukan pungutan tidak resmi bagi masyarakat yang mengurus perizinan atau oknum PNS yang minta jatah kepada pemborong proyek Pemda. Ada oknum kepala desa yang menjual hutan lindung dan tanah rakyat, Masih ratusan bahkan ribuan bentuk kasus-kasus lainnya yang dilakukan oleh para oknum diberbagai instansi dan institusi. Salahsatu kasus terbaru yang terkenal ke seluruh saentero Indonesia adalah oknum PNS pegawai pajak yang bernama Gayus Tambunan Halomoan.
Dibentuknya Satgas anti Mafia hukum oleh Presiden Yudhoyono adalah akibat bercokolnya oknum khususnya oknum penegak hukum yang melakukan praktek mafia dan makelar kasus. Sejarah telah mencatat bahwa berjuta oknum terlahir dari institusi-institusi yang ada di pemerintahan. Tak lekang dari ingatan kita tentang kasus Urip Tri Gunawan, oknum jaksa yang terlibat penyuapan kasus BLBI. Begitu pula dengan sederet kasus perzinahan, kolusi dan suap menyuap yang dilakukan oleh oknum anggota DPR RI periode 2004-2009 seperti : Yahya Zaini, Max Mouin, Bulyan Royan, Al Amin Nur Nasution, Abdul Hadi dan lain sebagainya. Atau kasus Gayus Tambunan yang menyeret oknum Hakim dan jenderal bintang dua polisi yang berkolusi dalam menangani kasus tersebut. Terlalu banyak contoh-contoh kasus yang terjadi di negeri ini yang apabila dideskripsikan memakan waktu yang begitu lama. Semakin hari bukan semakin menurun namun semakin meningkat dan dimana-dimana selalu ada, dari pusat sampai kedesa.
Mungkinkah Indonesia adalah negeri yang memiliki berjuta oknum. Bisa jadi iya. Ironis sungguh melihat keadilan, kebenaran dan keteraturan dalam tata kehidupan masyarakat menjadi tercabik-cabik. Banyak sudah akibat yang sudah diukir oleh oknum. Kerugian materi dan non materi yang diderita oleh Negara. Energi berharga bangsa yang selalu terkuras. Ketidak percayaan masyarakat kepada para penyelenggara Negara. Harus diakui bahwa secara langsung dan tidak langsung para oknum inilah yang mengabrasi kekayaan, kesejahteraan, keteraturan, keharmonisan dan reputasi bangsa ini.
Di Provinsi Kep. Bangka Belitung, ada contoh rill karya oknum yang terukir. Miris rasanya jika melihat kondisi alam Bangka Belitung yang porak poranda akibat penambangan timah yang sporadis. Air sungai dan kolong yang keruh. Topografi alam yang korengan, hutan yang gundul, ekosistem laut dan terumbu karang yang rusak dan hancur. Bukankah ini ulah dari para oknum!oknum yang mana?Apakah oknum pejabat berwenang yang punya tendensi pribadi untuk menambah kekayaannya?Apakah oknum aparat penegak hukum (tidak perlu dideskripsikan aparat hukum mana saja) yang bermain secara kompak dan berjamaah?Jika itu ditanyakan kepada penulis maka jawaban penulis adalah saya tidak tahu. Tanyakan saja kepada kursi-kursi dan meja-meja serta dinding ruangan rapat.
Terderanya bangsa ini oleh jutaan oknum yang hipokrit tentu saja membutuhkan solusi untuk penyelesaian. Ada rasa pesimis bahwa masalah ini akan tuntas hingga ke akarnya. Telah banyak orang cerdas dan pakar hukum di negeri ini tapi tidak berkorelasi positif terhadap solusi konkrit atas permasalahan pelanggaran hukum yang sudah menghegemoni ini. Konsep pembuktian terbalik yang digadang-gadang bisa menjadi solusi tidak jelas kelanjutan dan realisasinya. Entah kenapa. Pun aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi kstaria pemberantas pelanggaran oleh oknum, disusupi oknum pula didalamnya.
Partai-partai bersih, peduli dan profesional yang mencetak para kader pemimpin bangsa pun disusupi oleh para oknum yang memiliki tendensi pribadi yang rendah dan murahan. Apalagi institusi pemerintah, tak luput dari gurita oknum. Teriakan ganyang oknumpun tak pernah membuat para oknum menjadi trauma. Mungkinkah ini adalah kesalahan sistem?. Namun satu yang pasti semangat untuk terus mengganyang para oknum yang berkeliaran ini jangan sampai sirna dalam diri kita. Minimal para oknum itu merasa tidak nyaman hidupnya.
Harapan itu masih ada. Masih banyak orang-orang bersih yang tetap berpegang teguh untuk tidak melakukan praktek kecurangan. Masih banyak para aparat penegak hukum yang bersih dan lurus dalam menegakkan aturan hukum. Masih banyak pula kepala daerah dan pejabat-pejabat berwenang yang tetap istiqomah. Mereka adalah mutiara cantik yang akan membawa kilau indah bagi Negara Indonesia.
Banyak ikhtiar yang bisa kita lakukan untuk menjadi mutiara itu. Diantaranya adalah memproteksi diri untuk tidak menjadi oknum yang melakukan pelanggaran hukum. Kemudian berani melapor, mengumpulkan bukti dan mengekspos para oknum yang kita temui. Dan yang lain adalah terus memberikan dukungan kepada orang-orang yang berani berteriak lantang mengungkap para oknum, diantaranya adalah Komjen Susno Duadji.
Mudah-mudahan suatu saat bertebarannya oknum di negeri ini bisa sangat berkurang bahkan sirna sehingga Indonesia menjelma menjadi Negara yang baldatun, thoyibatun wa robbun ghofur. Semoga!
Written By : : Eva Prasetiyono, S.Pi
Dosen Universitas Bangka Belitung/
Mantan Presidium Pemuda Tani dan Nelayan Sejahtera Jawa Barat
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka