UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
31 Desember 2010 | 09:04:19 WIB
ENTAHLAH (Ironi sebuah pulau)
Ditulis Oleh : Admin
Ekpose tambang yang besar-besaran dan merusak lingkungan bukan terjadi tanpa sebab. Sejak dari dulu sampai dengan sekarang terus ada. Tapi klimaks dari ekspose tambang yang berujung pada kerusakan lingkungan terjadi saat ini. Secara sporadis wilayah laut dan daratan diserang oleh kegiatan tambang baik skala kecil (inkonvensional) maupun skala besar (pakai alat modern tentunya). Masyarakatpun beralih dari aktivitas kebun mereka yang tanaman unggulannya lada putih ke aktivitas tambang yang lebih bisa mendatangkan keuntungan besar secara instan. Bumi yang ada didaerah "mahligai pulau" terus menerus dikeruk.
Andaikan ia bisa berteriak mungkin ia akan berteriak dan minta orang berhenti menambangnya karena merampas lingkungan yang menyuburkannya. Entahlah orang-orang pada berpikir atau tidak Ada sebab dan tentu saja ada akibat. Kegiatan tambang yang saat ini semakin massif dan sporadis, tentu saja ada sebabnya. Semua sependapat bahwa semua itu terjadi berawal dari kebijakan. Siapa yang membuat kebijakan? tentu saja pemimpin dan penguasa di daerah tersebut. Berkat kebijakannyalah kran aktivitas pertambangan terbuka lebar dan berdampak negatif bagi daerah tersebut. Saya tidak mengatakan bahwa pembuat kebijakan itu bodoh, rakus dan tidak punya hati nurani walaupun ada teman yang mengatakan seperti itu. Tapi melihat kebijakan yang diambil tapi tidak bertumpu pada ekologi lingkungan, entahlah sebutan apa yang layak untuk disematkan.
Entah sadar atau tidak, atau pura-pura tidak sadar, atau sadar tapi acuh terus saja penambangan terjadi didaerah tersebut tanpa peduli dengan kondisi lingkungan. Keuntungan sesaat menjadi sebuah panglima untuk terus melaju membuat kebijakan dan memberi izin bagi aktivitas pertambangan. Entahlah keuntungan tersebut siapa yang menikmati. Agak sulit untuk tidak mengatakan bahwa itu masuk ke kantong pribadi, untuk menambah kekayaan pribadi pengambil kebijakan itu dan kroni-kroninya. Entahlah
Pembuatan SK izin bagi pertambangan sudah lama terjadi didaerah tersebut. Bahkan dengar-dengar ada kapal tambang yang cukup besar milik pemimpin provinsi daerah itu, yang beroperasi dilaut. Nah lho?!Apalagi tujuannya kalau bukan untuk menambah kekayaan pribadi. Beberapa orang tahu tapi Cuma bisa tersenyum kecut karena nggak tau mau berbuat apa. Mereka belum punya kekuatan untuk melawan quo vadis dan hegemoni sebuah kekuasaan. Ironis, beribu-ribu ironis. Lagi-lagi ntahlah sadar atau tidak itu dilakukan. Rakus, egoisme dibingkai oleh senyum indah seringkali menjadi senjata. Tanpa mempedulikan nelayan atau lingkungan yang rusak. Tidak ada rasa berdosa karena memang menganggap itu tidak berdosa. Entahlah
Bahkan baru-baru ini salahsatu pengambil kebijakan kabupaten di daerah tersebut kembali mengeluarkan SK untuk memberi izin beroperasinya beberapa kapal tambang di daerah laut yang notabene tempat para nelayan mencari makan dan juga kaya akan biodiversity(terumbu karang salahsatunya). Gila sangat gila bahkan. Lagi-lagi uang menjadi komandan dan panglima sehingga berbagai cara terus dilakukan untuk menambah pundi-pundi uang. Begitulah faktanya dan entahlah
Dalam setiap menelorkan kebijakan tambang, pihak pengambil kebijakan selalu berlindung dibalik sebuah alasan yang ini sudah ada AMDAL dan mendapatkan persetujuan dari pihak-pihak terkait. Ini menjadi senjata andalan bila ada yang coba mempersoalkan. Padahal siapa yang bisa menjamin kalau analisis itu tidak direkayasa. Siapa yang bisa menjamin kalau pihak-pihak terkait tidak disuap dan disogok. Entahlah. Entahlah yang namanya orang untuk dapat uang bisa memanipulasi dan melakukan banyak cara. Kalau bandit dipasar, menghalalkan segala cara dengan cara yang kasar. Kalau yang ini??entahlah
Dalam UU 31 tahun 2004 pasal 12 disebutkan bahwa Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Sanksi dari pasal ini disebutkan dalam pasal 86 ayat 1 yang berbunyi Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Mengacu pada undang-undang tersebut jelas aktivitas penambangan di daerah laut adalah TERLARANG. Didaerah tersebut banyak ahli hukum. Bahkan perguruan tinggipun berdiri. Tapi mereka terdiam dan tak ada niat untuk menggugat secara hukum kelakuan pengambil kebijakan yang melanggar Undang-undang. Belum ada niat untuk menempuh jalur hukum terhadap kegiatan kerusakan lingkungan. Tidak tersentuh hatinya untuk mengadvokasi nasib masyarakat. Mereka lebih tertarik untuk beretorika dan menikmati gaji bulanan. Entahlah
Didaerah tersebut juga ada aparat penegak hukum. Tapi biasanya aparat hukum akan bergerak jika ada yang mengadu. Bahkan seharusnya tidak ada yang mengadupun tapi jika itu jelas-jelas melanggar hukum dan melanggar undang-undang harus segera ditangkap. Saya tidak mengatakan bahwa aparat penegak hukum (oknum) disogok karena itu pencemaran nama baik, juga tidak alat bukti yang menunjukkan itu. Tapi kenapa tidak diusut, lagi-lagi entahlah
Masih ada cara untuk berubah. Walaupun sudah terlambat tapi masih ada jalan. Salahsatunya adalah mengarahkan masyarakat yang menjadi penambang ke aktivitas lainnya dengan memanfaatkan potensi yang ada di daerah itu, pertanian dan perikanan misalkan. Jika memang tidak ada kemauan untuk berubah dan merubah kebijakan merusak lingkungan sudah betul-betul keterlaluan. Mungkin harus menunggu pulau tersebut gersang, amburadul dan tenggelam terlebih dahulu(Nauzubillah min zalik). Entahlah
Sepertinya semua sudah pada mengerti dimanakah daerah mahligai pulau itu tapi entahlah Tulisan ini hanya untuk menggugah kesadaran bahwa daerah itu sudah merana oleh berbagai kerusakan tambang. Apakah tulisan ini betul-betul dianggap dan menggugah kesadaran? lagi-lagi entahlah
Oleh : Eva Integral (Akademisi pendidikan Bangka Belitung)
Dimuat di harian pagi Babel Pos, Kamis 30 Desember 2010
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka