UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
23 Mei 2008 | 04:45:41 WIB
KAYA
Ditulis Oleh : Admin
Entah bagaimana kita masing-masing menyikapi realita semacam ini. Mungkin ada yang merasa seperti seorang anak membaca buku princess dengan sepatu kacanya atau seperti seorang gadis remaja yang berada di depan etalage butik Hermes dan tidak berangan-angan apa pun, seperti memiliki tas, sepatu, baju puluhan juta rupiah itu, karena realita itu "terlalu jauh" dan tidak terbayangkan olehnya. Pertanyaannya, kalau kesenjangan sebegitu jauh, tidak mungkinkah kita yang biasa-biasa ini merasa kaya? Tentunya kita sama-sama mengerti bahwa kesenjangan kaya miskin di negara kita sangat besar. Tetapi bukankah itu hanya mengacu pada satu ukuran, yaitu finansial?
Seorang psikolog tua Abraham Maslow pernah mengemukakan teori pemuasan kebutuhan, yang menggambarkan hirarki kebutuhan manusia dari yang paling rendah, yaitu sandang pangan papan, ke level berikutnya yaitu rasa aman, lalu dilanjutkan dengan kebutuhan sosial, lalu “self esteem’ dan terakhir aktualisasi diri. Dalam teorinya, Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan di tingkatan yang lebih bawah perlu dipenuhi dulu, sebelum kebutuhan di tingkat selanjutnya dirasakan mendesak. Jadi kalau belum cukup makan, maka individu tidak akan terdorong memenuhi kebutuhan untuk "gaul". Tentunya teori ini hanya berlaku bila ukuran "cukup" bagi individu jelas. Individu yang tamak, tentunya ukuran "cukup"-nya berbeda dengan individu yang merasa "puas" dengan hal-hal yang sedikit dan lebih sederhana. Yang jelas, tidak semua kebutuhan yang dirasakan oleh individu perlu diakomodir oleh uang. Ini tentunya "good news" bagi kita yang kebetulan tidak berkesempatan mempunyai akses ke "kelebihan finansial" yang berlimpah, tetapi ingin juga merasa "kaya".
Merasa Kaya melalui Kontribusi
Dalam sebuah pertemuan yang diadakan oleh almamater saya, Fakultas Psikologi, beberapa dari kami, terhenyak ketika diminta menjawab pertanyaan: "Apa yang sudah Anda sumbangkan pada almamater?" Ada teman yang spontan menjawab bahwa ia giat mengupayakan pembangunan gedung fakultas, ada yang mengarang hymne dan adapula yang aktif dalam kegiatan kegiatan dies natalis. Saya pribadi merasa tertampar dan sangat menyadari betapa selama ini belum ada kontribusi signifikan yang saya sumbangkan ke fakultas. Apapun kontribusinya, seberapa pun besarnya, kepada lembaga, mulai dari yang sekecil apapun, baik keluarga, rukun tetangga, almamater, perusahaan bahkan negara, bila kita sudah melakukannya, sebenarnya bisa membuat kita berjalan lebih tegak dan "merasa kaya".
Beberapa waktu yang lalu, di harian Kompas, diceritakan kisah seorang bernama Yadi, guru olahraga di daerah sukabumi yang bergaji 100 ribu sebulan dan rela mengajar, mengawasi murid dengan penuh tanggung jawab. Pak guru tadi mungkin perlu memutar otak dan tenaga untuk menjawab pertanyaan, "makan apa esok hari". Namun, sumbangannya dalam dunia pendidikan, dengan semangat menggebu-gebu, ambisi dan misi yang jelas dan di-"enjoy"-nya, bisa membuatnya merasa "kaya" dengan cara yang berbeda.
"Mengisi" Diri dengan Aspek Kehidupan Lain
Teman-teman saya di milist "penggemar makan" adalah orang-orang istimewa. Meski latar belakang pendidikan dan pekerjaannya beragam, mereka punya kebiasaan yang kurang lebih sama. Di samping membahas, mengupas dan men-share pengalaman mengenai makanan, pengalaman hidup yang signifikan seperti perjalanan, kamera baru, pernikahan ataupun situasi "menjadi ibu baru"pun ditulis. Dalam milist itu, kita pun saling membahas apresiasi kita terhadap persahabatan dan kekeluargaan di antara kita, sehingga terasa sekali bahwa setiap individu anggotanya masing-masing "enjoy", merasa bahagia dan "berisi". Ternyata, dari pertemanan sederhana ini kita bisa belajar bahwa tidak selamanya harta yang berlimpah membuat orang merasa kaya. Kekayaan pengetahuan, perasaan, reaksi emosi, kreativitas, struktur kepribadian yang demokratis dan terbuka menyebabkan orang merasa bebas, tidak terkungkung dan bisa menjangkau apa yang diinginkannya secara realistis.
Menjadi "Kaya" melalui Pilihan
Sebagai bangsa yang merdeka, setiap individu sebenarnya bisa memanfaatkan kebebasan memilih jalan pikir, rasa dan tindakannya. Setiap pilihan yang cermat akan membuat individu puas dan merasa hidup lebih baik. Bila kita kurang menyadari bahwa pilihan pengalaman dan perasaannya dalam interaksi dengan orang lain bisa "memperkaya" diri kita, maka pengalaman dengan orang tertentu sering "lewat begitu saja" dan tidak dihayati dengan mengerahkan seluruh penginderaan sehingga pengalaman tidak terpotret kemudian terserap secara optimal, di samping tidak terintegrasi dengan perasaan yang menyertainya. Ketidaksadaran dan ketidakmampuan inilah yang sering menyebabkan orang yang kaya uang makin berusaha menimbun kekayaanya atau orang yang tidak mempunyai cukup uang merasa miskin.
Andaikata saja tiap individu menyadari bahwa ia juga bisa mendapatkan kepuasan bahkan penghargaan dirinya melalui pilihan dan optimalisasi fungsi pikir, pekerjaan tangan, ketrampilan dan karyanya, apakah sebagai konglomerat, guru atau bahkan tukang sapu, rasanya setiap orang berhak dan tidak sulit untuk merasa "kaya".
Source :
https://www.experd.com/news-articles/articles/112/
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka