UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
17 Januari 2012 | 09:00:45 WIB
Urgensi RUU Partisipasi Masyarakat
Ditulis Oleh : Faisal, SH., MH.
Nada keluh penulis terhadap RUU itu yang hadir terkesan terlambat, menghantarkan untuk kembali merefleksikan perjalanan demokrasi Indonesia. Bagi penulis demokrasi terpahami dalam wujudnya yang tidak rumit, yaitu komunikasi untuk saling mengasihi. Komunikasi merupakan jembatan menuju jalan kebahagiaan yang adil dan makmur. Bahkan komunikasi yang baik dapat menujukkan kokohnya kedaulatan dalam rahim demokrasi.
Kedaulatan merupakan praktik komunikasi distribusi kekuasaan antara yang berdaulat (masyarakat/rakyat) dan didaulat (pemerintah/elite). Bahkan desain konstitusi bangsa ini menujukkan kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang. Tentu demokrasi konstitusional berawal dari proses komunikasi diantara yang sedang berdaulat dan akan atau telah didaulat. Bila demokrasi keluar dari prinsip kedaulatan, justru akan memposisikan mereka yang berdaulat sebagai objek yang diam tanpa pernah diminta untuk bersuara. Sederhananya bila mereka yang berdaulat tak penah bersuara maka kata partisipasi menjadi tidak ada.
Demokrasi berdiri berdasarkan logika persamaan dan gagasan bahwa pemerintah memerlukan persetujuan dari yang diperintah. Persetujuan memerlukan perwakilan yang hanya bisa diperoleh dengan pemilihan umum. Gagasan tersebut merupakan fondasi di mana demokratisasi saat ini bergerak maju. Dari sisi etika politik, masalah demokrasi terkait dengan masalah legitimasi kekuasaan atas masyarakat. Satu-satunya legitimasi dasar kekuasaan yang sah adalah legitimasi demokratis.
Demokrasi juga berkaitan dengan kesamaan pada semua warga negara, tidak ada satu kelompok pun yang berhak untuk memerintah orang lain kecuali berdasarkan penugasan dan persetujuan masyarakat. Kenyakinan inilah yang menjadi inti dari istilah kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat berdasarkan atas hak setiap orang untuk menentukan diri sendiri dan untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut partisipasi masyarakat.
Ruang Lingkup Partisipasi
Hukum memberikan peluang kepada negara untuk mengatur mekanisme hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Walaupun sebagaimana yang kita ketahui hukum Indonesia sudah mengatur tentang ruang partisipasi tersebut, akan tetapi sifatnya masih terpencar diberbagai produk undang-undang dan sangat sektoral.
Setidaknya terdapat 20 (dua puluh) lebih undang-undang yang mengatur ruang pastisipasi masyarakat. Misalnya, UU No 8 Tahun 1999 partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan konsumen, UU No 18 Tahun 1999 partisipasi masyarakat dalam mendorong terwujudnya tertib jasa konstruksi, UU No 2 Tahun 2002 partisipasi masyarakat membantu tugas polisi melakukan tugas kantibmas, UU No 10 Tahun 2004 partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan RUU dan Raperda, UU No 14 Tahun 2008 partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik, dan UU No 13 Tahun 2006 partisipasi masyarakat dalam mengungkap tindak pidana.
Hadirnya RUU partisipasi masyarakat mengokohkan ruang partisipasi yang bersifat sektoral sebagaimana yang diatur dalam berbagai undang-undang. Bahkan esensi dari RUU tersebut memberikan jaminan konstitusional secara komprehensif kepada setiap warga negara untuk berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Khusus dalam Pasal 1 ayat (1) dalam RUU itu disebutkan secara tegas ruang lingkup partisipasi yang dimaksud yaitu pada penyelenggaraan negara yang meliputi partisipasi dalam pembangunan, pembentukan peraturan perundang-undangan, penganggaran, dan pengambilan kebijakan publik.
Disamping itu, RUU partisipasi masyarakat menegaskan tata cara yang diatur secara prosedural dalam menyampaikan partisipasi kepada badan publik (pemerintah). Artinya, partisipasi masyarakat menurut RUU ini tidak bersifat politik akomodatif, melainkan hak mutlak yang mesti dijalankan oleh badan publik dalam memberikan ruang partisipatif kepada masyarakat.
Mengawal Reformasi
Setidaknya, RUU partisipasi masyarakat dapat memberikan ruang pengawasan yang kokoh kepada penyelenggaraan negara dalam pengambilan kebijakan publik. Karena secara filosofis partisipasi masyarakat merupakan insentif moral sebagai alat untuk mempengaruhi lingkup makro yang lebih tinggi di tempat dibuatnya keputusan-keputusan yang sangat menetukan kesejahteraan masyarakat.
Secara umum, penegasan tersebut berarti bahwa UUD 1945 menghendaki ataupun menerapkan konsep kedaulatan rakyat yang berarti kekuasaan yang tertinggi untuk memerintah dalam suatu negara berada di tangan rakyat. Pengejewantahan dari konsep itu adalah mengikut-sertakan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan mengikutsertakan rakyat dalam pembuatan kebijakan.
Selain itu pula, hadirnya RUU partisipasi masyarakat merupakan upaya pembangunan hukum yang setia pada cita-cita reformasi dalam mewujudkan demokratisasi Indonesia. Demokrasi pasca reformasi 1998 perlu dijaga dengan memantapkan perlindungan dan jaminan hukum atas partisipasi masyarakat menuju tata pemerintahan yang baik (good governance). Salah satu karakteristik dari good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik merupakan adanya ruang partisipasi. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan bersosialisasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
Bila RUU partisipasi masyarakat di sahkan menjadi undang-undang pemerintah tidak bisa lagi memposisikan partisipasi hanya dipahami sebagai politik akomodatif, sebab hal itu telah menjadi hak yang memiliki dasar hukum yang kuat.
Bagi penulis, fokus utama masukan terhadap RUU partisipasi masyarakat merupakan wajib dimasukkan sanksi pidana atau administratif bila badan publik (pemerintah) melakukan penelantaran terhadap partisipasi masyarakat. Sehingga adanya perlindungan hukum yang mengikat terhadap setiap partisipasi yang dilakukan masyarakat.
Oleh; Faisal
Dosen FH UBB dan PW Pemuda Muhammadiyah
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka