UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
21 Februari 2012 | 21:32:24 WIB
Babel dan Demokrasi Hijau
Ditulis Oleh : Faisal
Bangsa ini memiliki keyakinan yang kuat atas apa yang dijanjikan oleh sistem demokrasi. Sebab cita-cita luhur "demokrasi" akan berpusat pada keadilan sosial yang menjamin kesejahteraan rakyatnya. Dalam konteks demikian, demokrasi menjadi hal yang mesti dan patut diperjuangkan. Hanya saja dalam praktiknya, demokrasi mendapat ujian yang tidak mudah, bilamana ia telah masuk ke dalam struktur sosial masyarakatnya.
Demokrasi sering menjadi teks yang rentan ditafsirkan bahkan disalahgunakan. Hal itu dapat dirasakan apabila praktik demokrasi dihadapkan dengan realitas kesenjangan sosial yang melahirkan angka kemiskinan semakin tajam, tebang pilih dalam penegakan hukum, diskriminasi pendidikan, dan yang tak kalah pentingnya ialah problem kerusakan lingkungan.
Keberlangsungan reformasi yang sampai saat ini terus mengalami evaluasi, hanya memobilisasi demokrasi berhenti pada kekuatan simbolik yang memiliki energi abstrak. Demokrasi hanya sebagai sarana pergaulan simbolik dalam mengilmiahkan setiap kepentingan. Sebab demokrasi jarang menjadi aksi dalam arena yang sebenarnya, demokrasi lebih sering menjadi teks ilmiah yang "omong-kosong", omong demokrasi, tapi kosong kepedulian.
Problem serius bagi keberlangsungan demokrasi ke depan ialah terletak pada pembacaan dan pemetaan kondisi sosial masyarakat. Mengingat kerangka dasar demokrasi menempatkan "kedaulatan rakyat" sebagai kondisi objektif yang ingin diperjuangkan secara bersama-sama "dari, oleh, dan untuk rakyat". Maka, setiap dimensi demokrasi politik, hukum, budaya dan ekonomi harus memperhatikan persoalan keadilan sosial masyarakatnya. Hubungan itu diharapkan menjadi dinamis dengan tidak mengorbankan hak sosial masyarakat yang lain.
Tentu kita tak ingin melihat demokrasi menjadi tidak mulia dalam praktik, tadinya diharapkan menjamin keadilan dan kesejahteraan, malah sebaliknya praktik demokrasi malah melahirkan ketidakadilan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan yang secara riil dirasakan masyarakat.
Babel dan Lingkungan
Bilamana kita berbicara cita-cita demokrasi, yaitu; keadilan dan kesejahteraan, maka hal itu tak bisa dilepaskan dari konteks demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi menjadi ruh dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 45 : "perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan dan menjaga keseimbangan lingkungan, demi kemandirian dan kemajuan ekonomi nasional". Secara konstitusional demokrasi ekonomi menjamin terciptanya keseimbangan lingkungan dengan penggunaan hutan sebagai kekayaan dan modal nasional secara bertanggungjawab.
Akan tetapi, demokrasi ekonomi tidak berjalan sendiri, dan biasanya ia akan berafiliasi dengan demokrasi politik. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, demokrasi politik yang tumbuh terkesan membatasi diri pada masalah kekuasaan dan modal ekonomi semata. Sementara itu, pengabaian dan bahkan pemiskinan demokrasi substantif justru semakin marak.
Misalnya saja, kekayaan alam yang dimiliki oleh pulau laskar pelangi (Bangka Belitung) bukan tergolong main-main, sebagaimana tambang timah yang terletak di daratan dan lautan sebagai kekayaan daerah yang dampaknya sangat positif bagi rakyat Babel. Babel selama puluhan tahun mengandalkan pembangunannya pada pertambangan timah dan membuat ekonomi masyarakat tergeser dari pertanian ke penggalian tambang timah. Padahal saat itu Babel dikenal dengan lada putihnya, tetapi kini tanaman ini tidak menjadi pilihan oleh karena adanya penambangan timah.
Usaha pertambangan sering menimbulkan kesan ganda, di satu pihak usaha ini penting bagi pembangunan guna menaikkan pendapatan daerah, di lain pihak merusak lingkungan dan ekosistem sekitarnya. Pada dasarnya pemanfaatan kekayaan alam demi kepentingan sosial masyarakat luas bukan masalah, terlebih lagi demokrasi ekonomi memerlukan potensi kekayan alam yang produktif. Persoalannya adalah, kehidupan demokrasi Indonesia yang "luwes" atau kaya dengan aturan, akan tetapi miskin nurani dan defisit kaum demokratik yang benar-benar menjaga keseimbangan lingkungan dengan benar.
Akibatnya, demokrasi ekonomi pun tidak tumbuh, melainkan makin diperosotkan ke dalam kubangan ketidakadilan ekonomi. Atas nama pembangunan yang merupakan selubung ketamakan dan kerakusan, ekonomi dihambakan dengan menistakan esensi keberlangsungan lingkungan. Perusakan lingkungan menjadi suatu kezaliman. Hingga tiba saat petaka datang bertubi-tubi, mulai gempa hingga banjir, dari polusi sampai abrasi. Begitulah bila alam tengah balas dendam.
Demokrasi Hijau
Di tengah derita krisis demokrasi yang bersanding dengan ketimpangan pada krisis lingkungan, suatu terobosan demokrasi "komunikatif" menjadi keniscayaan bagi masyarakat babel. Demokrasi komunikatif dapat melahirkan tindakan partisipatoris yang melibatkan peran serta kekuatan sosial masyarakat. Tindakan partasipatif itu akan menghadapi tantangan guna mengatasi krisis demokrasi dengan kenyataan bahwa demokrasi yang ada ternyata masih belum ramah lingkungan.
Titik balik persoalannya berada pada harapan perbaikan lingkungan yang bergandengan tangan dengan tindakan demokrasi komunikatif yang tergabung untuk memedulikan satu persoalan besar dalam satu wadah demokrasi ekologis atau "demokrasi hijau".
Demokrasi hijau secara sempit dapat diartikan sebagai suatu mekanisme pengambilan keputusan kolektif berkenaan dengan masalah-masalah ekologis/lingkungan melalui tindakan komunikasi ekologis, politis, dan sosial. Dalam praktiknya, demokrasi hijau mesti membangun sistem yang peka terhadap lingkungan dan menghasilkan kebijakan yang bersahabat dengan lingkungan.
Demokrasi hijau adalah sebuah gagasan yang menempatkan hubungan manusia dengan alam sebagai tindakan komunikatif dan dinamis. Bahwa demokrasi hadir bukan saja untuk melayani kepentingan manusia, sebaliknya juga memedulikan keseimbangan lingkungan/alam. Sehingga ada upaya revitalisasi demokrasi menjadi suatu perenungan ulang terhadap demokrasi yang tidak hanya berpusat pada manusia, tapi juga mempertimbangkan hak dasar keberlangsungan dan kelestarian lingkungan atau alam.
Penulis : Faisal
Kepala Lab. FH UBB & PW Pemuda Muhammadiyah Babel
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka