UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
29 Maret 2012 | 08:37:25 WIB
SIAP MENANG (TAK) SIAP KALAH?
Ditulis Oleh : Ibrahim
Siap Menang
Setiap kandidat yang maju dalam kompetisi pastilah selalu merasa yakin akan menang. Optimisme kemenangan ini umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Merasa mampu untuk berbuat banyak jelas menjadi faktor kuat. Merasa banyak pendukung dan merasa adanya keterpanggilan juga kerap menjadi alasan. Bisikan dari orang-orang disekelilingnya juga kadang membutakan estimasi akan kapasitas diri. Para komprador politik biasanya akan selalu mendorong-dorong orang yang dianggap akan memberi keuntungan jika terpilih. Akibatnya, banyak kandidat yang maju lebih karena faktor Ge-Er alias gede rasa. Rasa bisa, rasa yakin, rasa kuat, dan rasa akan menang.
Itulah sebabnya, semua kandidat yang maju selalu beranggapan bahwa mereka yakin akan menang. Jarang sekali ada kandidat yang maju hanya lantaran ingin cari popularitas. Bagaimanapun kandidat yang maju selalu hadir dengan optimisme yang membuncah
Tak heran jika kemudian semua kandidat siap menang. Deklarasi siap menang dan siap kalah pun akhirnya lebih diisi oleh deklarasi siap menang.
Siap Kalah
Apakah ada kandidat yang siap kalah? Tentu ini terpulang pada karakter kandidat. Ada banyak karakter dan salah satunya adalah mereka yang berkarakter bijak. Mereka yang bijak tetap akan memandang sebuah kompetisi sebagai seleksi untuk menentukan satu pemenang. Tak semua akan jadi pemenang sehingga dari 4 kandidat, 3 diantaranya harus siap kalah.
Pada saat debat calon gubernur beberapa waktu lalu, ada kandidat yang ditanya: apakah siap kalah? Sembari terdiam sejenak, lalu tersenyum sumringah menjawab optimis: siap menang! Artinya, yang bersangkutan tidak memikirkan bagaimana jika kalah. Pokoknya target harus menang, soal kalah jangan dulu dipikirkan.
Siap kalah kemudian bertransformasi menjadi tak siap kalah. Tak siap kalah ini banyak faktor. Misalnya menganggap dicurangi, menganggap ditipu, menganggap dikadali, dan sebagainya. Sebetulnya yang lebih tepat adalah maju dengan tanpa pikiran akan kalah.
Putusan MK Final
Apakah kemudian mereka yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi bisa disebut tak siap kalah? Saya kira tidak. Mereka yang menempuh jalur hukum tentu berada dalam jalur konstitusional. Tak ada yang salah dan ini adalah hak kandidat.
Mahkamah Konstitusi diberi wewenang untuk memutuskan perkara terakhir sengketa pemilihan kepala daerah. Selain sebagai lembaga hukum untuk memutus sengketa konstitusi, MK juga diberi amanah menjadi juri dalam sengketa hasil pemilihan kepala daerah. Tak jelas memang relevansinya, namun begitulah adanya lembaga ini.
Tiga kandidat yang menggugat tentu saja memiliki hak konstitusional. Sebaliknya, mereka yang digugat juga memiliki hak untuk mengajukan pembelaan. MK bermain di dua aras: yuridis dan politis.
Beruntung, para hakim MK selama ini terbukti sebagai sebuah lembaga hukum yang terkenal memiliki integritas tinggi sehingga nyaris bisa dipastikan bahwa keputusan yang mereka buat bebas dari tekanan pihak-pihak tertentu. Kapasitas dan integritas para hakim yang menjadi wasit nyaris tidak bisa dipertanyakan. Ini menjadi alasan bagi saya untuk meyakini bahwa apapun keputusan MK kiranya bersifat konstitusional dan substansial.
Para hakim MK yang dimotori oleh Mahfud MD memang kerap kontroversial karena lebih mengedepankan asas keadilan substansial. Keadilan macam ini lebih memuaskan ketimbang keadilan yang berlindung di balik pasal-pasal tekstual.
Berandai-Andai
Keputusan MK yang akan diumumkan 29 Maret ini akan menjadi keputusan final dan mengikat. Tidak ada lagi jalur hukum setelahnya. Ini adalah peradlilan tertinggi untuk menyelesaikan konflik pemilihan kepala daerah. Maka marilah sekedar kita berandai-andai.
Jika MK memutus bahwa ada masalah dengan pemilihan gubernur 23 Maret lalu, maka akan ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Pertama, bisa saja coblos ulang di beberapa tempat seperti yang lazim terjadi selama ini. Kedua, bisa saja MK memerintahkan penghitungan ulang kertas surat suara di beberapa wilayah. Coblos simetris selama ini dianggap paling banyak merugikan kandidat runner up sehingga penghitungan ulang dianggap dapat mempengaruhi capaian suara. Ketiga, bisa saja MK memerintahkan Pemilukada ulang, walau saya agak ragu dengan kemungkinan ketiga ini. Sementara opsi menggugurkan kandidat pemenang lalu menggelar Pemilukada ulang rasanya hampir mustahil diambil.
Jika MK memutuskan untuk menyatakan bahwa ada masalah besar dan krusial dengan Pemilukada ini, maka babak barunya adalah potensi huru-hara politik. Masyarakat yang sudah tenang, kembali riuh karena akan ada proses politik baru. Tapi jika ini sudah menjadi keputusan MK, maka keputusan ini wajib kita kawal.
Namun, jika pada akhirnya MK memutuskan untuk menolak semua tuntutan para pemohon, maka kandidat pemenang akan segera ditetapkan sebagai gubernur terpilih dan tinggal menunggu pelantikan. Kandidat lain harus berbesar hati menerima keputusan.
Nah, kata 'berbesar hati' inilah yang umumnya langka di negeri ini. Di Jerman, presiden mereka mundur lantaran pernah melakukan nepotisme. Dia legowo mundur dari jabatannya karena merasa tak lagi layak menjadi presiden. Di Jepang, pejabat tinggi yang mundur hanya karena salah ucap sudah menjadi sebuah tradisi. Di negeri kita ini, tradisi 'berbesar hati' masih sangat langka. Bahkan ketika seseorang sudah ditetapkan sebagai terhukum pun masih tetap berusaha menghindar dari delik-delik tekstual pasal-pasal.
Dalam kasus Pilgub kita, besar harapan bahwa para kandidat yang sudah beracara di MK dapat menerima apapun keputusan yang akan ditetapkan. Setelah keputusan dibacakan, maka para kandidat harus merelakan apapun hasilnya. Antara diterima dan ditolak tentu masih memiliki posibilitas yang sama, walau dua hari lalu sudah ada orang dekat salah satu kandidat yang berkata pada saya: Kami akan Menang di MK! Yah, antara optimism dan pesimisme, tapi yang pasti apapun hasilnya: empat pasang kandidat tersebut adalah sama-sama pendiri dan pembesar provinsi ini. Ketokohan mereka tidak akan dilunturkan oleh proses politik apapun. Maka selayaknya tetap saling menghargai dan saling bersinergi!
Opini Bapos, Rabu (28/03/2012)
Penulis : Ibrahim
Dosen FISIP UBB dan Peneliti pada Ilalang Institute
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka