UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
10 September 2008 | 03:14:10 WIB
Meng-INSENTIF-kan PETANI
Ditulis Oleh : Admin
Kutipan di atas, benar-benar menggelitik bangsa kita, bagaimana tidak. Dengan usia bangsa yang kurang lebih 63 tahun, kunci sebuah kemakmuran ‘Petani’ di negeri ini, hanyalah sekedar dijadikan sebuah simbol Ketahanan Pangan. Kenaikan Harga Pokok Pembelian (HPP) beras/gabah seperti sekarang, ternyata tidak meningkatkan harkat dan martabat kaum petani.
Jika kita tinjau, pemerintah berfikir bahwa dengan menaikkan Harga Pokok Pembelian kedelai, beras, dan hasil tani lainnya itu merupakan salah satu cara untuk memberikan ‘insentif ‘ bagi petani sehingga berdampak bagi penambahan produktivitas hasil tani.
Atau pemberian subsidi berupa alat-alat pertanian, pupuk, bibit tanaman itu juga merupakan salah satu ‘insentif’ bagi petani. Hal tersebut memang bukanlah langkah yang salah dari pemerintah! Namun, pada prakteknya masih terdapat pemanfaatan tenaga petani hanya sebagai tukang produksi beras, kedelai, jagung, dan sebagainya. Di belahan Indonesia, terutama wilayah Jawa, banyak petani hanya menjadikan petani sebagai alat bagi segelintir orang yang mengaku dirinya berperan penting untuk kesejahteraan hidup petani.
Pada kenyataannya, petani-petani di Indonesia sebagian besar hidup dalam kategori penduduk miskin. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Peneliti-peneliti kita mengatakan hal tersebut dikarenakan adalah kurang terorganisirnya petani, walaupun kenyataannya sudah Himputan Keluarga Tani Indonesia (HKTI), atau terlalu banyak para Eksportir/Importir Indonesia yang justru malah mempermainkan harga pasaran produk-produk pertanian kita, kemudian tumpang tindihnya atau perbedaan masalah pendataan hasil-hasil pertanian (terutama gabah dan beras) sebagai bahan makanan pokok rakyat Indonesia. Ini terbukti.
Misalnya data produksi gabah dan beras yang dipublikasikan oleh Departemen Pertanian, berbeda dengan data yang dikeluarkan oleh HKTI, Perum Bulog maupun BPS. Sehingga data yang terpublikasikan oleh institusi-institusi tersebut jadi membingungkan. (sumber Bali Pos, Artikel, 17 Februari 2007)
Kejadian-kejadian tersebut hanya segelintir informasi yang menunjukkan carut-marutnya kondisi petani di Indonesia tercinta ini. Pekerjaan besar tentunya bukan hanya tugas penting Departemen Pertanian untuk mengatasi hal ini. tapi sinergi yang kuat dari unsur manapun harus dilibatkan supaya tidak terjadinya simpang siur pemberitaan.
Berbicara insentif, tentunya salah satu alat pemuas bagi setiap individu. Jika petani di Indonesia, masih tidak diperhatikan untuk kesejahteraan, sampai kapanpun tetap dalam kondisi yang stagnan. Sebagai contoh di Jepang, saat minat menanam padi mengalami penurunan, para petani memperoleh insentif ketika bersedia menanam padi. Jika panen mereka melampaui target, insentifnya tambah. Kalau ada petani yang mau menanami lahan pertanian nonpadi, insentifnya akan bertambah besar lagi. Insentif tertinggi diberikan apabila para petani padi tersebut menanami lahan nonpertanian yang masih menganggur. Apakah kita berani menerapkan hal seperti itu? Jawabannya sekarang kita tunggu!
Jika pemerintah berani mengambil langkah-langkah lain yang kongkret untuk kesejahteraan petani, mungkin masa-masa yang akan datang, banyak Warga Negara yang berani mengatakan jika Petani adalah sebuah profesi yang menjanjikan atau profesi yang berperan penting dalam memberikan nilai tambah (added value) bagi Pendapatan Negara. Hal tersebut sangat mungkin terjadi, jika komitmen pemerintah yang kuat untuk ‘pemberian insentif’ lebih gencar dilakukan, Indonesia Hijau dengan daerah-daerah/propinsi sebagai bentangan/permadani hijau Nusantara tentu akan terwujud. Anggaran bagi pertanian tentunya harus ditingkatkan. Jika perlu, diberikan insentif bulanan yang minimal ada perannya bagi tecukupinya dapur rumah tangga. Pasti petani akan fokus dan giat untuk memberikan warna baru dengan tujuan Swasembada Pangan seperti yang dicita-citakan. Sebagai negara berkembang, tentunya fokus dengan culture negara sebagai Agriculture Country. Toh, negara-negara maju di belahan Eropa juga menerapkan pola Insentif bagi petani sebagai salah satu cara untuk memakmurkan sebuah bangsa. (Publikasi Babel Pos April 2008)
Written By :
Darus Altin
Dosen Prodi Akuntansi
Fakultas Ekonomi UBB
Alamat Blog : https://bangaltin.blogspot.com/
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka