UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
30 Desember 2008 | 13:03:34 WIB
Sejarah Bisnis Starbuck - Toko Kafe Kopi Dunia
Ditulis Oleh : Admin
Kembali ke Seattle, Schultz mengusulkan Starbucks menirunya. Dalam benaknya, warga Amerika Serikat (AS) pasti menyukai warung-warung kopi seperti itu. Tapi, trio guru bahasa Inggris Jerry Baldwin, guru sejarah Zev Siegel, dan penulis Gordon Bowker, yang mendirikan Starbucks pada 1971, tak setuju.
Alasannya, ide memasukkan bisnis minuman akan menjauhkan perusahaan itu dari fokus utamanya: berdagang biji kopi olahan kualitas tinggi dan peralatan pengolah kopi. Lagi pula, menurut mereka, orang minum kopi ya di rumah.
Schultz, yang begitu yakin dengan idenya, akhirnya keluar dari Starbucks dan mendirikan jaringan warung kopi Il Giornalle pada 1985. Rupanya, pada 1987, trio Baldwin-Siegel-Bowker menyerah dan menjual Starbucks. Dengan bantuan beberapa investor lokal Schultz mendapatkan perusahaan itu. Selanjutnya, Schultz mengubah nama warung-warung kopinya menjadi Starbucks.
Singkat cerita, sampai akhir Maret 2008, Starbucks punya lebih 16.226 outlet di seluruh dunia. Jumlah pegawainya 172.000, dengan total aset US$5,343 miliar dan pendapatan bersih US$72,64 juta (2007). Malah, Starbucks kini punya beberapa anak perusahaan: Tazo Tea Company, Seattles Best Coffee, Torrefazione Italia, Hear Music dan Ethos Water.
Schultz, yang lahir pada 19 Juli 1953, dibesarkan di permukiman miskin Brooklyn, New York. Beasiswa rugby di Northern Michigan University menjadi semacam tiketnya untuk keluar dari impitan kemiskinan. Lulus kuliah, dia melakukan berbagai pekerjaan hingga menjadi manajer operasi Hammarplast (produsen alat mengolah kopi dari Swedia) untuk AS.
Pekerjaan itu membawanya berkunjung pada 1981 ke toko kopi terkenal di Seattle, Starbucks, salah satu pembeli setia produk yang dijualnya. Schultz terkesan dengan aroma kopi olahan di toko itu yang aduhai.
Akan tetapi, yang lebih memikatnya adalah totalitas orang-orangnya dalam memilih dan mengolah kopi. Saya pergi dari tempat itu seraya berkata, Tuhan, betapa hebatnya perusahaan itu, betapa hebatnya kota itu. Saya ingin sekali menjadi bagian darinya, kata Schultz mengenang.
Setahun kemudian, impian Schultz terwujud. Bos Starbucks menerimanya dan mengangkatnya sebagai direktur pemasaran dan operasi. Itulah titik balik perjalanan Schultz, dengan misi menyuguhkan secangkir kopi hebat kepada dunia. Namun, lekat menempel di bawah tujuan itu adalah, seperti dikemukakannya sendiri, prinsip membangun sebuah perusahaan dengan jiwa.
Prinsip itu begitu dalam menancap di sanubari Schultz karena getirnya hidup sang ayah. Ayahnya bekerja mati-matian dengan gaji rendah dan sampai akhir hayatnya tetap menderita. Dia direndahkan dan tidak dihormati. Dia tidak punya asuransi kesehatan dan dia tak mendapat kompensasi ketika terluka saat bekerja, katanya.
Itu sebabnya Schultz menerapkan kebijakan yang tak lazim dalam dunia ritel. Seluruh pegawai, organik ataupun tidak, yang bekerja paling sedikit 20 jam dalam sepekan berhak mendapat tanggungan kesehatan komprehensif, termasuk untuk pasangan dari pegawai yang tak terikat pernikahan sekalipun. Pegawai mendapat opsi kepemilikan saham, termasuk pegawai paruh waktu.
Terapkan CSR
Selain itu, Starbucks juga menjaga komitmen tinggi pada tanggung jawab sosial korporat (corporate social responsibility/CSR). Menurut Orin Smith, pengganti Schultz sebagai CEO pada 2000, CSR menjadi bagian tak terpisahkan dari Starbucks, yang menjadi langganan daftar Fortunes 100 Best Company. Tanpa itu, perusahaan kami tak mungkin beroperasi, kata Smith.
Starbucks sangat memedulikan pemangku kepentingan (stakeholders), mulai mitra (pegawai), petani kopi sampai ke pelestarian lingkungan. Dan, kepentingan pemegang saham tetap terpenuhi dengan laju pertumbuhan tinggi.
Kepada petani yang meningkatkan standar kualitas, kepedulian lingkungan, sosial dan ekonomi, Starbucks menghadiahinya status pemasok pilihan dan membayar harga tertinggi.
Pada 2004, Starbucks membayar rata-rata US$1,20 per pon kopi hijau (belum dipanggang), 74% lebih tinggi dari harga pasar. Dampaknya, petani Kolombia lebih suka menanam kopi daripada koka -bahan kokain yang merusak masyarakat.
Starbucks mendorong pertanian berkelanjutan dan keanekaragaman hayati dengan mendukung kopi yang ditanam di bawah naungan hutan (shade-grown). Cara ini bisa menyelamatkan hutan tropis yang mungkin dipakai untuk produksi kopi.
Pada 2002, Starbucks membeli 20 kali lebih banyak kopi jenis ini dari 1999. Pada 2003 jumlahnya naik menjadi 1,8 juta pon dan pada 2004 sebanyak 2,1 juta pon. Untuk upayanya ini, Starbucks dan mitranya, Conservation International, meraih World Summit Business Award for Stustainable Development Partnership.
Pelajaran yang bisa dipetik dari pengalaman Starbucks adalah bahwa dasar moral yang tinggi sesungguhnya sangat menguntungkan. Sebaliknya, booming era 1990-an, rontoknya pasar modal, resesi, dan skandal korporat besar seperti Enron dan World.com, telah menyadarkan banyak orang betapa runyamnya hasil doktrin bisnis kapitalis yang semata-mata bertujuan mencapai keuntungan finansial.
Pada akhirnya, pengalaman ini menunjukkan keniscayaan suatu manajemen bisnis yang menyeimbangkan kecerdasan intelektual dengan isi dan suara hati manusia. Dengan begitu, hasil yang akan muncul adalah pola keteraturan dan manajemen yang berkelanjutan.
Ingat, manajemen bukanlah bekerja atas dasar tekanan atau hasil saja, tapi harus bekerja secara alami sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Manajemen yang meniru Allah dalam menata manusia dan alam semesta, dalam rangka menciptakan kemakmuran Bumi sebagai visinya.
Diambil dari artikel Visi Kemakmuran Bumi
Ary ginanjar - Bisnis.com
Source : https://boskhamim.wordpress.com/
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka