UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
25 Mei 2011 | 09:27:58 WIB
MEMILIH KELEMBAGAAN PENGELOLAAN LAUT
Ditulis Oleh : Admin
Berbagai kebijakan pemerintah telah diterbitkan sebagai upaya untuk meminimalisir kerusakan lingkungan. Namun, hal ini belum menunjukkan hasil menggembirakan. Pelanggaran demi pelanggaran masih sering terjadi, sehingga menyebabkan kebijakan tersebut tidak efektif untuk mengendalikan laju kerusakan seiring maraknya aktivitas pertambangan. Alasannya sederhana, sulitnya pemantauan serta terbatasnya personel dan pendanaan menjadi kendala untuk penegakan aturan yang ada.
Menilik dari permasalahan yang ada, maka local institutional atau kelembagaan lokal selayaknya dapat dipertimbangkan untuk memecah kebuntuan persoalan lingkungan di Babel. Mengapa ? Karena kelembagaan lokal lebih memiliki ruh untuk mengendalikan keinginan manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan dengan lebih elegan, yakni pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak semata memuaskan nafsu menumpuk pundi rupiah, namun lebih kepada pemanfaatan alam yang arif dan peduli kelestarian lingkungan.
Banyak contoh local wisdom yang lahir dari kelembagaan lokal di negeri ini yang mampu melahirkan kemakmuran bagi rakyatnya. Salah satu contoh local wisdom di daerah Raja Ampat Papua, yang mengijinkan alat tangkap ikan tertentu untuk beroperasi demi menjaga keseimbangan ekosistem di wilayah yang terkenal dengan keindahan surga bawah lautnya itu. Kepekaan masyarakat tentang alam, dan timbal baliknya kepada manusia membuat masyarakat disana sadar betapa pentingnya menjaga alam untuk keberlangsungan penghidupan dan masa depan anak cucu mereka.
Merujuk pada kerangka analisis kelembagaan yang dikembangkan Ostrom et al. (1994), hasil analisis kelembagaan pada salah satu wilayah di Babel, yakni pesisir Tanjung Ular yang dilakukan pada tahun 2010 dapat dijelaskan bahwa tidak tercapainya keadilan dan kesejahteraan nelayan dan penambang TI, serta unsustainability sumberdaya di pesisir Tanjung Ular terjadi karena beberapa sebab, antara lain: 1) Tidak adanya kejelasan batas wilayah pengelolaan SD perikanan, artinya belum ada penataan ruang/ wilayah laut yang jelas berdasarkan peruntukannya, seperti daerah budidaya laut, pertambangan maupun perikanan; 2) Rejim pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir Tanjung Ular merupakan rejim akses terbuka/ tanpa kepemilikan (open access property regime) artinya dapat dimanfaatkan semua orang; dan 3) Sumberdaya tambang timah dan perikanan bersifat subtractable, artinya pemanfaatan seseorang bersifat mengurangi kesempatan orang lain untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut. Hal tersebut juga telah mengakibatkan timbulnya persaingan antar nelayan, antar penambang timah, dan antara nelayan dengan penambang timah.
Selain masalah yang berkaitan dengan atribut biofisik, tidak tercapainya indikator tata kelola wilayah pesisir Tanjung Ular yang baik, juga dapat dilihat dari atribut sosial ekonomi masyarakat yang sangat tergantung terhadap sumberdaya perikanan dan tambang timah. Selain itu juga didukung oleh karakter pasar yang oligopsoni, sehingga menjamin produksi tambang timah dan penangkapan ikan dapat terjual dengan cepat dan memiliki tingkat kepastian penjualan hasil produksi yang tinggi.
Beberapa aturan (rule of the game) untuk mengatur aktivitas penambangan TI telah dibuat, diantaranya kelembagaan yang bersifat formal seperti Perda No 6. Tahun 2001, Perda No 20 Tahun 2001, Perda No 21 Tahun 2001, dan Kebijakan Menteri ESDM tahun 2007, dan kelembagaan yang bersifat non formal seperti Biaya Pembelian Bendera, yakni kompensasi sebesar Rp 1 juta/orang yang diberikan kepada masyarakat Dusun Tanjung Ular oleh penambang TI. Kompensasi tersebut tidak memiliki dasar hukum, hanya merupakan kesepakatan pihak penambang timah dengan masyarakat setempat tanpa melibatkan aparat pemerintah di tingkat desa maupun kabupaten. Namun, kompensasi tersebut dinilai nelayan tidak adil, karena tidak semua nelayan yang mencari nafkah di perairan Tanjung Ular mendapatkannya. Hal ini terjadi karena sebagian besar nelayan berasal dari luar Dusun Tanjung Ular. Selain itu, kompensasi tersebut dinilai tidak seimbang dengan dampak negatif penambangan bagi kelangsungan hidup nelayan. Sehingga, resolusi pembelian bendera tersebut gagal, dan puncaknya pada Desember 2009, terjadi penertiban TI yang dilakukan aparat keamanan Kabupaten Bangka Barat.
Belajar dari kasus TI, terdapat dua hal yang dapat dijadikan sebagai pelajaran, seyogianya dari awal pemerintah tidak perlu buru-buru mengambil kebijakan melonggarkan usaha timah, sementara penertiban TI secara tiba-tiba tanpa adanya sektor ekonomi alternatif pada akhirnya sangat berpotensi menimbulkan gejolak yang merugikan bagi perekonomian Babel sendiri. Selain itu, langkah pemerintah untuk menertibkan TI diharapkan akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan untung ruginya kegiatan penambangan timah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak hanya terhadap aspek ekonomi
Berkaitan dengan masalah-masalah di atas, maka beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memberi arahan tata kelola melalui analisis multi stake holder sebagai berikut: 1) Batasan hak dan keanggotaan bagi pemanfaat sumberdaya di wilayah pesisir harus jelas; 2) Pengelolaan sumberdaya pesisir dilakukan secara open acces. Untuk mengatasi masalah ini, maka kebijakan melalui pendekatan leviatan, yakni menggunakan kekuasaan pemerintah daerah setempat dapat dilakukan dengan tata ruang pengelolaan yang jelas; 3) Kebijakan yang adil bagi nelayan dan penambang timah, dapat dilakukan dengan menentukan siapa yang berhak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan untuk resolusi konflik; 4) Penentuan reward dan punishment, serta monitoring yang bertujuan untuk penegakan aturan yang telah disepakati bersama; 5) Masing-masing pihak yang bertikai, yakni penambang timah dan nelayan mendapat keadilan dalam pemanfaatan sumberdaya, meningkat kesejahteraannya, dan sustainability sumberdaya.
Oleh : Endang Bidayani, SPi., MSi
Staf Pengajar UBB
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka