UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
08 April 2008 | 12:36:02 WIB
World Class University Is Not Built Overnight
Ditulis Oleh : I Made Andik Setiawan
"Saya melakukan pembicaraan dengan World Bank, bagaimana caranya mengukur universitas kelas dunia ini dan siapa kira-kira pakarnya yang bisa didatangkan. World Bank mengatakan ada dua orang, yaitu Profesor Jamil Salmi dan Profesor Kai-Ming Cheng. Akhirnya kita mendapatkan professor Kai-Ming ini untuk bertatap muka langsung. Sementara dengan Profesor Jamil Salmi, bersama Menteri Pendidikan Nasional sebelumnya kita telah melakukan teleconference selama kurang lebih 3 jam" kata Dirjen Dikti, Fasli Jalal, dalam pengantarnya sebelum dimulainya ceramah ilmiah Profesor Kai-Ming.
Acara dengan Profesor Kai-Ming dihadiri oleh seluruh unsur dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, mulai dari eselon 1 sampai IV. Formatnya dalam bentuk ceramah ilmiah. Acara yang digelar pada 13 Februari 2008, 19.00 itu dipandu langsung oleh Dirjen Dikti, sekaligus sebagai penterjemah dari uraian-uraian Profesor Kai-Ming.
[ Profesor Kai-Ming Cheng adalah seorang dosen di University of Hongkong. Jika kita perhatikan Brand Top 100 Universtitas di dunia yang dirilis pada 2007 oleh Times Higher Education Supplement, maka University of Hongkong berada pada urutan 18 besar berdekatan dengan universitas-universitas seperti Harvard, Yale, Oxford, Cambridge, Massachusetts institute of Technology. Profesor Kai-Ming adalah menjadi bagian dari kesuksesan ini. Beliau adalah salah satu konseptor dari ide menuju World Class University di University of Hongkong. Dia duduk sebagai dekan ilmu kependidikan dan pernah menjadi wakil rector di sana.Saat ini Profesor Kai-Ming adalah juga direktur filanropy di Hongkong yang bertanggung jawab untuk Fund raising di bidang pendidikan. Lembaga ini baru berumur 8 tahun. Walaupun masih muda, lembaga ini berhasil mengumpulkan uang 100 juta dolar Amerika per tahun. Untuk kawasan Asia Timur ini merupakan jumlah yang fantastis. Oleh karena itu, setengah waktu beliau disibukkan sebagai professor dan
setengahnya lagi sebagai direktur filantropi ini.
Disamping itu beliau adalah juga konsultan untuk UNESCO, World Bank dan berbagai institusi di dunia untuk bidang pendidikan, mulai dari Negara-negara besar sampai Negara-negara kecil. Apa yang disampaikan oleh Profesor adalah berdasarkan pengalaman lapangan, bukan sekedar refleksi teoritis semata].
Prof Kai-Ming memberikan latarbelakang yang sangat menarik kenapa pentingnya universitas kelas dunia ini. Saat ini, kata Profesor, dunia sedang mengalami perubahan yang sangat pesat, baik di bidang sosial, organisasi, model pekerjaan, aktivitas pekerjaan, Front-Line Workers, kehidupan Individu dan termasuk juga ekspektasi. Pemindaian lingkungan ini dikemukakan oleh Profesor Kai-Ming karena pendidikan tinggi banyak dipengaruhi oleh perubahan lingkungan eksternalnya.
Di bidang sosial, menurut Profesor terjadi ekspansi sector jasa, customized product, aktivitas ekonomi yang nyaris tanpa tapal batas, semakin intensifnya interaksi antara manusia, dan sebagainya. Profesor mencontohkan bagaimana customized product terjadi di tengah masyarakat dunia. Saat ini, orang ketika membeli suatu produk tidak lagi karena fungsi tapi karena keunikan mode.
Dari 500 orang yang pernah disurvei sederhana oleh Profesor dalam suatu pertemuan di India tentang siapa saja yang memiliki hp yang sama. Hanya 8 orang saja yang punya hp yang sama. Kecendrungan kebanyakan orang adalah memiliki sesuatu yang eksklusif berbeda dari yang lain.
Kalau dulu hanya dikenal Panasonic saja merek rice cooker, sekarang sudah ada kurang lebih 300 merek. Fungsinya sama, menanak nasi dengan kualitas yang sama, tapi orang butuh sesuatu yang beda. Karenanya produsen tidak lagi memproduksi dalam volume massal, tapi dalam bentuk yang unik dan kreatif. Produk-produk terus mengalami pergantian yang begitu cepat.
Pada aras organisasi, sekarang (professor menyebutnya masa post industrial sebagai lanjutan dari era industrial) tidak lagi berbentuk piramida besar, tapi perusahan/asosiasi kecil; orang tidak lagi producer-centered, tapi client centered; tidak lagi departementalisasi, tapi berbentuk tim; tidak hirarki, tapi datar; tidak lagi struktur yang rumit, melainkan longgar dan cair.
Air bah perubahan juga mengikis model pengaturan pekerjaan. Tidak lagi pembagian tugas, tapi sudah solusi total. Sudah ketinggalan cara-cara kerja individual terspesialisasi, sekarang sudah dalam bentuk tim kerja. Credential base-appointment mulai dilupakan digantikan dengan on-demand just-in time learning.
Individu yang bekerja pada Front-line tidak lagi aman sekarang jika tidak bisa mengikuti gerak perubahan yaitu bisa bekerja dalam kelompok kecil/tim kerja, memiliki kepribadian yang bagus, memiliki skill yang berlapis, kreatif, berani mengambil resiko. Oleh karena itu menurut professor, siklus perjalanan kehidupan pribadi seseorang terkait dengan pekerjaan menjadi multiple Career and Jobs bukan lagi life long career and loyality. Masa depan penuh ketidakpastian, karir naik turun; pemasukan tidak lagi stabil; dalam tantangan itu jaringan semakin luas dan partner silih berganti.
Di Hongkong, menurut Profesor, akibat dari perubahan ini, sedikitnya 300 ribu orang pertahun jatuh menjadi penganggur. Pemerintah Hongkong tidak memiliki pilihan lain, kecuali mendongkrak pendidikan tingginya agar bisa menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang begitu cepat itu. salah satunya adalah dengan mendisain beberapa perguruan tingginya berkelas dunia. Perubahan disain itu mendapatkan momentumnya pada interval 1999-2000 saat terjadi reformasi besar-besaran terhadap system dan paradigma pendidikan di Hongkong.
[ Profesor Kai-Ming secara lebih lengkap menjelaskan apa saja yang mempengaruhi pola berfikirnya dalam reformasi pendidikan dan urgensi pembentukan Universitas kelas dunia. Pertama kapasitas dan pengalamannya di bidang ahli kebijakan pendidikan. Kedua, keterlibatannya dalam lembaga-lembaga internasional sebagai konsultan seperti di UNESCO dan World Bank. Ketiga, pengalamannya sebagai staf pengajar dan pernah juga di structural kampus University of Hongkong, keempat, perubahan paradigma baru dalam pembelajaran yang tidak lagi transfer of knowledge, tapi fasilitasi terhadap student active learning].
Oleh karena itulah dalam rangka menuju universitas kelas dunia, Profesor menjelaskan ada empat hal yang harus ada dalam setiap satuan pendidikan tinggi yaitu reputasi internasional; prestasi penelitian; lulusan yang terkemuka; Partisipasi Internasional. Kalau empat hal ini belum terpenuhi jangan bermimpi dulu menjadi universitas kelas dunia.
Tidak semua empat hal itu dijelaskan dalam ceramah ilmiah, karena banyak sekali indicator-indikator derivasinya. Reputasi Internasional, misalnya memiliki berbagai indicator, Profesor menyebutkan salah satunya, yaitu perengkingan global. ada tiga lembaga perengkingan global yang menjadi rujukan yaitu Times Higher Education Supplement; Shanghai Jio Tong World University Ranking; Webometrics Rangking of World Universities. Masing-masing mengembangkan indicator-indikator penilaian terhadap suatu universitas di dunia.
Times Higher komposisi penilaiannya dilihat dari reputasi akademik berdasar peer Review (bobot 40 %); survey pengguna/Employer Review (10 %); Mahasiswa internasional (5 %); international Staff (5 %); Rasio mahasiswa: dosen (20 %); rata-rata Sitasi per dosen (20 %).
Shanghai Jiao Tong memakai standar penilaian dengan kategori: lulusan yang memenangkan nobel (10 %); staf pemenang nobel (20 %); hasil riset staf dikutip dalam 21 bidang (20 %); artikel dalam nature dan science (20 %); artikel dalam jurnal internasional (20 %); kinerja akademik relatif terhadap ukuran institusi (10 %).
Sementara itu Webometrics melihat pemanfaatan ICT sebagai proxinya dengan indicator: ukuran website (20%); link/jumlah sambungan yang diterima dari luar (50 %); Jumlah Rich Files (15 %); Scholars: kandungan publikasi ilmiah, laporan, jumlah sitasi dsb (15%).
Untuk membangun universitas kelas dunia, menurut Profesor beberapa prasyarat dan komitmen yang tidak bisa ditawar adalah: pertama, pembangunan pendidikan tinggi sebagai prioritas; kedua, harus memperhatikan sumberdaya; ketiga, sudah punya identifikasi institusi; keempat, rekrutmen akademisi; kelima, mengembangkan sumberdaya; dan keenam, melakukan reformasi tatakelola.
Dengan mengambil data tahun 2005, Profesor mencontohkan bagaimana negara-negara di Asia yang talah menjadikan pembangunan pendidikan tinggi sebagai prioritas, misalnya Korea Selatan rasio partisipasi pendidikan tingginya sudah mencapai 84 %; Thaiwan sudah 82 %; Jepang 76.2 %; Singapura sudah 81 % dari 15 % pada 1990-an awal dan Hongkong sendiri sudah 67 % dari 30 % pada 2002.
Bagaimana sumberdaya finansialnya? Profesor Kai-Ming melihat ada tiga hal yang secara simultan dilakukan yaitu pendanaan melalui APBN; donasi pihak swasta dan peran lembaga-lembaga pilantropy.
Terakhir Profesor Kai-Ming mengatakan bahwa membangun universitas kelas dunia bukanlah pekerjaan yang bisa selesai semalam, tapi kendati demikian harus dimulai. Jika tidak dimulai suatu negara tidak akan pernah sampai pada puncak pencapaian itu. "World Class University are not build overnight, but if we don't start today, they would never come by", tutup Profesor.
Profesor Kai-Ming juga mengingatkan bahwa konsep pendidikan tinggi, termasuk ide world class university ini banyak dipengaruhi oleh barat. Sebuah universitas non barat yang mencoba menuju world class university, jangan melupakan jati diri bangsanya atau karakteristik budayanya. Identitas ini menurut Profesor hanya bisa diketahui dan diisi oleh suatu
perguruan tinggi di negaranya.
Last but not least, Profesor mengingatkan juga bahwa bagian terpenting lagi dari universitas kelas dunia dan itu dipraktekan di university of hongkong adalah perhatian penuh pada mahasiswanya. Mereka punya program-program pembinaan mahasiswa yang cukup kaya. Misalnya program di mana mahasiswa-mahasiswanya diasuh oleh tokoh masyarakat/guru-guru besar, tidak harus di bidang studi yang sama. Karena intake mahasiswanya berasal dari latarbelakang sosial ekonomi yang berbeda diajarkan cara, manner, nilai pada acara-acara kebesaran, sehingga ada kepercayaan diri. Program kuliah kerja nyata menjadi program prioritas, sehingga mahasiswa tahu bermasyrakat dan masyarakat merasa membutuhkan mahasiswa; mahasiswa-mahasiswa juga diasramakan, mereka yang mengatur kehidupan asrama sendiri dan 25 % dari mereka dikirim ke luar negeri untuk mendapatkan pengalaman.
Tag Keyword : World Class University Dunia Pendidikan Singapura Lembaga Profesor Jamil Salmi Kai-Ming Cheng Universitas Shanghai Jiao Tong Pilantropy Mahasiswa Dosen Akademisi APBN Negara Bangsa Korea Selatan Hongkong Publikasi Ilmiah
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka