UBB Perspective
Universitas Bangka Belitung
Artikel UBB
Universitas Bangka Belitung's Article
02 Desember 2011 | 10:30:52 WIB
PILGUB : HARUSNYA PERANG AGENDA! (PILKADA BABEL 2012)
Ditulis Oleh : Ibrahim
Dari kandidasi sampai seleksi di bilik suara, satu pekerjaan yang selalu digalakkan oleh para kandidat dan tim suksesnya adalah pencitraan diri. Pencitraan diri ini menyangkut seberapa layak mereka memimpin.
Demokrasi elektoral memang belum menjadi satu-satunya instrument efektif dalam memilih pemimpin yang "semenggah" (Benar-benar sesuai, Bagus) untuk memimpin sebuah komunitas. Namun demokrasi macam ini adalah jawaban sementara bagi agregasi berbagai kepentingan. Jadilah seleksi menjadi warna dasar demokrasi. Memang masih sangat debatable, menyangkut apakah kandidat yang terpilih betul-betul mencerminkan penghayatan demokrasi yang utuh dari para pemilih atau sebatas ritual politik, tapi untuk sementara biarlah format ini tidak usah kita perdebatkan.
Sekarang menyangkut seleksi. Lazimnya sebuah kompetisi yang mengharuskan proses eliminasi, pertanyaan yang selalu diajukan oleh pihak penyeleksi biasanya adalah: tolong jelaskan dan beri saya keyakinan, mengapa saya harus memilih anda? Seorang teman saya yang akan seleksi beasiswa ke Amerika Serikat sudah dua tahun berturut-turut dipanggil dalam sesi wawancara dan dua kali itu pula dia gagal padahal sudah mengantongi TOEFL 570, sebuah angka yang tinggi.
Setelah saya ajak ngobrol mendalam, tahulah saya bahwa dia gagal memberikan argumentasi mengenai diri dan visinya. Rupanya dia tidak secara tajam menyampaikan akan melakukan apa setelah selesai studi. Dalam banyak cerita kegagalan seleksi beasiswa, lazimnya para kandidat tidak mampu menjawab siapa dirinya dan mengapa ia adalah sosok yang tepat untuk dipilih.
Demikianlah, seleksi mensyaratkan adanya nilai jual yang menyangkut tidak saja rekam jejak seseorang, tetapi juga menyangkut apa yang akan menjadi agendanya setelah kelak terpilih.
Pemimpin Administratif?
Saya mencoba menarik ilustrasi sederhana ini ke term Pilgub. Bahwa seorang gubernur dan wakil gubernur kelak akan menjalankan roda pemerintahan, kita sudah faham betul. Persoalannya tidak sesederhana itu. Saya kok ragu, kemampuan memimpin kerapkali hanya menjadi klaim subjektif, tanpa mematut kemampuan diri.
Setelah menjabat, seorang pemimpin akan disibukkan dengan agenda rutinitas yang sudah disusun tahunan. Birokrasi sebagai elemen paling solid menjadi pelaksana dari berbagai agenda pemerintahan dan kepala daerah hanya memiliki sedikit celah intervensi dalam penyusunan program di penghujung tahun untuk tahun berikutnya. Selebihnya, seorang kepala daerah akan terpasung dalam birokrasi yang ajeg. Fleksibilitasnya akan berkurang dan digantikan oleh protokoler dan prosedur yang rumit.
Tidak mengherankan jika banyak pemimpin yang kita jumpai hanya mampu memainkan peran administratif yang miskin inovasi. Terjebak dalam rutinitas adalah jawabannya. Banyak pula tim sukses yang kemudian kecewa lantaran sang kepala daerah yang mati-matian didukung pada masa pemilihan berpaling hati. Sebenarnya ini tidak lantaran yang bersangkutan lupa diri, namun tidak mawas diri untuk menjaga konsentrasi pada agenda yang dimiliki. Dalam hal ini, kita akan menjumpai kepala daerah yang sebatas menjadi petugas administrasi, di belakang meja, dan sibuk mendisposisi surat-surat untuk kepentingan yang sangat teknis.
Seorang kepala daerah yang memiliki karakter kuat akan memiliki ciri dasar dalam memerintah. Tidak justru diperintah dan dikungkung oleh birokrasi. Seharusnya seorang kepala daerah mampu memberikan visi yang kuat dalam pengembangan pembangunan yang tidak sekedar teknis birokratis. Untuk kepentingan ini, kita membutuhkan pemimpin dengan agenda jelas dan karakter yang kuat. Tentu semua gagasan ini dalam artian positif, bukan kuat dalam arti destruktif dan manipulatif.
Perang Agenda
Saya kira, Pilgub bukan soal tua muda sebagaimana banyak didiskusikan oleh kawan-kawan pergerakan di berbagai jejaring sosial. Terlalu simplistis jika mengukur sebuah kemajuan peradaban dari semata kemajuan para pemudanya di garda depan. Ini menyangkut agenda, bukan menyangkut usia. Tidak bijak jika meletakkan perdebatan ini dalam kerangka biologis karena kepemimpinan menyangkut soal ideologis.
Gubernur tentu tidak berada dalam imajinasi demarkasi usia, namun berada para diskursus substansial: menyangkut apa yang akan dikerjakan dan dengan visi yang bagaimana. Secara pribadi, saya menyambut gembira adanya kandidat yang mulai ramai mengelontorkan isu Selamatkan Babel yang tentu kita fahami bersama menjadi agenda vis a vis dari kandidat lain. Bagi saya ini bukan menyangkut kata-katanya, tapi menyakut adanya keberanian mengatakan sesuatu yang berbeda.
Ini yang saya sebut dengan perang agenda. Sekali lagi menyangkut siapa hendak mengerjakan apa dan dengan capaian yang bagaimana. Dalam kondisi ini, maka mereka yang saling bertentangan agenda berdiri pada sebuah situasi yang kuat dengan pilihan yang tidak sekedar alternatif, namun akan menjadi tindakan yang imperatif.
Di tengah masyarakat kita yang masih sangat pragmatis, harapan untuk menentukan pilihan berdasarkan agenda memang masih sangat minim. Namun ini toh tidak menjadikan kita harus abai dan membiarkan ini terus terjadi. Masyarakat, oleh karena keterbatasan pengetahuan, informasi, kebutuhan, dan sebagainya membutuhkan sentuhan kuat untuk dapat menerima impresi yang demikian. Maka kawan-kawan pergerakan dan peran kawan-kawan media massa menjadi sangat menentukan. Isu dan agenda kiranya menjadi atensi penting dalam menjatuhkan pilihan.
Dalam beberapa bulan ke depan, kita akan menyaksikan perang agenda, baik yang bermutu maupun yang sekedarnya saja. Terlalu sederhana jika meletakkan kerangka agenda sebagai hiasan dari sebuah kompetisi yang sangat urgen semacam Pilgub ini. Kita menginginkan sebuah seleksi yang dinamis dan berkualitas, bukan sekedar seremoni demokrasi yang heboh dan berbiaya tinggi.
Mungkinkah kelak dalam rangkaian sosialisasi dan promosi para kandidat akan muncul pertarungan agenda? Atau sekedar basa-basi kata yang selalu basi? Mungkinkah kelak para kandidat muncul di publik dengan agenda yang jelas dan kuat yang kita harapkan dapat memberikan pembatas jelas antara satu kandidat dengan kandidat lain? Mungkinkah para kandidat akan bertarung dalam kerangka ideologis, bukan sekedar ekonomis? Mungkinkah ada kandidat yang berani mengatakan bahwa kelak saya akan mempelopori gagasan ini dan merubah tatanan yang begini? Maka sungguh, kita akan memilih kandidat yang memiliki visi kuat, cerdas, dan bernas.
Campus Talks Bangka Pos, Jumat (2011/2/desember)
Penulis : Ibrahim
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Bangka Belitung
UBB Perspectives
FAKTOR POLA ASUH DALAM TUMBUH KEMBANG ANAK
MEMANFAATKAN POTENSI NUKLIR THORIUM DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG : PELUANG DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pengaruh Sifat Fisika, Kimia Tambang Timah Terhadap Tingkat Kesuburan Tanah di Bangka Belitung
Akuntan dan Jurnalis: Berkolaborasi Dalam Optimalisasi Transparan dan Pertanggungjawaban
Sustainable Tourism Wisata Danau Pading Untuk Generasi Z dan Alpa
Perlunya Revitalisasi Budaya Lokal Nganggung di Bangka Belitung
Semangat PANDAWARA Group: Dari Sungai Kotor hingga Eksis di Media Sosial
Pengaruh Pembangunan Produksi Nuklir pada Wilayah Beriklim Panas
Pendidikan dan Literasi: Mulailah Merubah Dunia Dari Tindakan Sederhana
Mengapa APK Perguruan Tinggi di Babel Rendah ?
Dekonstruksi Cara Pikir Oposisi Biner: Mengapa Perlu?
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DENGAN ASAS GOOD GOVERNANCE
UMP Bangka Belitung Naik, Payung Hukum Kesejahteraan Pekerja atau Fatamorgana Belaka?
Peran Generasi Z di Pemilu 2024
Pemilu Serentak 2024 : Ajang Selebrasi Demokrasi Calon Insan Berdasi
Menelusuri Krisis Literasi Paradigma dan Problematik di Bumi Bangka Belitung
Jasa Sewa Pacar: Betulkah Menjadi sebuah Solusi?
Peran Sosial dan Politis Dukun Kampong
Mahasiswa dan Masalah Kesehatan Mental
Analogue Switch-off era baru Industri pertelevisian Indonesia
Di Era Society 50 Mahasiswa Perlu Kompetensi SUYAK
HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, sudah merdekakah kita?
Pemblokiran PSE, Pembatasan Kebebasan Berinternet?
Pentingnya Pemahaman Moderasi Beragama Pada Mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum
SOCIAL MAPPING SEBAGAI SOLUSI TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM
Bisnis Digital dan Transformasi Ekonomi
Masyarakat Tontonan dan Risiko Jenis Baru
Penelitian MBKM Mahasiswa Biologi
PEREMPUAN DI SEKTOR PERTAMBANGAN TIMAH (Refleksi atas Peringatan Hari Kartini 21 April 2022)
Kiat-kiat Menjadi “Warga Negara Digital” yang Baik di Bulan Ramadhan
PERANG RUSIA VS UKRAINA, NETIZEN INDONESIA HARUS BIJAKSANA
Kunci Utama Memutus Mata Rantai Korupsi
Pengelolaan Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
SI VIS PACEM PARABELLUM, INDONESIA SUDAH SIAP ATAU BELUM?
KONKRETISASI BELA NEGARA SEBAGAI LANGKAH PREVENTIF MENGHADAPI PERANG DUNIA
Memaknai Sikap OPOSISI ORMAWA terhadap Birokrasi Kampus
Timah, Kebimbangan yang Tak akan Usai
Paradigma yang Salah tentang IPK dan Keaktifan Berorganisasi
Hybrid Learning dan Skenario Terbaik
NEGARA HARUS HADIR DALAM PERLINDUNGAN EKOLOGI LINGKUNGAN
Mental, Moral dan Intelektual: Menakar Muatan Visi UBB dalam Perspektif Filsafat Pierre Bourdieu
PEMBELAJARAN TATAP MUKA DAN KESIAPAN
Edukasi Kepemimpinan Milenial versus Disintegrasi
Membangun Kepemimpinan Pendidikan di Bangka Belitung Berbasis 9 Elemen Kewarganegaraan Digital
Menuju Kampus Cerdas, Ini yang Perlu Disiapkan UBB
TI RAJUK SIJUK, DIANTARA KESEMPATAN YANG TERSEDIA
Mengimajinasikan Dunia Setelah Pandemi Usai
ILLEGAL MINING TIMAH (DARI HULU SAMPAI HILIR)
PERTAMBANGAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Inflasi Menerkam Masyarakat Miskin Semakin Terjepit
NETRALITAS DAN INTEGRITAS PENYELENGGARA PEMILU
Siapa Penjarah dan Perampok Timah ???
Menjaga Idealisme dan Kemandirian Pers
POLITIK RAKYAT DAN TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Penelitian Rumpon Cumi Berhasil di Perairan Tuing, Pulau Bangka
Gratifikasi, Hati-Hatilah Menerima Sesuatu
Perairan Tuing, Benteng Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka